Lingkungan Hidup yang Baik dan Bersih adalah Hak Asasi!
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
HAM
Senin, 12 Desember 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM), 10 Desember 2022, diperingati di seluruh dunia. Meski sering diabaikan, lingkungan hidup yang baik dan bersih juga merupakan hak asasi bagi manusia.
Di Bengkulu, sejumlah kecil masyarakat sipil yang tergabung dalam Posko Lentera Teluk Sepang, membentangkan spanduk di jalan Teluk Sepang, yang setiap harinya dilalui oleh truk batu bara, dan di area PLTU batu bara. Aksi ini digelar lantaran di sana lingkungan yang baik dan bersih, yang merupakan hak asasi tiap warga negara Indonesia, dilanggar.
Di Indonesia, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan, hak asasi adalah hak dasar yang secara kodrati melekat pada manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh di abaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Secara spesfik Pasal 9 undang-undang tersebut menyebut, ayat (1) setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Ayat (2) setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Lebih spesifik pada ayat (3), setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Seperti diketahui, saat ini iklim dunia sedang tidak baik-baik saja, terlihat dari suhu bumi yang semakin meningkat dan bencana alam terjadi diseluruh penjuru Indonesia. Faktor utamanya adalah meningkatnya gas rumah kaca yang diakibatkan oleh aktivitas manusia.
Menurut data NASA Amerika Serikat, tingkat konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer global telah mencapai angka 417,6 ppm sedangkan ambang batas emisi karbon yaitu 350 ppm. Penyumbang terbesar emisi karbon adalah pembakaran bahan bakar fosil, batu bara menyumbang sebesar sebanyak 42 persen di udara.
Di Bengkulu, salah satu penyumbang emisi karbon adalah aktivitas eksploitasi batu bara. Menjadi pemandangan sehari-hari di Teluk Sepang yaitu lalu lalang truk batu bara mengakibatkan jalan berlubang dan berdebu pekat.
Sedangkan jalan tersebut merupakan jalan utama yang saat ini digunakan oleh masyarakat Teluk Sepang, setiap hari masyarakat dihantui oleh ancaman kecelakaan lalu lintas dan sakit pernafasan hingga penyakit mematikan lainnya.
Kemudian batu bara ditumpuk di stockpile. Fakta di lapangan, pengelolaan stockpile belum mengindahkan kaidah keselamatan lingkungan. Batu bara ditumpuk hingga menggunung, berceceran di jalan dan tepi pantai serta debu berterbangan.
Tidak hanya itu, tumpukan-tumpukan batu bara tersebut tidak memiliki penutup, tidak ada tempat penampungan limbah/buangan air drainase stockpile serta penanganan limbah batu bara.
Lalu batu bara dibakar di PLTU batu bara Teluk Sepang. Berdasarkan dokumen Andal PT Tenaga Listrik Bengkulu, pemilik PLTU batu bara, sebanyak 2.732,4 ton/hari batu bara dibakar dan menghasilkan abu terbang 341,52 ton/hari. Ada 700 kg/hari abu beracun dipastikan keluar dari cerobong PLTU setiap harinya. Senyawa beracun (SOx, NOx, PM2. 5 dan senyawa lainnya) mencemari udara Teluk Sepang Bengkulu dan sekitarnya.
Dampak dari pengelolaan lingkungan yang serampangan ini telah berdampak pada kesehatan masyarakat. Terbukti pada Oktober 2022 terdata sebanyak 39 orang terjangkit penyakit kulit dan sebanyak 21 orang penderita adalah anak-anak.
Pada 30 Oktober 2022 di Posko Lentera bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Puskesmas Induk Padang Serai dan mahasiswa kesehatan melakukan pemeriksaan dan pengobatan kepada penderita.
Menurut Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bengkulu, Nelli Hartati, penyebab penyakit kulit yang dialami warga Teluk Sepang adalah lingkungan yang kotor dan kemungkinan besar juga dipengaruhi oleh keberadaan batu bara.
Penanggung jawab Posko Lentera, Harianto mengatakan lingkungan yang baik dan sehat adalah bagian dari HAM seperti yang termaktub dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, sehingga memperjuangkan keadilan lingkungan yang baik dan sehat juga adalah dalam rangka memperjuangkan HAM.
“Udara dan ruang hidup yang baik dan sehat adalah hak kita sebagai manusia, sebagai rakyat. Batu bara telah meracuni udara, tanah dan juga laut sehingga berdampak bagi ekonomi, kesehatan dan sosial masyarakat Teluk Sepang. Sebagai manusia kita harus menuntut hak yang telah dirampas oleh oligarki dari kita,” kata Harianto, dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (10/12/2022).
Manager Kampanye Anti Tambang Kanopi Hijau Indonesia, Hosani Hutapea menambahkan, saat ini pemerintah abai dengan kerusakan lingkungan serta pelanggaran yang ada di depan mata. Kerusakan lingkungan dan pencemaran yang terjadi tidak ditindak tegas.
Kegagalan atau pembiaran dari pemerintah menjamin hak rakyat atas lingkungan yang sehat telah melanggar HAM, karena sesuai dengan Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999, menyatakan, setiap orang berhak atas lingkungan yang baik dan sehat.
"Karena itu masyarakat sipil mendesak pemerintah mempercepat transisi energi dengan menutup PLTU batu bara di Indonesia, termasuk di Sumatera, salah satunya PLTU batu bara Teluk Sepang Bengkulu dan mengganti sumber energi yang bersih, adil dan berkelanjutan sebagai bentuk pemenuhan HAM kepada rakyat Indonesia," kata Hosani.
SHARE