Studi: Ekologi Pesisir yang Utuh Tersisa 15 Persen di Dunia
Penulis : Tim Betahita
Kelautan
Rabu, 09 Februari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Penelitian terbaru mengungkap saat ini hanya 15,5% wilayah pesisir dunia yang tetap utuh secara ekologis. Para ilmuwan pun menyerukan agar ada tindakan konservasi mendesak untuk melindungi apa yang tersisa dan memulihkan status yang terdegradasi.
Studi tersebut, dipimpin oleh University of Queensland, menggunakan data satelit untuk melihat sejauh mana aktivitas manusia telah merambah garis pantai di seluruh dunia.
Ditemukan hingga 2013 (tahun terakhir sediaan data), hanya sedikit garis pantai yang masih utuh. Di daerah terkecil seperti wilayah Kimberley, Australia Barat, bahkan turut terpengaruh oleh penangkapan ikan dan pertambangan.
Penelitian tersebut diterbitkan dalam jurnal ilmiah Conservation Biology dan didasarkan pada penelitian sebelumnya yang meneliti aktivitas manusia dalam ekosistem darat dan laut.
Beberapa area kecil pantai yang tidak rusak oleh tekanan seperti perikanan, pertanian, pembangunan perkotaan, pertambangan dan jalan sebagian besar berada di Kanada. Kemudian diikuti oleh Rusia, Greenland, Chili, Australia, dan Amerika Serikat.
Selain itu, hanya sedikit area utuh dan seringkali tingkat degradasi yang tinggi ditemukan di negara-negara kepulauan. Selain itu, garis pantai ikut rusak di sebagian besar Eropa, Vietnam, India, dan Singapura.
Daerah pesisir yang memiliki padang lamun, sabana, dan terumbu karang memiliki tingkat tekanan yang paling tinggi dari aktivitas manusia.
Brooke Williams, penulis utama studi dan ahli ekologi di University of Queensland, mengatakan sebagian besar populasi dunia berhabitat di wilayah pesisir. Hal ini menyebabkan tekanan dalam berbagai bentuk pada ekosistem tersebut. Ini terjadi di darat maupun di laut.
“Makalah kami benar-benar mengadvokasi restorasi wilayah pesisir dengan sangat mendesak,” kata Williams, dikutip The Guardian, Selasa, 8 Februari 2022.
“Bahwa proporsi yang begitu rendah berada pada spektrum skala keutuhan yang lebih tinggi itu mengkhawatirkan. Ini bukan kabar baik,” tambahnya.
Menurut Williams, wilayah garis pantai juga tidak kunjung membaik sejak 2013.
Analisis pesisir ini disusun dengan menggunakan dua kumpulan data yang disebut jejak manusia (yang memeriksa ekosistem berbasis darat) dan indeks tekanan manusia kumulatif (yang memeriksa tekanan di lingkungan laut). Tekanan kemudian dipetakan hingga 50 kilometer di kedua sisi garis pantai.
Williams mengatakan daerah yang sebagian besar masih utuh seringkali lebih terpencil dan dengan demikian lebih sulit untuk diakses.
Di Australia, Great Australian Bight relatif tidak tersentuh. Namun menurut Williams, daerah yang sama telah menghadapi ancaman pembangunan dalam beberapa tahun terakhir.
Rekan penulis James Watson, dari University of Queensland, mengatakan keterpencilan tidak menjamin garis pantai akan tetap utuh. Dia menunjuk pada pertambangan dan khususnya perikanan sebagai industri yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di tempat-tempat itu.
Watson mengatakan dia berharap Madagaskar, Namibia, dan Australia utara akan mempertahankan sebagian besar wilayah garis pantai yang utuh. Namun faktanya hal ini tidak terbukti secara konsisten.
“Ini mengejutkan saya mengenai betapa meluasnya penangkapan ikan. Ini terjadi di mana-mana dan tidak dapat dihindari," katanya.
“Di tempat-tempat terpencil di seluruh dunia ini, telah terjadi dampak penangkapan ikan.”
Para peneliti berpendapat bahwa melindungi garis pantai dunia akan memerlukan berbagai tindakan, termasuk undang-undang untuk melindungi daerah yang tidak rusak dan pekerjaan restorasi untuk memperbaiki tempat-tempat yang telah terdegradasi.
“Kita harus meningkatkan area yang dijaga,” kata Watson. “Dan di tempat-tempat yang sangat terdegradasi, kita harus memiliki agenda restorasi yang jauh lebih besar tidak hanya untuk spesies tetapi juga untuk air, untuk karbon. Semua hal tersebut.”
SHARE