Ekspansi Sawit Sebabkan Beruang Madu Masuk ke Pemukiman
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Biodiversitas
Rabu, 12 Juli 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Beruang madu (Helarctos malayanus) yang masuk ke pemukiman warga di Desa Teluk Haur dan Desa Batalas, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel) baru-baru ini, diduga akibat habitat satwa dilindungi itu tergerus perkebunan sawit, menurut Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel.
"Ekspansi sawit besar-besaran, merupakan salah satu penyebab berkurangnya habitat beruang madu," kata Suhendra, Kepala Resort Banua Anam, BKSDA Kalsel, Senin (10/7/2023), dikutip dari Antara.
Seirin ekspansi perkebunan sawit, lanjut Suhendra, beruang madu mengalami kelaparan, sebab habitat yang terkait sumber makanan berkurang, imbasnya satwa tersebut masuk ke pemukiman warga.
"BKSDA tahu setelah ada laporan dari masyarakat terkait adanya konflik dengan satwa," ujarnya.
Suhendra melanjutkan, sebelum terjadi ekspansi perkebunan sawit, kawasan hutan masih luas dan vegetasinya padat diisi ragam pepohonan dan menjadi habitat beruang madu dan satwa liar lainnya, seperti macan dahan, trenggiling hingga bekantan.
"Pohon-pohon keras seperti polantan, dulunya masih banyak," aku Haji Nurhan, tokok masyarakat Desa Teluk Haur.
Seolah menegaskan pernyataan Suhendra, Nurhan yang sudah lama hidup di Desa Teluk Haur juga menyebut alih fungsi lahan menjadi penyebab kemunculan beruang madu ke pemukiman.
Alih fungsi hutan habitat satwa itu juga disebutkan oleh Jefry Raharja, Staf Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel. Menurut Jefru, besar kemungkinan kehadiran perkebunan kelapa sawit menjadi faktor utama konflik beruang dan manusia di Tapin.
"Di Tapin sendiri, seperti yang terjadi di Desa Batalas, Desa Buas-Buas, Desa Sawaja, Desa Teluk Haur, dan desa lainnya, di sekitar atau dalam kawasan Kecamatan Candi Laras Utara sudah dikonversi jadi perkebunan sawit skala besar," katanya.
Pada 2012, lanjut Jefry, berdasarkan citra satelit kawasan tersebut masih memiliki vegetasi yang rapat, tetapi sekarang sudah berganti dengan tanaman sawit.
"Dulu warga sempat menolak hadirnya perkebunan sawit skala besar tersebut, namun tingginya potensi konflik, sebagian warga yang masih menolak dipaksa pasrah dengan ekspansi sawit tersebut," katanya.
Jefry berharap, tata kelola perkebunan sawit harus dievaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan ketentuan lingkungan hidup. Menurut Jefry, seharusnya tidak ada lagi izin baru perkebunan sawit, berdasarkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
SHARE