Perppu Cipta Kerja Dinilai Siasat Amankan Kepentingan Taipan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Rabu, 11 Januari 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pasca-Mahkaham Konstitusi (MK) memutuskan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, menunjukkan watak kekuasaan rezim yang culas, dikendalikan pebisnis dan masa bodoh dengan gelombang protes penolakan rakyat.
"Penerbitan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember lalu itu, adalah contoh nyata soal bagaimana rezim Joko Widodo yang lihai memanfaatkan kekuasaan politik untuk kepentingan pebisnis di satu sisi, dan secara sistematis mempersempit ruang gerak warga yang mempertahankan hak atas ruang hidupnya di sisi yang lain," kata M. Jamil, Kepala Divisi Hukum Jatam, dalam pernyataan resminya, Senin (9/1/2023).
Setelah membaca dan mencermati isi Perppu No. 2 Tahun 2022, lanjut Jamil, termasuk menyandingkannya dengan UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, UU Minerba No. 3 Tahun 2020, dan UU Panas Bumi serta Ketenaganukliran, Jatam mencatat beberapa poin temuan.
Pertama, kosakata Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) digunakan oleh Presiden Jokowi sebagai slogan populis untuk mengatasi ancaman krisis, cipta lapangan kerja, dan juga seolah-olah Presiden telah melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 yang sebelumnya dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat.
Kedua, Perppu No. 2 Tahun 2022 secara umum wataknya masih sama, hampir tak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020. Yang mana terjadi sentralisasi perizinan ke pemerintah pusat, serta mempertahankan siasat-siasat licik menaklukkan ruang, melalui Proyek Strategis Nasional (PSN), Kawasan Industri (KI), Kawasan Strategis Nasional (KSN), dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Ketiga, pada sektor pertambangan batu bara berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen) yang diatur sebelumnya dalam UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, misalnya, justru diperkuat dalam Perppu No. 2 Tahun 2022 Pasal 39 yang menyisipkan Pasal 128A Ayat (2) halaman 221, dengan menambah kata IUP dan IUPK.
Melalui pasal ini, perusahaan yang melakukan hilirisasi jelas menangguk untung. Dari 11 perusahaan tambang yang berkomitmen untuk melakukan hilirisasi batu bara, tujuh di antaranya berkomitmen untuk melakukan proyek gasifikasi batu bara dengan produk akhir dymethyl ether (DME) dan methanol.
"Ketujuh perusahaan itu adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Kaltim Nusantara Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Indonesia, dan PT Berau Coal. Proyek gasifikasi dari tujuh perusahaan itu ditaksir membutuhkan pasokan batu bara mencapai 19,17 juta ton setiap tahunnya."
Sisanya, PT Multi Harapan Utama, PT Kideco Jaya Agung, PT Megah Energi, dan PT Thriveni mengolah produk seperti semi kokas dan briket batu bara. Kini, tiga perusahaan itu sudah berproduksi secara komersial.
Keempat, memberi ruang bagi korporasi untuk menambang di laut hingga laut dalam (Pasal 47A huruf k), dan juga diperbolehkan untuk melakukan dumping (Pasal 47A huruf p), halaman 65.
Klausul ini memberi kemudahan bagi korporasi tambang yang tengah mengajukan proyek Deep Sea Tailing Placement (DSTP) di perairan Morowali, Sulawesi Tengah dan Pulau Obi, Maluku Utara. Sejumlah perusahaan itu, antara lain PT QMB New Energy Material, PT Sulawesi Cahaya Mineral, dan PT Huayue Nickel Cobalt yang terafiliasi dengan PT IWIP di Morowali dan PT Trimegah Bangun Persada di Pulau Obi.
Kelima, melalui Pasal 43 Perppu No. 2 Tahun 2022 ini, seluruh perizinan terkait tenaga nuklir diambil alih oleh pemerintah pusat. Hal ini memuluskan jalan bagi pemerintah yang ngotot mengembangkan pembangkit energi dari nuklir.
Keenam, di Perppu No. 2 Tahun 2022, Pasal 41 yang mengubah Pasal 5 halaman 229 (UU Panas Bumi) justru melanggengkan perambahan kawasan hutan lindung, hutan konservasi, kawasan konservasi di perairan dan wilayah laut lebih dari 12 mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas di seluruh Indonesia.
Ketujuh, Perppu No. 2 Tahun 2022 juga tetap mempertahankan dan memperkuat pasal-pasal yang membuka kriminalisasi bagi rakyat. Pasal-pasal tersebut yakni:
- Sektor Minerba, dalam Perppu No. 2 Tahun 2022, termuat dalam Pasal 39 yang mengubah Pasal 162 UU Minerba pada halaman 222, rakyat mempertahankan ruang hidupnya diancam pidana 1 tahun dan denda Rp100 juta.
- Sektor Panas Bumi, Perppu No. 2 Tahun 2022, ancaman sanksi bagi warga yang mempertahankan ruang hidupnya ancaman sanksinya ditingkatkan dari 1 tahun menjadi 7 tahun. Lalu ancaman dendanya ditingkatkan dari Rp100 juta menjadi Rp70 miliar.
"Dengan demikian, klaim pemerintah bahwa penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 sebagai upaya antisipasi atas ancaman inflasi ekonomi atau resesi global, adalah omong kosong. Sebaliknya, penerbitan Perppu ini justru seolah terlihat sebagai langkah mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberi jaminan hukum bagi keamanan dan keberlanjutan investasi para pebisnis sebelum mengakhiri kekuasaan politiknya pada awal 2024 mendatang," urai Jamil.
SHARE