Spesies Baru Anggrek Ditemukan di Raja Ampat, Papua Barat

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Minggu, 18 Desember 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Para peneliti menemukan dan mendeskripsikan spesies baru anggrek di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Anggrek jenis baru ini dinamakan Dendrobium lancilabium J.J.Sm subsp.wuryae--yang terinspirasi dari nama istri Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Wury Estu Handayani.

Salah seorang peneliti dari Universitas Papua (Unipa), Jimmy Frans Wanma mengatakan, anggrek jenis baru ini ditemukan oleh 6 peneliti dalam ekspedisi selama satu pekan di Pegunungan Nok, di Pulau Waigeo, Raja Ampat. Temuan spesies baru anggrek ini diterbitkan di Orchideen Journal, pada 13 Desember 2022 kemarin. Temuan ini menambah daftar kekayaan jenis anggrek yang ada di Indonesia, bahkan Dunia.

Jimmy menjelaskan, masyarakat sekitar Gunung Nok tidak mengetahui jenis anggrek yang ditemukan para peneliti itu, bahkan kebanyakan masyarakat masih menganggap semua anggrek adalah sama.

Spesies anggrek baru itu, lanjut Jimmy, ditemukan di ketinggian 100-300 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan pengembangbiakan anggrek tersebut bisa saja dilakukan, namun sulit untuk dikeluarkan atau dibawa ke tempat penangkaran dari tempat spesies anggrek itu ditemukan.

Subspesies baru Dendrobium lancilabium J.J.Sm subsp.wuryae (Orchidaceae) dari Pulau Waigeo, Raja Ampat, Indonesia./Foto: Yanuar Ishaq Dwi Cahyo/Orchideen Journal

"Kalau pun mau dikembangkan harus ditangkar di tempat ketinggian yang setidaknya sama termasuk habitatnya. Sedangkan seperti kita tahu, ini akan sulit dilakukan karena banyak aturan mengenai pemindahan tumbuhan yang harus dilengkapi apalagi kawasan tempat tumbuhnya anggrek ini adalah kawasan konservasi," kata Jimmy, Rabu (14/12/2022), dikutip dari Antara.

Saat ditemukan, anggrek ini sedang dalam masa berbunga sehingga mudah dikenali. Dia menyatakan ragu untuk menemukan spesies baru itu apabila anggrek ini tidak dalam masa berbunga.

"Menurut kami sementara waktu ini spesies anggrek ini sangat terancam karena hanya ada di sekitar Gunung Nok tersebut dan tidak ada di wilayah lain."

Tim bersyukur para peneliti giat untuk berusaha dalam mengeksplorasi berbagai macam potensi tanaman, khususnya anggrek di Tanah Papua. Sebab akses menuju lokasi ekspedisi itu diakuinya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Jimmy bilang, dalam ekspedisi tersebut peneliti menemukan berbagai macam jenis anggrek tetapi kebanyakan telah ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh para peneliti pendahulu.

"Sedangkan yang kita temukan ini yang kita proses dan kita publikasikan hasil penelitiannya ke jurnal," ujarnya.

Penelitian itu ditulis Jimmy bersama Hairul dan Jimmy Oru dari Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Papua Barat, Yanuar Ishak dan Christian Maurits Kaviar dari FFI serta Muhammad Hasibuan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam di Sorong.

Pihaknya juga berencana akan menyerahkan hasil temuan ini kepada Wury Estu Handayani yang dinilai berperan besar dalam penelitian flora di Indonesia, khususnya tanaman anggrek.

Jimmy menjelaskan, sebelum melakukan penelitian dan eksplorasi, anggrek itu sempat terpotret dan dilaporkan ke para peneliti anggrek di Inggris. Para peneliti di Inggris mengungkapkan, anggrek yang ada dalam foto itu sebelumnya pernah tercatat dalam publikasi perjalanan Alfred Russel Wallace pada sekitar abad 19 dalam buku Kepulauan Nusantara yang dalam publikasi berbahasa Indonesia diterbitkan Komunitas Bambu.

Kepala Sub Bidang Diseminasi Kelitbangan Badan Riset Inovasi Daerah Papua Barat Ezrom Batorinding menyebut pihaknya mengkoordinir seluruh kegiatan penelitian para mitra pembangunan dari berbagai LSM. Saat peneliti mendapatkan dan memotret anggrek yang dimaksud pada 2020 lalu, pihaknya sempat membuat spesimen kering untuk didiskusikan di Kabupaten Manokwari.

Hasil penelitian kemudian dicermati lebih jauh pada pertengahan 2022 untuk memastikan jenis atau temuan baru anggrek Dendrobium wuryae serta melibatkan peneliti dari Royal Botani Garden Kew yang berbasis di Inggris.

"Kita sudah bandingkan dengan spesimen lain yang tersimpan di herbarium di Inggris dan catatan-catatan herbarium lain yang mirip tetapi setelah kita cermati, ternyata ini jenisnya sangat beda dan baru," kata Ezrom Batorinding.

SHARE