Kala Pertambangan Nikel Beroperasi di Wawonii

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Jumat, 09 Juni 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Sejak pertambangan nikel beroperasi, kondisi lingkungan dan sosial warga di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sulteng), khususnya di Roko-Roko Raya, Kecamatan Wawaoni Tenggara, berubah ke arah negatif. Selain sumber air bersih yang tercemar, kondisi sosial warga sejumlah desa juga jadi buruk akibat munculnya pro dan kontra terhadap perusahaan.

Warga Roko-Roko Raya tentu saja tidak berdiam diri atas memburuknya kondisi lingkungan pasca-operasi tambang. Pada Rabu (7/6/2023) kemarin misalnya, puluhan warga yang tergabung dalam Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FSBW) melakukan aksi di Kantor DPRD Konawe Kepulauan.

Warga yang sebagian besar adalah ibu-ibu rumah tangga itu memprotes pencemaran sumber air bersih warga di Roko-Roko Raya, yang diduga akibat operasi tambang nikel di Kecamatan Wawonii Tenggara. Aksi damai warga itu tidak berjalan mulus awalnya. Sebab setibanya di DPRD, sekitar pukul 11.00 Wita, warga tidak diizinkan masuk ke area DPRD.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menghadang masa aksi dengan berbaris menutupi gerbang DPRD, mengakibatkan terjadinya saling dorong antara warga dan personel Satpol PP. Butuh waktu sekitar satu jam untuk massa aksi dapat menerobos pagar pengamanan.

Warga dan Pemerintah Desa Dompo-Dompo, Kecamatan Wawonii Tenggara menutup akses jalan bagi perusahaan tambang niktel PT GKP. Foto: Istimewa.

Dalam aksi itu, warga menyampaikan beberapa poin tuntutan, yakni menuntut kegiatan tambang di Pulau Wawoni'i dihentikan, mengusut dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan pihak perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Kemudian, mendesak negara bertanggung jawab melindungi pulau kecil Wawoni'i beserta masyarakatnya, dan mendesak Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan dan DPRD untuk segera mencabut alokasi ruang tambang di Pulau Wawoni’i dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berdasarkan Putusan MA No: 57/P/HUM/2022.

Aksi ini adalah kali kedua yang dilakukan warga Roko-Roko Raya--sebutan untuk lima desa yang sebelumnya tergabung dalam Desa Roko-Roko sebelum terjadi pemekaran. Pada 5 Juni 2021, warga telah melakukan unjuk rasa dan telah dijanjikan untuk diadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Namun janji itu diingkari.

"DPRD sendiri yang belum melakukan RDP itu bersama Pemda. Infonya terbaru, katanya Jumat besok baru mereka lakukan RDP itu bersama Pemda dan Pihak GKP, dan yang mediasi semua itu DPRD," kata Yamir, salah seorang warga Roko-Roko Raya, Kamis (8/6/2023).

Puluhan warga yang tergabung dalam Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FSBW) melakukan aksi di Kantor DPRD Konawe Kepulauan, Rabu (7/6/2023). Foto: Istimewa

Keesokan harinya (8/6/2023), aksi lainnya digelar di Desa Dompo-Dompo. Kali ini dilakukan justru oleh pemerintah desa setempat. Aksi dimaksud berupa penutupan akses jalan bagi pihak PT GKP, atas dorongan dari warga. Tuntutannya yakni meminta sumber air warga yang diduga tercemar aktivitas tambang perusahaan dipulihkan, selain meminta penyaluran air bersih.

Yamir mengungkapkan, sejak 13 Mei 2023, Sungai Tamo Siu-Siu yang sejak dulu digunakan warga sebagai sumber air bersih, tidak bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, terutama untuk konsumsi. Sebab air sungai itu keruh bercampur lumpur berwarna kuning kecoklatan.

Untuk kebutuhan mandi cuci kakus, kata Yamir, sebagian warga masih bisa menggunakan air sumur dan sungai. Tetapi untuk kebutuhan konsumsi, warga terpaksa harus pergi ke desa-desa tetangga untuk mencari air bersih.

"Sungai ada dua, Roko-Roko dan Tamo Siu-Siu. Roko-Roko belum (rusak kualitasnya). Kalau Tamo Siu-Siu kondisinya kalau dilihat sampai hari ini tim dari Bappeda meninjau lokasi, dia juga bilang tidak bisa digunakan. Warnanya berubah kuning kecoklatan kemerahan," ujar Yamir.

Diakuinya, beberapa waktu belakangan pihak PT GKP menyalurkan air bersih menggunakan truk tangki kepada warga. Akan tetapi, penyaluran air bersih ini justru menimbulkan permasalahan baru. Sebab hanya sebagian warga saja yang mendapatkan air bersih.

