Dua Perusahaan Tambang Siapkan Izin Eksploitasi Di Hutan Lindung
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Rabu, 09 Februari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Dua perusahaan tambang emas persiapkan izin eksploitasi di kawasan hutan lindung di Bengkulu. Aktivis lingkungan meminta pemerintah tak menerbitkan izin bagi kedua perusahaan itu karena rawan bencana ekologis.
Dua perusahaan tersebut adalah PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM) dan PT Perisai Prima Utama (PPU). Keduanya mengajukan izin di Kawasan Hutan Lindung Bukit Sanggul dan Bukit Raja Mandara di wilayah administrasi Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan.
Direktur Eksekutif Yayasan Genesis, Egi Ade Saputra, menyebutkan dari informasi yang dihimpunnya mendapati kedua perusahaan tersebut tengah mempersiapkan kelengkapan izin untuk meningkatkan statusnya menjadi eksploitasi.
PT ESDM memiliki izin eksplorasi seluas 30.010 hektar yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Seluma sejak tahun 2010. Sedangkan PT PPU memiliki izin eksplorasi seluas 64.964 hektar yang berada di Provinsi Sumsel dan Provinsi Bengkulu (Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan) sejak tahun 2014.
“Kami harap pemerintah tidak memberikan izin ini karena selain berisiko merusak ekologi dan mendatangkan bencana, kawasan itu termasuk rawan gempa bumi,” ucapnya ketika dihubungi melalui telepon.
Kawasan izin itu berada di di hulu delapan sungai besar di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan, yakni Sungai Air Talo Besak, Sungai Air Alas, Sungai Air Alas Tengah, Sungai Air Alas Kanan, Sungai Air Pino, Sungai Air Manna, Sungai Air Nelegan Tengah, dan Sungai Air Bengkenang.
Hadirnya kedua perusahaan ini di hutan lindung mengancam kelestarian dan keselamatan kawasan hutan. Hutan itu memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Selain itu kawasan itu juga berada di jalur patahan Sesar Semangko tepatnya di Segmen Manna. pertambangan bawah tanah dapat meningkatkan potensi bencana gempa bumi, bencana longsor, penurunan permukaan tanah, penurunan fungsi pokok kawasan hutan secara permanen dan pencemaran lingkungan (tanah, udara, air) akibat penggunaan bahan kimia.
“Jika hadirnya kedua pertambangan emas ini dianggap dapat menghadirkan lahan pekerjaan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat, Ini hanya janji manis palsu semata. Justru hal ini mengancam masyarakat masyarakat yang berada di bawahnya dalam bencana ekologis seperti erosi, banjir bandang, gempa dan lainnya” ujarnya.
Egi pun mencontohkan keresahan warga Kabupaten Lebong, Bengkulu, akibat aktivitas tambang Emas milik PT Tansri Madjid. Operasi tambang bawah tanah perusahaan itu menimbulkan masalah baru bagi warganya seperti meningkatkan potensi bencana gempa bumi karena berada tepat di Sesar Semangko, bencana longsor, penurunan permukaan tanah, penurunan fungsi pokok kawasan hutan secara permanen dan pencemaran lingkungan (tanah, udara, air) akibat penggunaan bahan kimia.
Ketentuan Pasal 10 Ayat (7) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.7/Menlhk /Setjen/Kum.1/2/2019 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan menyebutkan, kuota IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) bagi kegiatan pertambangan mineral dan batubara pada kawasan hutan lindung hanya 10 persen dari luasan kelompok Hutan Lindung yang bersangkutan.
Makanya Kementerian LHK seharusnya tidak memberikan IPPKH bagi kedua perusahaan ini. Apalagi selama ini beberapa bencana sudah terjadi di Kabupaten Seluma dan Bengkulu Selatan karena rusaknya kawasan hutan yang berada di hulu sungai.
SHARE