Laporan PBB: Indikator Kritis Perubahan Iklim Terlewati di 2021
Penulis : Aryo Bhawono
Perubahan Iklim
Kamis, 19 Mei 2022
Editor : Kennial Laia
BETAHITA.ID - Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan indikator kritis dunia atas krisis iklim telah memecahkan rekor pada 2021, yakni naiknya serapan lautan atas panasnya atmosfer akibat emisi yang terperangkap.
Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/ WMO) PBB mengatakan hal ini adalah tanda-tanda yang jelas dari dampak perilaku manusia yang membawa efek jangka panjang. Cuaca ekstrem merupakan bentuk dari darurat iklim ini.
Bencana ini mendatangkan banyak korban jiwa dan menyebabkan kerusakan bernilai ratusan miliar dolar, kata badan tersebut. Kekeringan dan banjir memicu kenaikan harga pangan yang kian parah pada tahun 2022.
Laporan Keadaan Iklim Global WMO pada tahun 2021 juga menemukan tujuh tahun terakhir sebagai rekor terpanas.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebutkan, laporan keadaan iklim ini ibarat doa suram bersahutan yang terjadi berulang atas kegagalan umat manusia untuk mengatasi gangguan iklim. Bahan bakar fosil adalah jalan buntu bagi lingkungan dan ekonomi.
“Satu-satunya masa depan yang berkelanjutan adalah yang terbarukan. Kabar baiknya adalah bahwa garis hidup tepat di depan kita, angin dan matahari sudah tersedia, dan dalam banyak kasus, lebih murah daripada batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Jika kita bertindak bersama, transformasi energi terbarukan dapat menjadi proyek perdamaian abad ke-21,” kata dia seperti dikutip dari The Guardian.
Sekretaris jenderal WMO Prof Petteri Taalas, mengatakan perubahan iklim terjadi di depan mata. Efek gas rumah kaca akan menghangatkan planet ini selama beberapa generasi mendatang. Beberapa gletser telah mencapai titik tidak bisa kembali dan akan berdampak jangka panjang bagi dunia. Selain itu lebih dari 2 miliar orang sudah mengalami kekurangan air.
“Cuaca ekstrem memiliki dampak paling cepat pada kehidupan kita sehari-hari. Kami melihat keadaan darurat kekeringan terjadi di Tanduk Afrika, banjir mematikan baru-baru ini terjadi di Afrika Selatan, dan panas ekstrem di India dan Pakistan. Sistem peringatan dini sangat diperlukan (untuk menyelamatkan nyawa) namun ini hanya tersedia di kurang dari setengah dari 187 negara anggota WMO,” kata dia.
Lautan dunia telah menyerap lebih dari 90 persen panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca dan pada tahun 2021, angka ini memecahkan rekor. Meningkatnya kehangatan di lautan tidak dapat diubah selama rentang waktu berabad-abad hingga ribuan tahun. Sebagian besar lautan mengalami setidaknya satu gelombang panas laut yang kuat pada tahun 2021.
Permukaan laut global juga mencapai rekor tertinggi baru pada tahun 2021. Tingginya telah meningkat 10 cm sejak 1993 dan kenaikannya semakin cepat, didorong oleh pencairan lapisan es dan gletser serta ekspansi termal lautan. Kenaikan itu membahayakan ratusan juta penduduk pesisir, tulis laporan WMO, dan meningkatkan kerusakan yang disebabkan oleh angin topan dan topan.
Hampir seperempat emisi CO2 diserap oleh lautan, tetapi ini menyebabkan lautan menjadi lebih asam. Ini mengancam satwa liar, karang pembentuk cangkang ketahanan pangan, pariwisata, dan perlindungan pantai. Lautan sekarang lebih asam daripada setidaknya selama 26.000 tahun.
SHARE