Menakar Pentingnya Valuasi Ekonomi untuk Pemulihan Lingkungan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Sabtu, 20 November 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Valuasi kerusakan lingkungan telah disebut dalam beberapa kasus pengadilan. Namun hingga saat ini belum ada perkara yang berujung pada kegiatan pemulihan atau kompensasi terhadap masyarakat yang terdampak.

Membahas hal itu, sebuah simposium nasional bertemakan 'Kebijakan Valuasi Ekonomi untuk Pemulihan Lingkungan Hidup' akan digelar pertengahan Desember 2021 mendatang. Salah satu tujuannya agar konsensus kerangka hukum penggunaan penerimaan dari pengembalian kerugian negara untuk kegiatan pemulihan kerusakan lingkungan dan beban sosial publik lainnya bisa terbangun.

Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga, Roni Saputra mengatakan, ada sejumlah kasus yang mengabulkan pemulihan lingkungan, yakni korupsi izin pemanfaatan kayu untuk konservasi hutan menjadi sawit di Kalimantan Timur, kasus korupsi perizinan hutan tanaman industri di Riau, kasus korupsi izin usaha pertambangan dan lain-lain. Namun persoalannya adalah hingga saat ini belum ada pengelolaan dan penggunaan ganti rugi dari valuasi untuk pemulihan lingkungan melalui proses penegakan hukum.

"Tak hanya itu proses penghitungan kerugian lingkungan pun belum dirumuskan secara matang bahkan belum tersedia penghitungan dan ukuran pemulihan terhadap kerusakan lingkungan serta dampak terhadap masyarakat," kata Roni, Jumat (19/11).

Simposium nasional bertemakan Kebijakan Valuasi Ekonomi untuk Pemulihan Lingkungan Hidup akan digelar 15 Desember 2021 mendatang.

Roni menuturkan, pemulihan lingkungan hidup, khususnya pascapenegakan hukum telah dirumuskan dengan baik, tetapi pemerintah malah mensahkan Undang-Undang Cipta Kerja yang secara langsung sangat berpengaruh terhadap upaya pemulihan lingkungan hidup pasca putusan pengadilan.

Untuk menjawab persoalan di atas, lanjut Roni, Yayasan Auriga Nusantara, Greenpeace Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Andalas mengundang peneliti-peneliti, baik berasal dari akademi, penegak hukum, lembaga peradilan, kementerian/lembaga negara, organisasi masyarakat sipil dan jurnalis maupun mahasiswa untuk menuangkan pemikiran-pemikiran mengenai isu yang telah disebutkan dalam bentuk makalah pada simposium nasional tersebut.

"Oleh karena itu, perlu membuat satu simposium untuk dapat mengelaborasi persoalan di atas, serta menawarkan solusi atau bentuk penyelesaiannya."

Roni bilang, waktu pengiriman makalah dapat dilakukan sampai 25 November 2021 ke email simposiumvaluasi@law.unand.ac.id. Sedangkan untuk mengetahui syarat-syarat penulisan dapat diunduh melalui https://auriga.or.id/activities/detail/60/simposium-nasional?lang=id.

Lebih jauh Roni menjelaskan, simposium ini akan menjadi forum untuk membangun konsensus di antara para pihak terkait, terutama pakar yang kredibel dan penegak hukum mengvaluasi kerugian dan pemulihan lingkungan. Forum ini terbagi dalam dua bagian.

Pertama seminar, kegiatan ini dirancang sebagai forum ilmiah yang melibatkan kementerian dan atau lembaga untuk menyampaikan pandangan-pandangan mengenai tema seminar, yaitu 'Analisis Kebijakan Kerangka Hukum untuk Pemulihan Kerusakan Lingkungan Pasca-Penegakan Hukum'.

Yang kedua, serial Simposium Valuasi Ekonomi dan Pemulihan Sumber Daya Lingkungan Hidup dalam Kebijakan dan Perkara Peradilan. Serial simposium ini berbentuk diskusi kelompok melalui Parallel Group Discussion (PGD) agar peserta dapat fokus pada sub-sub tema yang telah ditentukan. Kemudian merumuskan bersama solusi untuk menghasilkan suatu konsensus valuasi ekonomi dan pemulihan sumber daya lingkungan hidup dalam kebijakan dan perkara peradilan.

"Tema masing-masing PGD yang ditentukan, yang pertama Peruasan Makna Kerugian Lingkungan. Yang kedua, Perluasan Hukum dan Valuasi Lingkungan, Biaya Sosial dan Pemulihan Lingkungan. Yang ketiga, Penegakan Hukum dan Valuasi Lingkungan Pascaundang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja."

Roni melanjutkan, simposium ini memiliki beberapa tujuan. Pertama agar pembelajaran valuasi kerusakan dan pemulihan lingkungan dari berbagai praktik penegakan hukum selama ini, baik di Indonesia maupun di negara lain dapat terbangun. Kemudian demi terbangunnya konsensus perluasan makna kerusakan lingkungan, beban sosial dan pemulihan sebagai satu kesatuan utuh dalam kasus kejahatan lingkungan.

Selanjutnya, teridentifikasinya ragam instrumen penegakan hukum perampasan aset, bantuan timbal balik pidana, gugatan kerugian keperdataan oleh pihak terkait sebagai pendekatan penguat pemulihan kerugian. Terakhir terbangunnya konsensus kerangka hukum penggunaan penerimaan dari pengembalian kerugian Negara untuk kegiatan pemulihan kerusakan lingkungan dan beban sosial publik lainnya.

"Keseluruhan rangkaian kegiatan ini dirancang atas kerjasama Auriga Nusantara, Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang dan Greenpeace untuk menghasilkan satu dokumen yang akan dipublikasikan serta diserahkan secara simbolik kepada KPK dan perwakilan Kementerian atau Lembaga yang hadir dalam Hari Antikorupsi pada Desember 2021. Serta direncanakan akan dihimpun dalam bentuk prosiding yang terpublikasi."

SHARE