Pakar: Landswap Merusak Gambut

Penulis : Redaksi Betahita

Gambut

Rabu, 08 Agustus 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id-Pemerintah Indonesia merencanakan deforestasi dengan mengatasnamakan perlindungan gambut dengan landswap. Jika program tersebut dijalankan, Indonesia berpotensi mengalami deforestasi yang mengakibatkan kerugian kembali. Diketahui, sekitar 40 persen dari 912.000 hektare lahan yang disiapkan KLHK untuk ditukar dengan lahan gambut milik swasta itu merupakan hutan alami.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempublikasikan Keputusan Meteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang peta indikatif Arahan Pemanfaatan Hutan Produksi yang tidak dibebani izin untuk usaha pemanfaatan hutan.

Land swap tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar Indonesia kecuali Jawa, yakni dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, hingga Papua. Tabel 1 di bawah menunjukkan provinsi provinsi tempat alokasi land swap berada, luas tutupan hutan yang terancam hilang oleh kebijakan ini.

Dari keseluruhan 19 provinsi alokasi land swap , hanya pada 5 provinsi Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah) yang tidak berada pada hutan alam. Akan tetapi, luas alokasi land swap pada ke-5 provinsi ini relatif kecil, yakni 36.070 hektar atau hanya 3% dari keseluruhan alokasi.

Ilustrasi

Pengalokasian hutan alam bagi land swap ini sesungguhnya menunjukkan inkonsistensi KLHK, karena sebelumnya melalui siaran pers Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono, telah menyampaikan bahwa alokasi land swap akan diarahkan pada areal-areal konsesi yang tidak produktif dan calon areal HTI.

Berdasar data Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK, Koalisi Anti Mafia Hutan menengarai terdapat setidaknya 1.153.949 ha areal HTI saat ini yang seharusnya dicabut, sehingga kalaupun meneruskan kebijakan land swap , semestinyalah diarahkan ke area-area ini.

DR Elvririadi, selaku Pakar Lingkungan mengatakan pemerintah semestinya melakukan kajian mendalam terlebih dahulu, menurutnya pemerintah harus konsisten dengan apa yang telah dilakukan selama ini melalui moratorium. “Harusnya Moratorium secara total, tidak setengah setengah,” ungkapnya.

Gambut itu dibiarkan saja, jika dilokalisir beberapa hektare dan itu akan berimbas kepada kawasan yang lain. Gambut tidak bisa diambil sebagian, jika itu terjadi akan mengganggu kesatuan hidrologis gambut. “Adanya landswap ini sama saja merusak gambut,” tuturnya.

Terhadap usulan alokasi land swap, dan prosesnya dilaksanakan secara transparan, sehingga meminimalkan tekanan terhadap hutan alam dan menghindari meluasnya konflik pemilik izin HTI dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat yang bisa jadi telah lebih dulu mendiami atau mengelola area tersebut.

Ia menegaskan, Indonesia sekarang sudah merasakan deforestasi, apa yang sudah terlanjur biarkan, tidak ada lagi pengganti dengan lahan lainnya. Landswap tidak masuk dalam ilmu tatakelola gambut. “Gambut dibiarkan saja, tidak usah dialih fungsikan gambut itu,” katanya.

Kebijakan land swap merupakan respon pemerintah terhadap konsesi hutan tanaman (HTI) yang terimbas oleh kebijakan perlindungan gambut demi mencegah berulangnya kebakaran hutan dan lahan.

Sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No. P.40/2017 Tentang Fasilitasi Pemerintah Pada Usaha Hutan Tanaman Industri Dalam Rangka Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, land swap diberikan kepada pemegang izin HTI yang 40% atau lebih areal kerjanya ditetapkan sebagai ekosistem gambut dengan fungsi lindung. Dari total 12,94 juta ha areal prioritas restorasi gambut yang diemban oleh Badan Restorasi Gambut (BRG), seluas 2,15 juta ha di antaranya atau setara 16% berada di konsesi HTI, yang mana 216.044 ha mengalami kebakaran luar biasa pada tahun 2015.

“Landswap menandakan pemerintah tak berdaya melawan kejahatan korporasi,” Ungkap Made Ali, salah satu anggota Koalisi Anti Mafia Hutan

Menurut Made, berdasarkan hal tersebut, Koalisi Anti Mafia Hutan mengusulkan agar area yang diland swap hanyalah berdasarkan hutan tanaman saat ini, dan bukan berdasarkan luas izin perusahaan, serta mengikuti kriteria memprioritaskan area HTI berizin pada tanah mineral yang selama ini tidak dioperasikan. Kemudian bukan merupakan hutan alam, termasuk hutan alam yang terdegradasi. Bukan merupakan wilayah kelola masyarakat adat/lokal maupun area pencadangan.

Sejalan dengan itu, Koalisi Anti Mafia Hutan merekomendasikan Pemerintah Indonesia agar mempublikasi hasil revisi RKU dan RKT perusahaan HTI yang terkena kewajiban pemulihan lahan gambut, terutama yang lahannya terbakar sepanjang 2015-2018. Dan juga nama-nama perusahaan yang telah mengajukan revisi RKU dan RKT serta yang tidak bersedia merevisi RKU dan RKT.

Kemudian, mempublikasikan rencana pemulihan ekosistem gambut yang telah diajukan oleh perusahaan pemegang izin IUPHHK dan telah disetujui oleh KLHK. Mengidentifikasi area-area sebagaimana 3 kriteria di atas untuk diseleksi sebagai area potensial land swap, dan hanya menunjuk area yang bebas-masalah dan bebas-konflik ( clear and clean ) dari daftar potensial tersebut yang diperuntukkan sebagai area land swap.

Pemberian izin pada area land swap tersebut dilaksanakan secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik. Memperbaiki kebijakan land swap dengan memastikan bahwa land swap hanya berlokasi berdasarkan pada 3 kriteria di atas dan memastikan perusahaan yang mendapatkan area baru tetap bertanggung jawab untuk melakukan pemulihan pada area gambut yang ditinggalkannya.

SHARE