Ecoton: Industri Kertas Stop Buang Limbah ke Sungai Brantas

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Jumat, 15 September 2023

Editor :

BETAHITA.ID -  Industri kertas di Jawa Timur (Jatim) memiliki perilaku buruk dalam pengelolaan limbah cairnya. Ketua Tim Advokasi dan Legal Ecoton menjelaskan, industri kertas mulai buka giling pada musim kemarau dan membuang limbah ke sungai yang akan menambah beban polusi di sungai. Hal yang sama juga jadi perilaku pabrik gula dan industri lainnya. 

“Mereka jahat sekali karena dalam kondisi debit air turun, pabrik kertas dan pabrik gula mulai menambah beban polusi di sungai. Investigasi Ecoton menemukan banyak pabrik membuang limbah tidak diolah,” kata Kholid Basyaiban dalam keterangan resminya Kamis, 14 September 2023.

Ecoton pun meminta kepada Gubernur Jatim untuk memulihkan kualitas air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas dan mendesak Pemprov melakukan enam tindakan. Pertama, melarang industri membuang limbah cair di malam hari, karena pemprov tidak mampu mengawasi pembuangan limbah pabrik. Kedua, menutup industri yang mencemari Sungai Brantas sebagai sanksi administratif dengan mencabut izin operasional perusahaan. Ketiga, rehabilitasi ekosistem Sungai Brantas dengan clean up sedimen limbah cair yang dibuang pabrik dan mencemari bantaran dan dasar sungai. Keempat, pengawasan intensif terhadap industri di DAS Brantas  pada pabrik kertas, pabrik penyedap rasa, pabrik tepung, dan mewajibkan industri di DAS Brantas mempunyai waste water treatment yang baik.

Kelima, mengkoordinasi Bupati/Walikota di wilayah DAS Brantas untuk mengawasi ketaatan industri sepanjang DAS Brantas. Keenam, patuh dan melaksanakan putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya atas gugatan ikan mati massal di Brantas.  

Ecoton Lakukan Aksi, menyoal Industri Kertas di Jawa Timur (Jatim) memiliki perilaku buruk dalam pengelolaan limbah cairnya. Foto: Ecoton

Menurut Ecoton, lima tahun kepemimpinan Gubernur Khofifah, DAS Brantas memburuk. "Pemantauan kami pada Agustus, outlet-outlet industri di DAS Brantas, Kali Porong dan Kali Surabaya ditemukan membuang limbah cair dibuang tanpa diolah, keruh, berwarna dan berbau. Limbah cair ini setelah diuji melebihi baku mutu,” ungkap Kholid.

Lebih lanjut, ketua Tim Advokasi dan Legal Ecoton itu menjelaskan, selama 30 tahun lebih, industri kertas, penyedap makanan, industri gula, industri tepung, dan beberapa industri tumbuh subur dan menggantungkan dirinya pada sungai Brantas. Perannya besar dalam menopang perekonomian Jatim. Ironisnya mereka juga menabur racun berbahaya di dalam limbah cair yang mereka alirkan ke Brantas. "Pagi hari mereka mengelola limbahnya, namun pada malam hari industri berlomba - lomba mengalirkan racikan limbah beracun perusak ekosistem dan biota ke Brantas," kata dia

“Di era Gubernur Khofifah, pelaku perusak dan pencemar sungai Brantas semakin buruk. Hal ini membuktikan bahwa  pemprov Jatim tidak serius dalam pengendalian dan pengelolaan sungai Brantas,” dia menambahkan.

Ecoton telah melakukan survei masyarakat tentang Kinerja Gubernur Jatim Terhadap Pengelolaan Brantas dari Desember 2022 hingga September 2023. Dari jumlah responden sebanyak 527 yang tersebar di 19 kota/kabupaten se Jawa Timur, 60 persen responden menganggap kinerja Gubernur Khofifah “Buruk” dalam pengelolaan Brantas serta menganggap Gubernur tidak maksimal dalam melakukan program pemulihan Brantas.

Pada Agustus, tim Ecoton juga lakukan investigasi lapangan dan pengambilan sampel air limbah di outlet buangan industri kertas, penyedap makanan, gula dan home industri di DAS Brantas. Industri kertas PT Tjiwi Kimia, Mekabox International, PT Mega Surya Eratama Mekabox International, dan PT Sun Paper kemudian diketahui mengalirkan limbah pekat, berbau tanpa diolah terlebih dahulu. Hasil pengujian di Laboratorium Ecoton dengan berpedoman pada Pergub Jatim Nomor 52 Tahun 2014 tentang baku mutu limbah industri menunjukkan angka TSS pada air limbah industri kertas melebihi baku mutu.

Rafika Apriliantai, Kepala Laboratorium Ecoton menyebut, TTS (total suspended solid) adalah jumlah padatan yang tidak terlarut dalam air, berupa padatan organik dan anorganik, salah satunya berasal dari limbah padat suatu pabrik. Apabila padatan yang tidak terlarut banyak atau tinggi di sungai atau perairan, maka perairan keruh. Akibatnya intensitas cahaya yang masuk ke perairan sangat sedikit. 

Lebih lanjut Rafika mengatakan, sedikitnya intensitas cahaya yang masuk ke perairan menyebabkan terganggunya proses fotosintesis dalam air, misalnya yang dilakukan oleh fitoplankton dan tanaman air lainnya. “Sehingga oksigen yang diperoleh biota misalnya ikan akan semakin turun atau sedikit, dan ikan tidak mendapatkan oksigen, kemudian menyebabkan ikan pingsan hingga mati. Hal tersebut juga ditandai dengan DO (kadar oksigen) yang rendah,” katanya.

Wahyu Eka Styawan, Direktur Walhi Jatim menyebut, sudah seharusnya pemerintah memperketat pengawasan terhadap pembuangan limbah ke Sungai Brantas. Menurut Wahyu, harusnya ada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan pengecekan berkala. “Dinas Lingkungan Hidup sesuai amanat UU PPLH dan tugasnya memang ada pengecekan berkala selama 6 bulan sekali,” katanya saat dihubungi Rabu, 6 September 2023.

Praktik pemantauan ini, kata Wahyu, diatur dalam Permen LHK No 93 tahun 2018 dan mengenai baku mutu diatur dalam Permen LH 5 Tahun 2014. Jadi, “Pemerintah maupun pengusaha wajib melakukan pemantauan dan laporan berkala,” katanya.

Praktiknya, ungkap Wahyu, di lapangan seringkali tidak jalan. Baik dari perusahaan maupun dari dinas terkait, tidak melakukan pemantauan dan pelaporan, serta pengelolaan air limbah sesuai baku mutu.

SHARE