Strategi BRG Antisipasi Karhutla 2020

Penulis : Redaksi Betahita

Gambut

Jumat, 31 Januari 2020

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Menyambut awal musim kemarau 2020, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) menjadi salah satu ancaman bagi Indonesia. Badan Restorasi Gambut (BRG) telah menyiapkan sejumlah strategi dan antisipasi kebakaran hutan dan lahan, khususnya lahan gambut.

Baca juga: BRG Hanya Supervisi Restorasi Gambut Perkebunan, Kapan Giliran HTI?

Nazir Foead, Kepala BRG mengatakan untuk mengantisipasi kebakaran gambut telah menyiapkan strategi dan sejumlah mekanisme.

“Salah satunya, dengan menyiapkan infrastruktur pembasahan lahan gambut, saat ini sudah sembilan ribu unit,” katanya dalam acara Diskusi Antisipasi Kebakaran Hutan dan Gambut 2020 di Balai Kartini, Jakarta, Rabu 29 Januari 2020.

Tampak areal lahan yang tengah terbakar di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, Oktober 2015 lalu,/Foto: Raden Ariyo Wicaksono Betahita.id

Nazir mengatakan pembasahan lahan gambut juga bukan hanya jadi tanggung jawab BRG dan pemerintah saja. Pihak swasta dan pengusaha juga diminta Nazir untuk terlibat.

“Jadi nanti pembasahannya tidak lagi parsial tentunya pemangku kepentingan serta pengusaha harus ikut di dalamnya dan ikut pembasahan bersama,” kata Nazir.

Selain pembasahan, mekanisme antisipasi kebakaran gambut juga akan dilakukan dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) melalui mekanisme hujan buatan.

BRG masih memiliki pekerjaan rumah merestorasi sekitar 120.000 hektare hutan dan lahan gambut di 2020. “Jadi masih ada sekitar 120.000 hektare pekerjaan rumah tahun 2020,” katanya.

Prof Bambang Hero, ahli forensik karhutla Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan keberadaan lahan gambut menjadi perhatian dunia, mengingat area ini dapat menyumbang emisi karbon terbesar jika terbakar. Karenanya sangat penting memastikan lahan-lahan gambut itu tidak terbakar.

Nazir yakin perbaikan tata kelola ekosistem gambut bisa lebih efektif diimplementasikan

Menurutnya, hal ini dimungkinkan karena inovasi pemetaan ekosistem gambut yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial telah diakui oleh NASA, European Space Agency, pakar gambut dunia serta nasional.

“39 peta Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) skala 50.000 atau lebih telah dihasilkan pada 2019 ini dengan metode tersebut, yang akan menjadi fondasi perbaikan tata kelola ekosistem gambut di 2020. Dan akan ada 80 peta KHG lagi yang dibuat tahun depan,” ungkapnya.

Kanal-kanal dan sekat yang telah dibangun perlu ditata ulang sehingga bisa berfungsi maksimal dalam menjaga kelembaban gambut. Air terkumpul optimal di musim hujan di kubah gambut dan di kanal-kanal tersekat. Tata kelola air dijalankan dengan prinsip berbagi air secara adil di KHG.

“Semua pihak yang menjadi pengelola kubah dan kanal tersebut perlu bergerak selangkah seirama, dengan perancangan yang didasarkan pada peta skala besar,” kata Nazir.

Penyederhanaan birokrasi dan koordinasi, sesuai perintah Presiden, dapat meningkatkan kecepatan implementasi program termasuk kegiatan pemantauan kelembaban gambut agar tindakan koreksional bisa segera diambil sebelum kerusakan gambut semakin parah.

BRG telah mengembangkan sistem informasi PRIMS yang memberikan input setiap 8 hari atas indikasi kerusakan gambut, dan bahkan update data tinggi muka air gambut setiap jam.

Sejalan dengan upaya perbaikan tata kelola ekosistem gambut, BRG percaya transformasi model ekonomi eksploitatif menjadi model ekonomi berkelanjutan, yang cocok dengan fungsi ekosistem gambut, akan dapat berjalan dengan secara sinergis.

Tak kalah pentingnya, tambah Nazir, salah satu agenda utama pemerintah mendatang dalam penguatan SDM juga perlu mencakup kapabilitas berbagai pihak dalam pengelolaan ekosistem gambut.

“Dalam hal ini BRG akan terus meningkatkan kapabilitas pengelolaan ekosistem gambut di tingkat tapak yang melibatkan pemerintah daerah, petani, perusahaan, dan akademisi maupun pakar,” katanya.

SHARE