AIPOM dan AFJ Desak Pemerintah Larang Perdagangan Monyet

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Selasa, 24 Mei 2022

Editor :

BETAHITA.ID - Gerakan Aksi Peduli Monyet (AIPOM) bersama organisasi perlindungan satwa, Animal Friends Jogja (AFJ), yang tergabung dalam Koalisi Monyet Ekor Panjang, menggelar aksi protes di depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin (23/5/2022).

Aksi tersebut bentuk puncak kegerahan para pemerhati satwa liar terhadap perdagangan ilegal monyet ekor panjang yang marak terjadi di pasar hewan dan secara online, yang terjadi tanpa adanya pengawasan dan tindakan dari pemerintah.

Melalui aksi ini, para pemerhati monyet ekor panjang mendesak pemerintah segera melarang praktik perdagangan monyet di Indonesia. Dalam siaran pers yang diterima, AIPOM menguraikan, saat ini status monyet ekor panjang dalam The International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species (The IUCN Red List) telah masuk dalam golongan vulnerable (rentan).

Meski begitu sampai saat ini belum ada produk hukum di negara ini yang benar-benar kuat untuk melindungi monyet ekor panjang dari perburuan, penganiayaan, dan perdagangan. Bahkan, menurut The IUCN Red List, diprediksi bahwa dalam 36-39 tahun ke depan, populasi monyet ekor panjang akan menurun sebanyak 30 persen.

Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Monyet Ekor Panjang berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Senin (23/5/2022). Mereka mendesak pemerintah segera melarang praktik perdagangan satwa liar monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang marak terjadi di pasar hewan dan secara daring di Indonesia./Foto: Antara/Sigid Kurniawan/wsj.

Aksi protes para pemerhati monyet ekor panjang ini berjalan lancar, dan perwakilan Koalisi Monyet Ekor Panjang diterima pihak Kementerian LHK yang diwakili oleh Biro Humas KLHK, Penegakan Hukum (Gakkum LHK), dan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG).

Menurut Koalisi, pihak KLHK menyambut baik aksi protes tersebut dan menyatakan akan melakukan sosialisasi yang bisa menjangkau masyarakat luas, bahwa perdagangan dan transportasi monyet yang dilakukan di luar pengawasan dan tidak sesuai aturan akan ditindak.

“Belakangan, tren memelihara monyet makin naik. Semakin banyak orang yang memelihara monyet di rumah karena menganggap bayi monyet sangat lucu dan bisa diasuh layaknya bayi manusia,” ujar Angelina Pane, Juru bicara Animal Friends Jogja (AFJ), melalui pernyataan tertulis yang diterima.

Angelina berpendapat, salah besar apabila berpikir bahwa monyet akan tetap lucu dan jinak saat dewasa. Ia menjelaskan, sebagai satwa liar, naluri liar monyet tak akan hilang walau telah dikandangkan dan mendapat perlakuan sebaik apapun. Bahkan, sejak masa pubertas--sekitar usia tiga tahun--monyet akan menunjukkan perilaku yang tidak terduga dan tak terkendali, dan bisa melakukan hal berbahaya, seperti menggigit atau mencakar.

"Kita saat ini dengan mudah bisa menemukan bayi-bayi monyet tanpa induk di pasar hewan. Padahal, di habitat aslinya, monyet hidup dalam kelompok-kelompok sosial," kata Antonio dari Aksi Peduli Monyet (AIPOM).

Kelompok tersebut, lanjut Antonio, sebisa mungkin akan mempertahankan anggotanya, dan karenanya, seringkali induk monyet dibunuh agar bayinya dapat diambil untuk kemudian diperdagangkan sebagai hewan peliharaan maupun jenis eksploitasi lainnya, seperti topeng monyet.

Ini tentu sangat tragis dan mengkhawatirkan. Dalam banyak sekali kasus yang terjadi, monyet peliharaan yang beranjak dewasa dan tidak lucu lagi akan berakhir dengan leher yang terikat rantai atau di kandang dalam kondisi mengenaskan tanpa perawatan yang memadai.

Menurut Reza Maulana, akademisi ilmu lingkungan dan primata, monyet adalah satwa liar yang hidupnya di hutan, bukan hewan peliharaan. Monyet juga dikenal membawa penyakit menular, itu juga alasan monyet bukan peliharaan.

Kalaupun ada wujud pemanfaatan monyet, haruslah dengan tujuan yang penting dan jelas seperti untuk keilmuan. Tentunya dengan peraturan, izin, dan perhitungan oleh ahli. Pemanfaatan diluar kepentingan keilmuan yang terencana dengan baik, bukanlah praktik yang benar.

"Untuk itu kita harus bersama-sama membantu pemerintah, KLHK, BKSDA dalam rangka menghentikan perdagangan satwa liar monyet," kata Reza.

Selain itu, eksploitasi monyet sebagai hewan peliharaan maupun objek hiburan, seperti topeng monyet, menimbulkan masalah serius di masyarakat. Telah banyak muncul berbagai konflik antara manusia dan monyet peliharaan atau eks-peliharaan yang dilepas sembarangan, dan
meresahkan atau bahkan menyerang warga.

Bahaya tak hanya mengintai manusia dewasa, tapi bahkan anak-anak, misalnya saja kasus yang dialami oleh bocah berusia 4 tahun di Palmerah pada 2021 lalu, yang terluka cukup parah akibat diserang oleh monyet peliharaan warga yang lepas. Tak sampai di situ saja, masalah kesehatan tentu tak boleh luput dari perhatian.

“Sebagai sesama mamalia dan primata, monyet dan manusia dapat menularkan zoonosis melalui interaksi jarak dekat. Monyet dapat dengan mudah menularkan parasit dan penyakit berbahaya ke tubuh manusia dan begitu pula sebaliknya,” tambah Antonio, dari Koalisi Aksi Peduli Monyet.

Menurut Antonio, sebaik apapun perlakuan dan perawatan yang diberikan kepada monyet di dalam kandang sebagai hewan peliharaan, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan alamiah fisik dan psikisnya. Monyet, dan primata lainnya, adalah hewan liar yang sangat cerdas dan sosial.

AIPOM bersama AFJ mendesak pemerintah menindak praktik perburuan, penangkapan dan perdagangan monyet yang dilakukan secara ilegal atau tidak sesuai aturan yang berlaku.

SHARE