Lebih dari 20 Ribu Meninggal di Eropa Barat akibat Panas Ekstrem
Penulis : Kennial Laia
Perubahan Iklim
Senin, 28 November 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Lebih dari 20.000 orang meninggal di seluruh Eropa barat dalam gelombang panas musim panas tahun ini. Hal ini terjadi akibat suhu yang hampir tidak mungkin terjadi tanpa kerusakan iklim, menurut data terbaru.
Para ilmuwan melakukan analisis kelebihan kematian serta perbedaan antara jumlah kematian yang terjadi dan yang diharapkan berdasarkan tren sejarah. Hasilnya mengungkap adanya ancaman yang ditimbulkan oleh pemanasan global akibat perubahan iklim.
Musim panas di Eropa tahun ini melebihi suhu 40C. Area di barat daya Prancis mencapai 42C dan London di atas 40C. Seville dan Cordoba di Spanyol mencapai rekor 44C. Analisis dari kelompok ilmuwan di World Weather Attribution menemukan bahwa suhu sehingg itu “hampir mustahil” terjadi tanpa krisis iklim.
Inggris dan Wales mencatat 3.271 kematian berlebih yang tercatat antara 1 Juni dan 7 September, menurut kantor statistik nasional. Angka ini 6,2% lebih tinggi dari rata-rata lima tahunnya.
Analisis tersebut tidak secara khusus memperkirakan kematian terkait panas. Tetapi jumlah kematian rata-rata lebih tinggi untuk hari-hari periode panas daripada hari-hari tanpa periode panas. Kematian akibat Covid-19 tidak termasuk dalam figur ini.
Di Prancis, terdapat 10.420 kematian berlebih yang dilaporkan selama bulan-bulan musim panas, menurut data yang dirilis oleh Sante Publique France, badan kesehatan pemerintah.
Satu dari empat kematian ini, atau 2.816, terjadi selama salah satu dari tiga gelombang panas hebat yang melanda negara itu. Kelebihan kematian adalah 20% lebih tinggi di daerah di mana peringatan merah suhu ekstrim telah dikeluarkan.
Di Spanyol, Institut Kesehatan Carlos III yang didukung negara memperkirakan ada 4.655 kematian akibat panas antara Juni dan Agustus.
Robert Koch Institute, badan kesehatan pemerintah Jerman, memperkirakan 4.500 orang meninggal di negara itu selama bulan-bulan musim panas khususnya karena suhu ekstrem.
Dr Friederike Otto, dosen senior ilmu iklim di Institut Perubahan Iklim dan Lingkungan Grantham, Imperial College London, menyebut Gelombang panas sebagai salah satu ancaman terbesar yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Suhu tinggi bertanggung jawab atas ribuan kematian di seluruh dunia setiap tahun, banyak di antaranya tidak dilaporkan.
“Namun terlepas dari bukti yang luar biasa ini, masih sedikit kesadaran publik akan bahaya suhu ekstrem yang hadir bagi kesehatan manusia,” kata Otto, dikutip dari Guardian.
Hal ini didukung oleh data. Menurut layanan perubahan iklim Uni Eropa, Copernicus, musim panas tahun 2022 mencatat rekor terpanas.
Dr Eunice Lo, seorang peneliti perubahan iklim dan kesehatan di University of Bristol, mengatakan: “Gelombang panas menjadi lebih sering dan intens saat dunia menghangat. Jadi kita dapat mengharapkan gelombang panas yang lebih banyak dan lebih panas di masa depan.
“Para ilmuwan telah mengaitkan banyak gelombang panas di masa lalu dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Ini berarti bahwa gelombang panas yang teramati menjadi lebih mungkin terjadi atau lebih intens karena emisi gas rumah kaca dari manusia.”
Pemanasan global disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, perusakan hutan dan aktivitas manusia lainnya. Berkaitan dengan hal ini, International Energy Agency pada 2021 menyarankan agar tidak ada pengembangan gas, minyak, atau batu bara baru mulai tahun ini dan seterusnya jika dunia membatasi pemanasan global hingga 1,5C.
Lo mengatakan masyarakat juga perlu beradaptasi dengan panas ekstrem. “Kita… perlu beradaptasi dengan panas dalam jangka panjang. Ini termasuk merancang rumah, sekolah, dan rumah sakit yang memiliki ventilasi yang baik dan mencegah panas berlebih, menambah ruang hijau dan taman di kota, serta membuat peringatan panas dapat diakses oleh semua orang.”
SHARE