Penurunan Fungsi HL Bukit Sanggul, Karpet Merah bagi Tambang Emas
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Minggu, 22 Januari 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Seluas 45.397,54 hektare atau setara dengan 61 persen Kawasan Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul diusulkan untuk dilakukan perubahan fungsi oleh Bupati Seluma melalui Gubernur Bengkulu kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui surat Nomor 522/953/DLHK/2021. Usulan ini akan mengancam fungsi penting kawasan dan semakin membuka luas pintu kerusakan terhadap kawasan hutan tersebut.
Direktur Yayasan Genesis Bengkulu, Egi Saputra menguraikan, HL Bukit Sanggul memiliki total luas sekitar 74.152,51 hektare. Berdasarkan fungsinya, hutan ini memiliki peran penting sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Kawasan ini menjadi hulu dari 10 sungai besar yang membentuk 7 Daerah Aliran Sungai (DAS), di antaranya DAS Kungkai, DAS Seluma, DAS Talo, DAS Alas, DAS Maras, DAS Selali dan DAS Pino. Selain itu juga menjadi sumber pengairan bagi 9.738,85 hektare areal persawahan.
Hutan ini memiliki ketinggian yang cukup tinggi. Berdasarkan data ketinggian dan kelerengan Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia menyebutkan, hutan ini memiliki ketinggian dari 200 mdpl-1.800 mdpl dengan tingkat kelerengan didominasi dari 25 persen hingga 45 persen atau sama dengan kelas kelerengan curam hingga sangat curam. Karenanya HL Bukit Sanggul rawan akan bencana banjir bandang dan tanah longsor.
"Namun faktanya saat ini, sebesar 56 persen HL Bukit Sanggul telah di kaveling untuk kepentingan dua perusahaan pertambangan emas yakni PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM) seluas 29.736,21 hektare dan PT Perisai Prima Utama seluas 12.102,32 hektare. Kedua perusahaan hingga saat ini belum dapat melakukan aktivitas penambangan emas akibat wilayah izin mereka yang berada di kawasan hutan lindung," terang Egi, Rabu (18/1/2023).
Tetapi saat ini, lanjut Egi, seluas 45.397,54 hektare HL Bukit Sanggul diusulkan oleh Pemerintah Bengkulu kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk diturunkan fungsinya. Usulan ini akan menjadi karpet merah bagi PT ESDM dan PT PPU untuk mendapatkan izin menambang pada kawasan hutan tersebut.
Padahal secara tutupan lahan berdasarkan data Map Biomas Indonesia menyebutkan, seluas 66.557,40 hektare atau setara dengan 90 persen HL Bukit Sanggul masih berupa tutupan hutan alami. Tidak seharusnya hutan ini dilakukan penurunan fungsi. Ditambah lagi dengan fungsi ekologis, ketinggian wilayah hingga kelas kelerengan kawasan, penurunan fungsi kawasan hutan ini hanya akan membuka pintu percepatan kerusakan dan ancaman aktivitas alih fungsi lahan hingga pertambangan.
Kondisi ini akan mendekatkan masyarakat 17 kecamatan Kabupaten Seluma (Kecamatan Semidang Alas Maras, Ilir Talo, Talo Kecil, Talo, Seluma Selatan, Seluma Timur, Seluma, Seluma, Seluma Barat, Semidang Alas, Ulu Talo, Air Periukan, Sukaraja, Seluma Utara, Lubuk Sandi) dan masyarakat 3 kecamatan Kabupaten Bengkulu Selatan (Kecamatan Pino, Ulu Manna, Pinoraya) dengan bencana alam ekologis, sosial hingga ekonomi.
Egi menyebut, penurunan fungsi kawasan HL Bukit Sanggul lebih kental ke arah kepentingan pertambangan emas ketimbang untuk kesejahteraan masyarakat. Kondisi tutupan lahan, ketinggian dan kelerengan kawasan, menjadikan rencana usulan ini tidak tepat dilakukan.
"Mereka PT ESDM dan PT PPU sejak lama mengincar izin operasi produksi pada wilayah tersebut, namun terhalang oleh aturan karena hutan tersebut memiliki fungsi lindung sehingga mereka tidak leluasa untuk menambang. Namun, momen revisi kawasan hutan Bengkulu ini akan menjadi kendaraan mereka untuk memenuhi hasrat menambang di kawasan HL Bukit Sanggul,” kata Egi.
SHARE