Pemberlakuan Pajak Karbon Berpotensi Ditunda Kembali
Penulis : Kennial Laia
Lingkungan
Senin, 27 Juni 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pemerintah menyatakan sedang mempertimbangkan penundaan pemberlakuan pajak karbon. Rencana semula berlaku 1 Juli tahun ini, setelah sebelumnya ditunda pada April lalu.
Ihwal penundaan itu terkait penyusunan peraturan yang belum rampung. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu, pihaknya dan kementerian dan lembaga lainnya masih berupaya mematangkan aturan pendukung implementasi pajak karbon.
“Dengan kondisi saat ini, pemerintah mempertimbangkan untuk me-review kembali pemberlakuan pajak karbon pada 1 Juli 2022 ini,” kata Febrio dalam konferensi pers APBN KITA, Kamis (23/6).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan merupakan payung regulasi pajak karbon, terbit tahun lalu. Peraturan ini mengatur bahwa implementasi kebijakan tersebut berlaku pada 1 April 2022. Kemudian ditunda menjadi 1 Juli 2022. Aturan yang belum rampung berpotensi ditunda kembali.
Febrio mengatakan, aturan turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan harus mempertimbangkan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Ini merupakan komitmen setiap negara dalam Kesepakatan Paris untuk menangani krisis iklim dan menurunkan emisi karbon global.
Selain itu, kesiapan sektor dan kondisi perekonomian juga harus dipertimbangkan. Menurut Febrio, Indonesia perlu mengantisipasi berbagai variabel di tengah gejolak global. Faktor ini termasuk berpengaruh mengapa pajak karbon belum siap untuk diberlakukan.
Namun Febrio mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tetap dikenakan pertama kali dalam kebijakan tersebut.
"Pajak karbon tetap ditargetkan untuk dikenakan pertama kali pada PLTU batu bara dengan mekanisme cap and tax mulai 2022, sesuai amanat undang-undang. Ini akan mendukung mekanisme pasar karbon yang diberlakukan dengan cap and trade yang sudah berlangsung antara PLTU, yang ini sudah dilakukan Kementerian ESDM," ujarnya.
SHARE