Riset Lingkungan Dikekang, Peneliti: Sinyal yang Mengkhawatirkan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Lingkungan

Kamis, 20 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kebijakan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melarang sejumlah ilmuwan melakukan penelitian terkait lingkungan, termasuk satwa, di Indonesia, dianggap sebagai tindakan yang mengkhawatirkan.

“Saya bersama kolega menerbitkan hasil riset yang menelaah risiko tentang ulah Pemerintah Indonesia ini,” kata Bill Laurance, peneliti dari James Cook University, dalam tulisannya di The Conversation.

“Reaksi Pemerintah Indonesia adalah sinyal yang mengkhawatirkan,” tambah Laurance..

Laurance mengatakan, September tahun lalu, Pemerintah Indonesia melarang beberapa ilmuwan terkemuka untuk meneliti di hutan tropisnya yang sangat luas. Kebanyakan dari peneliti itu sudah meneliti topik ini sejak puluhan tahun silam.

ilustrasi penelitian. (Dok. Pixabay)

Alasan pelarangan terhadap para peneliti itu, sebagian besar karena para peneliti menerbitkan riset yang menyatakan bahwa populasi orangutan kalimantan dalam bahaya. Para peneliti juga menuliskan artikel opini yang menyanggah klaim pemerintah seputar pulihnya populasi orangutan.

“Kegiatan para peneliti ini jelas membikin berang seseorang yang berkuasa. Tak butuh waktu lama, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan menerbitkan surat yang menuduh para peneliti tersebut menulis dengan “itikad buruk” yang dapat “mendiskreditkan” pemerintah. Walhasil mereka tidak boleh lagi masuk ke hutan untuk meneliti,” terang Laurance.

Menurut Laurance, Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang spektakuler. Hutan tropisnya juga merupakan salah satu yang terluas di dunia. Populasi dan pertumbuhan ekonomi negara kepulauan ini terus menggeliat. Sayangnya, tren tersebut telah mengorbankan keutuhan alam Indonesia sejak beberapa dekade silam.

Di sisi lain, aksi pemerintah juga mengejutkan. Sejak beberapa tahun, angka pembabatan hutan jauh berkurang hingga dua per tiga dari sebelumnya. Pemerintah juga agresif mengatasi pembalakan liar, pembakaran hutan, dan perambahan untuk perkebunan. Pencapaian ini luar biasa. 

"Jadi, apa alasan sikap keras pemerintah terhadap para peneliti? Ini kemungkinan terjadi karena Indonesia sudah mencatatkan pencapaian yang positif di bidang lingkungan. Para penguasa menginginkan prestasi mereka diakui, bukan dikritik," kata Laurance.

Sikap adil dari peneliti dan pengakuan mereka tentang kemajuan yang terjadi memang penting. Namun, kata Laurance, hal yang jauh lebih pokok adalah bagaimana pemerintah menghormati kerja-kerja para ilmuwan, meskipun hasilnya bukanlah sesuatu yang mereka (pemerintah) ingin dengar.

"Aksi represif ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Tiga tahun lalu, peneliti David Gaveau dideportasi dari Indonesia setelah menayangkan perkiraan angka kebakaran hutan yang lebih besar dari versi pemerintah," ujarnya.

Bagi peneliti lokal dan luar negeri, kata Laurance, tekanan ini sangat terasa. Banyak dari peneliti yang curhat kepada dirinya ataupun kawan-kawan. Para peneliti merasa dipaksa untuk menerbitkan berita baik, atau setidaknya menghindari penyiaran berita buruk.

Menurut Laurance, pelaku konservasi dan peneliti sudah lama menentang pengekangan ataupun kekerasan di negara-negara berkembang pemilik hutan yang luas seperti Brazil, Colombia, Filipina, dan Republik Demokratik Kongo.

Upaya mereka dilakukan karena ada tekanan besar yang mengancam keberadaan hutan. Permintaan ataupun perkembangan ekonomi kerap mengarah pada eksploitasi rimba-rimba yang tersisa.

“Penurunan deforestasi menunjukkan pengelolaan hutan Indonesia dalam beberapa hal memang membaik. Namun, masih ada beberapa aspek yang patut menjadi perhatian,” ucap Laurance.

“Dalam beberapa dekade terakhir, banyak hutan telah dibabat dan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit dan bubur kayu. Perburuan mineral penting yang mendukung transisi hijau, seperti nikel, turut merusak perikanan dan sungai,” imbuhnya.

Ada juga pembangunan jalan yang terus meningkat di seluruh Indonesia. Infrastruktur jalan seperti duri yang menerobos masuk ke alam raya. Ketika jalan terbangun, hutan-hutan dapat terambah seperti ikan yang dikuliti. Buldoser, gergaji mesin, hingga peralatan pertambangan dapat masuk. Akibatnya amat merusak.

Selama beberapa dekade, Indonesia terus menerus dilanda bencana lingkungan, mulai dari kehilangan hutan yang masif hingga asap mematikan dari terbakarnya tumbuhan. 

“Untuk mencegah bencana serupa tidak terjadi, Indonesia membutuhkan komunitas sains yang dinamis, terbuka, dan terbebas dari kekangan pemerintah,” hemat Laurance.

SHARE