KTT G20: Tanpa Komunike dan Adanya Pembungkaman Suara Rakyat
Penulis : Tim Betahita
Perubahan Iklim
Selasa, 15 November 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 yang digelar di Bali dinilai gagal. Kegagalan itu dipicu oleh absennya komunike dan berbagai pembungkaman terhadap gerakan anak muda dan organisasi masyarakat sipil.
“KTT G20 yang digelar di Bali hampir dapat dipastikan 99% gagal. Pasalnya agenda ini tidak menghasilkan komunike atau dokumen yang berisi kesepakatan bersama untuk semua isu yang dibahas,” kata Interim Team Lead 350 Indonesia Firdaus Cahyadi, Senin, 14 November 2022.
Indikasi kegagalan itu, lanjut Firdaus, terlihat sejak pertemuan tingkat menteri negara-negara G20 yang gagal mencapai komunike terkait isu transisi energi. Sebaliknya 350 Indonesia menduga pembicaraan seputar isu tersebut masih menolerir penggunaan energi fosil.
“Salah satu indikator solusi palsu itu adalah masih ditolerirnya penggunaan batu bara dan gas, dengan cara memberikannya label hijau atau ramah lingkungan hidup,” ujarnya.
Menurut Firdaus, indikator lainnya adalah dibungkamnya suara rakyat menjelang KTT. Tahun ini Indonesia memegang presidensi G20, dengan tema “Pulih Bersama dan Lebih Kuat.”
“Bagaimana mungkin akan pulih bersama bila KTT G20 justru membungkam suara rakyat,” tegasnya, “Pembungkaman suara rakyat di KTT G20 akan menjadi sebuah preseden buruk bagi KTT lainnya ke depan, bahkan penyelenggaraan negara secara keseluruhan.”
Sejumlah intimidasi terhadap aktivis lingkungan hidup dan seniman terjadi selama penyelenggaraan KTT G20 di Bali. Menurut catatan 350 Indonesia, terjadi penghentian sebuah diskusi dan lokakarya seni untuk anak muda yang menyoroti krisis iklim di Denpasar pada 6 November 2022,
Tak lama berselang, rombongan pesepeda aktivis Greenpeace Indonesia juga dihadang di Probolinggo dalam perjalanan menuju Bali. Pada 13 November 2022, acara pentas seni yang digelar oleh komunitas di Bali, kembali dibubarkan. Alasannya ada spanduk bertuliskan ‘Dari Polusi ke Solusi’.
Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mengalami intimidasi saat menggelar rapat internal kelembagaan sekaligus gathering di sebuah villa di Sanur pada 7 November 2022. Acara yang awalnya berlangsung lancar tersebut didatangi lima orang yang mengaku petugas desa/pecalang.
Menurut YLBHI, mereka mempertanyakan kegiatan, menanyakan jadwal kepulangan, berulang kali menyampaikan adanya larangan kegiatan apapun selama pertemuan G20, serta meminta YLBHI untuk membuat surat pernyataan dan penjelasan. Setelah dijelaskan mereka pergi dan rapat pun berlanjut.
Sekitar pukul 17.00 WITA, puluhan personel kepolisian yang tidak berseragam bersama petugas desa/pecalang kembali masuk ke dalam villa dan menuduh YLBHI melakukan siaran live.
“Mereka meminta kami untuk menghentikan pertemuan, membubarkan acara, meminta KTP dan hendak melakukan penggeledahan memeriksa seluruh handphone/laptop peserta dan lokasi acara. Permintaan tersebut tidak diberikan karena melanggar hukum dan hak asasi manusia,” jelas YLBHI dalam keterangan tertulis, 14 November 2022.
Menurut YLBHI, aparat berulang kali menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak ada izin dari desa setempat dan sedang menerapkan pembatasan kegiatan di beberapa daerah. YLBHI sudah memeriksa bahwa daerah villa tersebut tidak masuk dalam lokasi pembatasan tersebut. Para staf YLBHI sempat ditahan untuk tidak boleh keluar villa.
Setelah bernegosiasi, sekitar pukul 20.00 WITA, sebagian peserta diperbolehkan keluar kembali ke villa masing-masing sedangkan sebagian lagi harus tinggal di villa. Selama di perjalanan, seluruh kendaraan para peserta dibuntuti beberapa orang yang tidak teridentifikasi. Sementara beberapa orang lainnya mengawasi villa sepanjang malam hingga pagi-siang hari.
YLBHI menduga kuat aparat keamanan menekan petugas-petugas desa dan aksi premanisme sekelompok orang untuk mendatangi dan melakukan tindakan-tindakan di atas. Seluruh tindakan tersebut justru kontraproduktif dengan pernyataan pemerintah yang menyatakan Bali dalam kondisi aman selama G20.
"Oleh karenanya kami mendesak Pemerintah, khususnya kepolisian untuk mengusut seluruh kejahatan, dan tindakan anti demokrasi yang terjadi dalam pembubaran rapat internal dan gathering YLBHI. Selain itu kami juga mendesak agar seluruh pelaku, baik Kepolisian maupun kelompok lainnya ditindak tegas," tulis YLBHI.
SHARE