Perubahan Iklim Disebut Musabab 17 Kematian di Everest
Penulis : Kennial Laia
Perubahan Iklim
Rabu, 31 Mei 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Para ahli mengatakan tahun 2023 kemungkinan akan menjadi paling mematikan yang pernah tercatat di Gunung Everest. Hingga saat ini kematian tercatat hingga 17 orang. Cuaca tidak menentu akibat perubahan iklim disebut sebagai salah satu alasan utama.
Menurut Database Himalaya, yang melacak korban jiwa di gunung, sebanyak 12 orang terkonfirmasi tewas saat musim ekspedisi di Everest tahun ini. Lima lainnya hilang, diduga tewas, karena tidak ada kontak yang dilakukan setidaknya selama lima hari.
Angka tersebut dikonfirmasi oleh Yuba Raj Khatiwada, direktur departemen pariwisata Nepal. “Secara keseluruhan tahun ini kami kehilangan 17 orang di gunung musim ini,” kata Khatiwada, dikutip Guardian, Selasa, 30 Mei 2023.
“Penyebab utamanya adalah perubahan cuaca. Musim ini kondisi cuaca tidak mendukung, sangat bervariasi. Perubahan iklim berdampak besar di pegunungan,” tambahnya.
Ini menjadikan tahun ini salah satu yang terburuk dalam catatan kematian di Everest. Fatalitas itu hanya dapat ditandingi oleh peristiwa tahun 2014. Saat itu 17 orang meninggal, mayoritas sherpa lokal, yang tewas dalam longsoran salju. Rata-rata, antara lima dan 10 orang meninggal di Everest setiap tahun, tetapi jumlah tersebut melonjak beberapa tahun terakhir.
Di antara mereka yang kehilangan nyawa saat mendaki Everest tahun ini adalah Jason Kennison, seorang mekanik berusia 40 tahun dari Australia, seorang dokter Kanada, Pieter Swart, dan tiga Sherpa Nepal yang meninggal dalam longsoran salju di bulan April.
Mereka yang masih hilang termasuk pendaki solo Hongaria Suhajda Szilárd, yang mendaki gunung tanpa pemandu sherpa atau oksigen tambahan, dan seorang pendaki India-Singapura yang dikhawatirkan terjatuh dari gunung.
Pada 2019, terjadi 11 kematian di Everest. Penyebabnya adalah jalur pendakian ke puncak yang terlalu ramai, sehingga pendaki bergerak sangat lambat.
Pemerintah Nepal telah dikritik karena mengeluarkan 479 izin tahun ini, jumlah tertinggi yang pernah ada. Biaya untuk perizinan ke Everest adalah £12.000. Ini menjadi pendapatan utama bagi Nepal, negara kecil yang kekurangan uang, dan pemerintah enggan untuk mengurangi jumlahnya.
Khatiwada membantah bahwa jumlah tersebut terlalu banyak. Menurutnya, angka yang tinggi tahun ini karena jendela pendakian dibuka lebih awal dan musim pendakian lebih panjang dari biasanya, sehingga tidak ada kepadatan.
Sementara itu Ang Norbu Sherpa, presiden Asosiasi Pemandu Gunung Nasional Nepal, mengatakan "terlalu banyak" izin yang dikeluarkan dan hal itu memberikan tekanan lingkungan pada gunung tersebut.
“Pola pendakiannya sudah berubah, dulu yang naik adalah pendaki tangguh. Tapi sekarang banyak pendaki pemula yang ingin mencapai puncak Everest,” ujar Sherpa.
Para ahli dan pendaki terkenal telah memperingatkan bahwa Everest, yang memiliki ketinggian 8.848 meter, sekarang dipandang sebagai "tujuan wisata" dan taman bermain bagi orang kaya yang mencari sensasi. Mereka yang memiliki sedikit pengalaman mendaki di ketinggian bahkan yang bersedia membayar di atas £ 48.000 untuk dipandu ke puncak.
Selain itu ada kekhawatiran bahwa peningkatan aktivitas manusia di base camp Everest, yang terletak di gletser Khumbu, membuatnya tidak stabil dan tidak aman. Ini diduga memperburuk kondisi berbahaya yang dipciu pemanasan global. Menurut survei baru-baru ini, gletser Everest telah kehilangan es setara 2.000 tahun hanya dalam 30 tahun terakhir.
Untuk memenuhi permintaan lebih dari 400 pendaki setiap tahunnya, sekitar 1.500 orang akan datang ke base camp selama musim tersebut, di mana terdapat fasilitas mewah seperti pijat dan hiburan malam. Helikopter juga sekarang menjadi cara umum untuk mencapai base camp.
Tingginya jumlah pendaki juga memperparah banyaknya sampah yang berserakan di Everest. Meskipun situasinya sedikit membaik sejak diperkenalkannya “deposit sampah” senilai £3.200, yang hanya dikembalikan jika mereka membawa kembali 8 kg sampah, pemandu lokal mengatakan bahwa gunung tersebut masih dipenuhi sampah, terutama plastik, pada setiap akhir musim.
SHARE