Menyoal Dalih Menteri Siti Soal Deforestasi dari Glasgow
Penulis : Sandy Indra Pratama
Hutan
Kamis, 04 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Kata deforestasi menjadi kata yang sangat sensitif bagi pemerintah hari ini. Bahkan menurut Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, dirinya menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia.
Lalu seperti apa kondisi Indonesia di mata Menteri Siti hingga memiliki dalih untuk melakukan deforestasi? “Pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” kata Menteri Siti tegas di hadapan para pelajar Indonesia di Glasgow.
Siti berdalih, menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi. Kekayaan alam Indonesia termasuk hutan harus dikelola untuk pemanfaatannya menurut kaidah-kaidah berkelanjutan disamping tentu saja harus berkeadilan.
Soal deforestasi, Siti kembali menegaskan bahwa FoLU Net Carbon Sink 2030 jangan diartikan sebagai zero deforestation. Ini perlu dipahami semua pihak bagi kepentingan nasional.
Melalui agenda FoLU Net Carbon Sink, Indonesia menegaskan komitmen mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan sehingga terjadi netralitas karbon sektor kehutanan (diantaranya berkaitan dengan deforestasi) pada tahun 2030.
“Terus bagaimana Indonesia? Apakah betul kita sudah berada di puncak pembangunan nasional? Memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030, jelas tidak tepat dan tidak adil. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya,” kata Menteri Siti.
Ia lantas mencontohkan soal banyaknya akses jalan yang terputus hingga perlu dibangun di Sumatra dan Kalimantan. “Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” kata Menteri Siti.
Sebelumnya, pada 2020, Menteri Siti pernah mengkhususkan diri untuk menjawab Studi Auriga Nusantara dan koalisinya soal deforestasi. Menurut dia, Deforestasi di Indonesia menurun tajam di era pemerintahan Presiden Jokowi, dan itu jelas dalam hitungan areal dari citra satelit.
"Tidak tepat apabila hasil kerja keras itu kemudian direka-reka dengan membangun justifikasi atas alasan metode, yang menghasilkan data yang menjadikan rancu. Kerancuan ini tidak saja memanipulasi data, tetapi lebih fatal dan menjadi buruk kepada perkembangan dunia akademik bidang studi kehutanan," demikian menurut Menteri LHK Siti Nurbaya.
Lain Sisi dari Klaim Siti di Lapangan
Sementara itu, temuan betahita dan beberapa media juga organisasi berlainan sisi dengan Menteri Siti. Investigasi TEMPO 2020 soal jalan menyebut:
Area restorasi Hutan Harapan yang menjadi perlintasan satwa endemis Sumatera itu akan dibelah sepanjang 26 kilometer selebar 60 meter. Tak hanya akan menyebabkan hilangnya kayu hutan sekunder yang besar-besar senilai lebih dari Rp 400 miliar, pembukaan jalan tambang juga mengancam keberagaman hayati dan masyarakat adat serta membuka celah bagi para perambah untuk masuk ke area hutan produksi yang sedang dipulihkan itu.
Investigasi Greenpeace menyebut Korindo Grup diduga telah melakukan penghancuran hutan di Provinsi Papua, seluas sekitar 57 ribu hektare, sejak 2001 silam. Dugaan penghancuran hutan itu disebut-sebut juga termasuk yang dilakukan untuk pembangunan perkebunan sawit oleh anak usaha Korindo Grup, PT Dongin Prabhawa, di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Mappi.
Penghancuran hutan dimaksud di antaranya diduga dilakukan mengunakan api atau dengan cara dibakar, demikian hasil investigasi Greenpeace International bekerja sama dengan Forensic Architecture.
Riset dan Analisis Auriga mengungkap, total deforestasi di 10 provinsi kaya hutan di Indonesia pada periode 2015-2019 mencapai 1.854.317 hektare. Hilangnya tutupan hutan tertinggi terjadi pada 2015-2016.
Deforestasi tertinggi terjadi di Kalimantan Tengah pada 2016, dengan luas lebih dari 400 ribu hektare. Tahun yang sama, Kalimantan Timur kehilangan 367 ribu hektare dan Kalimantan Barat 305 ribu hektare, serta Tanah Papua di angka 290.160 hektare.
Lalu, Laporan Investigasi Rainforest Action Network (RAN) menyebutkan Perusahaan kelapa sawit nakal milik menantu mantan Penjabat Gubernur Aceh, PT. Nia Yulided Bersaudara (NYB), terus melakukan perusakan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser.
Menurut Kajian RAN perusakan ini dilakukan di hutan hujan dataran rendah di Kawasan Ekosistem Leuser, Kabupaten Aceh Timur. Investigasi RAN sepanjang Januari hingga Agustus 2021 menunjukkan terdapat 600 hektar lahan hutan kawasan itu telah dibabat. Di lapangan, dipergoki juga alat berat yang digunakan melakukan penggundulan hutan.
Data mana yang dimaksud Menteri Siti salah? Sementara hasil temuan diambil dari lapangan dengan bertanggung jawab.
SHARE