"Menimbulkan kecemburuan warga. Sebab ada sebagian warga yang dapat dan ada yang tidak. Ada sebagian orang dalam satu hari dapat air, sebagian lain 2-4 hari belum dapat. Karena itu diserangnya ke pemerintah desa. Sehingga diblokade jalan dan minta penyaluran air ke warga," terang Yamir.

Selain menyalurkan air bersih, lanjut Yamir, PT GKP memang memberikan bantuan pembuatan sumur bor. Tapi, air yang dihasilkan sumur bor debitnya tidaklah mencukupi kebutuhan ratusan warga desa. Sebab, yang Yamir tahu, tiap desa hanya dibuatkan satu sumur bor.

"Sumur bor ini bukan satu solusi. Satu rumah saja yang pakai (sumur) debit air sudah habis. Di satu desa satu titik sumur bor. Sedangkan yang gunakan air semua warga yang terdampak," kata Yamir.

Yamir mengaku sejak kecil hingga dewasa tinggal di Roko-Roko Raya, sehingga ia tahu persis beda kondisi kualitas air Sungai Tamo Siu-Siu dulu dan sekarang. Menurut Yamir, meski terkadang keruh, kekeruhan air Sungai Tamo Siu-Siu sekarang tidak separah sejak perusahaan nikel beroperasi di Pulau Wawonii.

Warga terpaksa menggunakan air sungai yang keruh untuk mandi cuci kakus, namun tidak untuk konsumsi. Foto: Istimewa.

Masih kata Yamir, tak hanya mengubah kualitas sumber air bersih, masuknya perusahaan tambang nikel ke Wawonii juga telah membuat banyak warga di sejumlah desa terpecah belah. Sebagian warga pro terhadap perusahaan, sebagian lainnya kontra atau menolak. Bahkan, pro-kontra ini telah membuat banyak keluarga bertengkar hingga tidak saling sapa.

"Bahkan ada anaknya pro, orang tuanya kontra. Tidak baku omong lagi. Ini memang kejadian riil. Bahkan ironis, ada beberapa waktu yang lalu, adik kakak kandung tidak mengakui saudara. Saudara yang pro tidak mengakui saudara kandungnya yang kontra. Karena yang kontra ini tidak mau menjual tanah warisan ke perusahaan," kata Yamir.

Tak sampai di situ saja. Beberapa keluarga besar juga menjadi putus silaturahmi, bahkan pada momen lebaran yang lalu, tradisi sungkem atau berkunjung dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga yang lain, yang biasa dilakukan di kampung, tidak terjadi.

"Sekarang sudah renggang dari kondisi sebelumnya. Sudah tidak pernah sungkem. Bahkan acara pesta atau kedukaan juga tidak mau saling datang (antara yang pro dan kontra). Ada juga kalau yang pro mau belanja, dia harus belanjanya di warung warga yang juga pro. Yang kontra juga begitu," ungkap Yamir.

Sebelumnya, Manager Strategic Communication PT GKP, Alexander Lieman, membantah tuduhan dugaan pencemaran sumber air warga oleh aktivitas pertambangan PT GKP. Alexander mengatakan pihaknya telah melakukan pengecekan objektif lapangan.

Alexander menjelaskan, perusahaan telah melakukan komunikasi dan bersama-sama melakukan pengecekan di lapangan bersama pihak desa, serta pihak pemerintah terkait, termasuk pembina dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Menurut Alexander, keruhnya sumber air di dua desa (Desa Sukarela Jaya dan Desa Dompo-Dompo) di Wawonii Tenggara disebabkan karena intensitas curah hujan yang sangat deras, sehingga lapisan tanah permukaan turut terbawa ke aliran sungai.

"Bahkan menurut warga sekitar, kejadian seperti ini bukan kali pertamanya terjadi di Wawonii. Apabila hujan sangat deras, kondisi sumber mata air warga akan menjadi keruh," kata Alexander dalam pernyataan resminya, Senin (5/6/2023).

Alexander juga menyebut pihaknya memberikan bantuan distribusi air bersih ke desa terdampak menggunakan beberapa water truck dengan kapasitas 5 ribu liter dan 8 ribu liter. Disebutkan, penyaluran air bersih ini akan terus dilakukan sampai kondisi air kembali normal.

Selain itu, Alexander bilang, PT GKP juga membantu membersihkan bak penampungan air warga di Desa Sukarela Jaya dan Desa Dompo-Dompo, dan membantu membuatkan 2 sumur bor dan tandon penampungan air sebagai alternatif pengganti suplai air bersih ke rumah warga.

SHARE