Negara Kaya Harus Membantu Negara Miskin Terdampak Krisis Iklim

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Kamis, 20 Oktober 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Negara-negara kaya didesak segera membuat rencana untuk membantu negara yang menderita kerusakan akibat cuaca ekstrem. Menurut negara berkembang, hal ini terjadi karena kegagalan mengambil tindakan dini terhadap krisis iklim yang membuat mereka semakin rentan. 

V20 – terdiri atas 20 negara rentan yang menghadapi dampak terburuk dari krisis iklim, dan paling tidak mampu mengatasinya – menetapkan proposalnya pada Senin tentang bagaimana negara kaya harus membayar kerugian dan kerusakan (loss and damage) yang disebabkan oleh krisis iklim.  

Tuntutan ini kemungkinan akan menjadi isu utama pada Konferensi Tingkat Tinggi Iklim PBB COP27, yang dimulai pada 6 November 2022 di Sharm El-Sheikh, Mesir. Kerugian dan kerusakan mengacu pada dampak paling buruk dari kerusakan iklim, seperti angin topan atau banjir besar yang baru-baru ini melanda Pakistan. 

Shauna Aminath, menteri lingkungan Maladewa, mengatakan negara miskin terpaksa membahas loss and damage karena negara terkaya di dunia telah gagal membantu mereka membangun ketahanan terhadap cuaca ekstrem. Misalnya dengan membangun tembok laut atau melestarikan penghalang banjir alami. 

Seorang bocak kecil mengambil air dari genangan di Somalia. Negara tersebut telah menderita kekeringan parah selama lima tahun terakhir. Foto: UNICEF/Sebastian Rich

“Alasan kami bicara tentang kerugian dan kerusakan adalah karena gagalnya pendanaan adaptasi selama bertahun-tahun,” kata Aminath, dikutip Guardian, Senin, 17 Oktober 2022. 

“Janji lama oleh negara-negara kaya untuk menyediakan $100 miliar per tahun pada tahun 2020 dalam pembiayaan iklim kepada negara-negara miskin masih belum terpenuhi, dan sebagian besar uang yang mengalir digunakan untuk proyek-proyek pengurangan emisi di negara-negara berpenghasilan menengah, ketimbang membantu yang termiskin untuk beradaptasi dengan dampak iklim,” jelasnya. 

Aminath menunjuk bahwa negara kaya berhasil mengumpulkan uang untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan membantu Ukraina. “Jadi sangat jelas ini bukan soal kekurangan uang, atau kekurangan teknologi. Masalahnya adalah kurangnya kemauan politik dan penolakan untuk melihat krisis iklim sebagai keadaan darurat.” 

Membantu negara miskin dengan kerugian dan kerusakan yang mereka hadapi juga harus melampaui tanggap bencana standar terhadap dampak langsung cuaca ekstrem, tambah Aminath. Ketika bencana terkait iklim terjadi, seperti angin topan atau banjir, dampaknya tidak hanya kerusakan pada infrastruktur fisik, yang sering menjadi perhatian donor, tetapi juga pada kesejahteraan sosial, termasuk kesehatan dan pendidikan. 

“Ini adalah masalah sosial yang tertinggal setelah para donatur pergi (setelah bencana),” kata Aminath. “Ada juga perpindahan internal, dan masalah yang dihasilkan dengan integrasi sosial, yang sangat penting.” 

Banyak negara telah menghabiskan sebagian besar anggaran untuk perlindungan iklim, yang seharusnya dapat digunakan untuk kesehatan, pendidikan, dan mengangkat orang keluar dari kemiskinan. 

“Setiap diskusi tentang kerugian dan kerusakan harus mengakui dampak sosial ekonomi ini,” kata Aminath. “Perubahan iklim berarti basis fiskal kita menyusut. Ini memengaruhi perlindungan sosial kami.” 

Negara V20 menggarisbawahi bahwa anggota G20 lah yang menghasilkan sekitar 80% emisi gas rumah kaca global. G20 juga merupakan ekonomi terbesar dunia, yang terdiri dari negara maju dan industri yang berkembang pesat.  Sejauh ini, meskipun beberapa negara telah menetapkan target, G20 hanya membuat kemajuan terbatas dalam pengurangan karbon. 

Aminath mengatakan bank pembangunan yang didanai publik, seperti Bank Dunia, harus memainkan peran yang kuat, bersama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) yang menawarkan metode keuangan yang disebut hak penarikan khusus, serta pemerintah G7 dan lainnya. “Kami membutuhkan pendekatan mosaik untuk kehilangan dan kerusakan ini,” katanya.

Aminath mengatakan tidak mungkin masalah kehilangan dan kerusakan akan sepenuhnya diselesaikan di Cop27. Tetapi kemajuan yang kuat dalam masalah ini masih bisa dibuat. “Saya berharap kita dapat mulai memikirkan kerugian dan kerusakan dengan cara yang berarti yang tidak tersesat dalam retorika politik.”

SHARE