RUU KSDAHE: Masyarakat Adat Harus Dilibatkan dalam Konservasi

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Selasa, 10 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pelibatan dan perlindungan masyarakat adat dan lokal dalam urusan tata kelola konservasi pada RUU KSDAHE. Soalnya, menurut koalisi, jangankan pelibatan masyarakat dalam konservasi, pembahasan beleidnya pun seolah tertutup. 

Juru Kampanye Working Group ICCAs Indonesia, Lasti Fardilla Noor menyebutkan aspek perlindungan, pengakuan hak dan partisipasi masyarakat adat dan komunitas lokal, sampai kini belum terlihat dalam draf RUU KSDAHE. Padahal fenomena konflik masyarakat dengan pengelola kawasan, konflik manusia dan satwa, serta degradasi lingkungan dan ekosistem semakin tinggi. 

Hal ini mengindikasikan implementasi kebijakan di bidang konservasi yang tidak maksimal. Seharusnya pemerintah dan DPR mulai mengubah paradigma konservasi berbasis hak.

RUU KSDAHE seharusnya dapat mencerminkan dimensi yang holistik dan interdisipliner, terutama aspek perlindungan, pengakuan hak dan partisipasi masyarakat adat dan komunitas lokal, yang sampai hari ini belum terlihat dalam Draft RUU KSDAHE, bahkan beberapa aspek terkait ini telah dihapus dalam DIM RUU KSDAHE versi juli 2023,” ucap dia. 

Orangutan liar di Stasiun Penelitian Orangutan Tuanan, yang merupakan area program konservasi Yayasan BOS Mawas, Kalimantan Tengah. Dok BOSF/Annisa Dyah Puspitasari

Program Manager WGII, Cindy Julianty menerangkan selama ini pelibatan masyarakat dalam konservasi telah menjadi perhatian dunia. Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF) mencatat tujuh dari 23 target KM-GBF memasukan unsur masyarakat adat dan lokal dalam pemanfaatan berkelanjutan, perlindungan pengetahuan tradisional, partisipasi, pembagian manfaat yang adil, dan FPIC (Free, Prior, Informed Consent).

Masyarakat adat dan komunitas lokal tidak boleh lagi ditempatkan sebagai objek konservasi namun harus diakui sebagai subjek atau pelaku 

“Konservasi itu sendiri, sebagaimana fakta lapangan yang ada. Hal ini sesuai mandat COP-15 on CBD menuju Visi 2050 ‘Living in Harmony with Nature’,” ungkap Cindy.  

Perubahan transformatif ini sangat penting mengingat UU No 5 Tahun 1990 Tentang KSDAHE yang dibuat 33 tahun tak lagi relevan dengan tantangan konservasi saat. UU tersebut juga belum cukup mendukung pelibatan dan perlindungan masyarakat dalam konservasi sumber daya alam yang sangat dibutuhkan. 

Jika berkaca pada potret kejadian kerusakan sumberdaya alam dan ekosistemnya, termasuk ekosistem mangrove, ekosistem karst, ekosistem gambut, dan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil nilainya mencapai 10,12 juta hektare dalam bentuk deforestasi hutan alam.

Manajer Program Kehati, Burhan Jayadattry mengatakan darurat krisis keanekaragaman hayati, krisis perubahan iklim, dan pandemi baru-baru ini membutuhkan tindakan tegas, dan komitmen bersama. Pemerintah perlu  mengubah cara pandang terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. 

“RUU KSDAHE seharusnya mampu mengisi kekosongan mandat untuk upaya konservasi di luar kawasan dengan berbagai tatanan lanskap,” kata Burhan.

Namun selama ini proses penyusunan RUU KSDAHE justru dirasa tertutup. Setidaknya terdapat 718 Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang harus segera dibahas. 

SHARE