Gakkum Terus Dalami Perusakan Hutan Produksi Bergambut di Kobar
Penulis : Redaksi Betahita
Gambut
Senin, 08 April 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Pengusutan kasus dugaan perusakan lingkungan kawasan Hutan Produksi Bergambut di Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah terus berjalan. Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kehutanan (PPHLHK) Wilayah Kalimantan masih mendalami latar belakang dan alasan masyarakat melakukan pembukaan lahan di jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama, Kobar tersebut.
Baca Juga: BRG RI Tunggu Tindak Lanjut Gakkum Soal Perusakan Hutan Produksi Bergambut di Kotawaringin Barat
Kepala Seksi Wilayah 1, PPHLHK Wilayah Kalimantan, Irmansyah mengungkapkan, pihaknya masih mengumpulkan keterangan dari berbagai saksi terkait dugaan perusakan lingkungan kawasan Hutan Produksi bergambut di jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama tersebut.
Diakuinya, sejauh ini beberapa saksi telah dimintai keterangan, terutama dari masyarakat. Beberapa saksi di antaranya berinisial SN, IG, SP, KA dan MD. Namun, pihaknya masih membutuhkan keterangan dari para ahli. Saat ini pihaknya masih menunggu kesediaan dari pihak BRG untuk memberikan keterangan.
“Belum semua saksi. Masyarakat sudah diperiksa. Kami masih menunggu kesediaan saksi dari BRG (Badan Restorasi Gambut),” kata Irmansyah, Senin (2/3/2019).
Selain itu, lanjut Irmansyah, saat ini pihaknya juga sedang mempelajari tentang sebab musabab masyarakat melakukan pembukaan lahan di kawasan Hutan Produksi di jalan lintas penghubung Kecamatan Arut Selatan dan Kecamatan Kotawaringin Lama tersebut. Termasuk tentang ada tidaknya hubungan antara pengajuan Perhutanan Sosial yang diusulkan oleh KPH Kotawaringin Barat dengan perilaku pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat.
“Itu yang masih kami dalami. Kalau benar itu (hubungan) terjadi, artinya itu untuk masyarakat. Termasuk lahan yang sudah dibuka sepanjang jalan kiri kanan menuju Kotawaringin Lama. Kan sudah dari dulu.”
Irmansyah mengaku belum dapat menyimpulkan bagaimana perilaku buka lahan di sekitar sepanjang jalan Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama itu bisa terjadi. Karena pada dasarnya, jalan lintas tersebut kondisinya juga membelah kawasan Hutan Produksi.
“Kami juga masih menelusuri peraturan daerah yang infonya menyatakan 2 Km sebelah kiri dan kanan jalan pemerintah untuk masyarakat.”
Terpisah Kepala BRG RI Nazir Foead menuturkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak PPHLHK Wilayah Kalimantan terkait dibutuhkannya keterangan tim ahli BRG tentang dugaan perusakan gambut di kawasan Hutan Produksi di sekitar jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama terssebut. Dirinya sudah menunjuk beberapa ahli dari BRG untuk memberikan keterangan kepada tim PPHLHK.
“Sudah ada komunikasi dengan tim Itjen dan kami menyarankan anggota Kolompok Ahli BRG sebagai saksi ahli. Antara lain Prof. Azwar Maas dan Prof. Gusti Anshari,” kata Nazir Foead, Jumat (5/4/2019).
Sebelumnya, Nazir Foead juga menjelaskan, BRG telah melakukan tinjauan dan verifikasi lapangan, terhadap laporan dugaan pelanggaran pidana kehutanan dan lingkungan hidup yang disampaikan oleh Save Our Borneo (SOB) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) beberapa waktu lalu. Hasil tinjauan dan verifikasi lapangan juga telah pihaknya tindak lanjuti, termasuk menyampaikan temuan lapangan yang didapat kepada lembaga instansi terkait lain.
"Dan hasilnya sudah diteruskan ke Ditjen (Direktorat Jenderal) Gakkum (Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan Ditjen KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem) KLHK. Informasinya, Balai Gakkum sudah turun ke lapangan," kata Nazir Foead, Kamis (31/1/2019).
Nazir Foead mengatakan, pihaknya tengah menunggu hasil tinjauan lapangan yang dilakukan oleh Balai Gakkum ke lokasi dan langkah tindak lanjut pihak Gakkum terhadap kasus dugaan pelanggaran pidana lingkungan hidup dan kehutanan di sekitar jalur jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama tersebut. Tindak lanjut Gakkum tersebut menentukan sikap BRG terhadap lahan gambut yang diduga digarap untuk dijadikan perkebunan tersebut.
“Kita tunggu hasil dari Gakkum. Apakah sudah masuk proses hukum atau bagaimana. Karena kalau sudah masuk proses hukum, maka kita harus menunggu proses tersebut. Agar tidak mengubah materi bukti.”
Berikut hasil verifikasi lapangan BRG RI 25 November 2018:
Ditemukan adanya pembukaan lahan gambut dan pembuatan kanal, di kiri jalan Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama. Lokasi titiknya berada di kilometer (Km) 15 Kelurahan Mendawai Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kobar, seluas kurang lebih 34 hektare. Di lokasi sama ditemukan pula kanal utama sebanyak 3 kanal dengan panjang sekitar 2 Km, dan kanal sekunder sebanyak kurang lebih 109 kanal, dengan rata-rata panjang 100 meter.
Ditemukan aktivitas pembukaan lahan gambut dan pembuatan kanal yang dilakukan dengan menggunakan alat berat bermerek Carterpilar warna kuning bernomor SJU 107.
Berdasarkan Analisis tumpang susun atau overlay dengan peta lampiran SK Menteri Kehutanan nomor 529/Menht-II/2012. Lokasi pembukaan lahan gambut tersebut berada dalam kawasan Hutan Produksi.
Berdasarkan SK menteri kehutanan nomor 130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional. Lokasi Pembukaan lahan gambut tersebut berada pada Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai lamandau-Sungai Arut dengan kawasan Gambut Fungsi Lindung.
Berdasarkan Peta Distribusi Orangutan (Orangutan PHVA) tahun 2016 (tentang sebaran Orangutan Kalimantan) Lokasi tersebut merupakan salah satu kawasan habitat Orangutan Kalimantan yang pada saat Verifikasi ditemukan sarang Orangutan di kordinat S.020'35'914 dan 1110 33'753'.
Berdasarkan informasi dari Seksi konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Tengah, pada lokasi pembukaan lahan gambut tersebut merupakan habitat Orangutan Kalimantan, BKSDA bersama mitranya sejak tahun 2015-2017 telah melakukan penyelamatan dan translokasi Orangutan kalimantan sebanyak 11 individu.
Dugaan Pelanggaran:
Diduga telah terjadi tindak Pidana Kehutanan berupa “pembukaan lahan tanpa ijin dari pejabat berwenang melanggar Pasal 17 ayat (2) UU 18 tahun 2013, juncto pasal 92 ayat(1) UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan. Dengan sanksi pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Diduga telah terjadi pelanggaran hukum di bidang lingkungan hidup pasal 36 ayat(1) juncto pasal 109 dan dalam pasal 69 ayat (1) huruf (a) juncto pasal 98 ayat (1) UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
SHARE