Laporan Gratifikasi Luhut Soal Papua Ditolak Polisi

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Kamis, 24 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dilaporkan atas dugaan gratifikasi terkait kejahatan ekonomi di Papua. Namun laporan yang menyajikan dokumen penunjang kaitan Luhut dengan tambang di Papua ini ditolak polisi.

Laporan ini diajukan oleh kuasa hukum sembilan lembaga yang membuat riset berjudul ‘Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua Kasus Intan Jaya’. Mereka memberikan dokumen penunjang yang menjadi bukti dugaan gratifikasi dalam praktik tambang di Papua yang melibatkan Luhut. 

“Kami berikan dokumen penunjang dalam laporan ini untuk mendukung bukti dugaan gratifikasi yang melibatkan Luhut Binsar Panjaitan,” ucap Ketua Bidang Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI ketika dihubungi melalui telepon pada Rabu (23/3/2022).

Sembilan lembaga dalam gerakan #BersihkanIndonesia yakni Pusaka Bentara Rakyat, LBH Papua, WALHI Papua, Greenpeace Indonesia, YLBHI, WALHI Nasional, KontraS, JATAM dan Trend Asia. 

Demonstrasi Orang Asli Papua menuntut penghentian perampasan lahan masyarakat adat, di Jakarta, pada 2017. Foto: Kennial Laia/Betahita

Terpisah, Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Wahyu Perdana, mengungkapkan laporan tersebut berisi analisis pengerahan kekuatan militer Indonesia secara ilegal di kawasan pegunungan tengah Provinsi Papua. Hal ini memicu eskalasi konflik bersenjata antara TNI-POLRI dan TPNPB serta kekerasan dan teror terhadap masyarakat. 

Laporan ini menyertai hasil analisis spasial bagaimana letak pos militer dan kepolisian berada di sekitar konsesi tambang yang teridentifikasi terhubung baik langsung maupun tidak dengan para purnawirawan jenderal termasuk Luhut. 

Kaitan Luhut Binsar dengan pertambangan di Intan Jaya terindikasi dalam proyek tambang di Sungai Derewo melalui PT Toba Sejahtra. Ia adalah pemilik saham mayoritas dan menjadi Beneficial Owner (BO). Dokumen resmi pemerintah yang diakses periset pada 30 September 2021 menyebut Luhut masih tercatat sebagai pemilik saham mayoritas mulai 17 September 2004 hingga 4 Mei 2020. 

Perusahaan itu merupakan pemilik saham mayoritas di PT Tobacom Del Mandiri dan PT Tambang Raya Sejahtra, sebelum dibubarkan. Dua perusahaan ini punya perjanjian bisnis dengan West Wits Mining melalui anak perusahaan yang memegang izin-izin konsesi di Derewo River Gold Project, yakni PT Madinah Qurrata’ain. 

Laporan itu juga mengungkapkan bagaimana Luhut Binsar Pandjaitan terhubung dengan Paulus Prananto, pemegang saham sekaligus Direktur PT Tobacom Del Mandiri dan Direktur di PT Tambang Raya Sejahtra. Paulus juga memiliki saham mayoritas, menjabat sebagai Direktur dan kemudian Komisaris Utama di PT Bytech Binar Nusantara, yang tercatat memiliki 30 persen saham di PT Madinah Qurrata’ain. 

Jumlah ini yang dijanjikan kepada PT Tobacom Del Mandiri atau kemudian PT Tambang Raya Sejahtra oleh West Wits Mining, induk perusahaan dari PT Madinah Qurrata’ain.

Namun polisi menolak laporan ini berdasarkan hasil pengembangan riset ini. Zainal menyebutkan mereka hanya menyampaikan dokumen diterima sebagai surat menyurat, bukan laporan pidana. 

“Ini kami menyayangkan karena seharusnya laporan pidana harus diproses, ini tidak ada surat tanda terima,” keluhnya. 

Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldi, menyebutkan polisi tidak memberikan penjelasan penolakan laporan ini. Padahal Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tipikor menyebutkan polisi berwenang dan wajib menerima laporan masyarakat. 

“Bahkan petugas juga wajib mencatat jika laporan itu dilakukan secara lisan,” ucap dia. 

Atas penolakan laporan ini, Zainal menyebutkan akan melakukan pengaduan ke Kompolnas maupun Propam Polri. Namun mereka akan melakukan koordinasi dalam waktu dekat terlebih dahulu. 

Zainal juga menekankan pelaporan ini tak berkaitan dengan perkembangan dugaan pencemaran nama baik yang menjerat pegiat HAM, Haris Azhar, dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti. Mereka dilaporkan ke polisi oleh Luhut karena memperbincangkan laporan terkait Papua yang dibuat oleh #BersihkanIndonesia.

“Jadi kalau laporan ini merupakan tindak lanjut advokasi yang dilakukan, bukan soal lapor balik,” tegasnya.

Dikutip dari CNN Indonesia, Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi mengatakan Luhut tidak pernah berbisnis di Papua. Ia yakin laporan yang akan disampaikan itu tak benar.

"Tidak khawatir karena tahu persis enggak punya bisnis di sana. Santai saja, malah bagus nanti terbuka semua soal kajian cepat itu," kata Jodi. 

SHARE