Koalisi akan Ajukan Praperadilan Kasus Kriminalisasi Fendy

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Pejuang Lingkungan

Selasa, 16 Desember 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Kriminalisasi terhadap Tarsisius Fendy Sesupi, Ketua Adat Dusun Lelayang, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, yang menagih sanksi adat kepada PT Mayawana Persada, berlanjut. Tim kuasa hukum Fendy dari Koalisi Advokasi Masyarakat Adat dalam waktu dekat akan mengajukan praperadilan terkait penetapan Fendy sebagai tersangka.

Koalisi mengatakan, Fendy telah menjalani pemeriksaan, selama kurang lebih 2,5 jam, dimulai pada sekitar pukul 10.00 WIB, di ruangan Unit Pidum Satuan Reskrim Polres Ketapang, pada Senin (15/12/2025). Selama pemeriksaan Fendy didampingi oleh tim pengacara dari Koalisi Advokasi Masyarakat Adat, serta perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi Masyarakat terdampak PT Mayawana Persada.

Meski sudah berstatus tersangka, namun Polres Ketapang tidak melakukan penahanan terhadap Fendy, setelah tim kuasa hukum mengajukan permohonan agar tidak dilakukan penahanan terhadap Fendy. Permohonan tersebut kemudian diterima oleh pihak kepolisian, dengan tim kuasa hukum sebagai pihak penjamin.

“Kita hawatir setelah ditetapkan sebagai tersangka akan muncul surat penahanan/penangkapan, dan sewaktu-waktu Pak Fendy ditangkap. Jadi tadi tim pengacara memohon agar Fendy tidak ditahan,” kata Abdul Aziz, perwakilan tim kuasa hukum Fendy, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pontianak, Senin (15/12/2025).

Ketua Adat Tarsisius Fendy Sesupi nyaris dijemput paksa kepolisian pada 9 Desember 2025, setelah dikriminalisasi dengan tuduhan pemerasan terhadap PT Mayawana Persada. Foto: Satya Bumi diolah.

Aziz menganggap, tuduhan yang dialamatkan kepada Fendy tidaklah berdasar. Sebab, sanksi adat yang dikenakan kepada PT Mayawana Persada—yang belakangan dianggap sebagai pemerasan yang dilakukan oleh Fendy—sudah disepakati bersama dalam sebuah berita acara. Bahkan, berita acara tersebut justru ditulis sendiri oleh perusahaan tersebut.

Selama pemeriksaan, dukungan dan solidaritas mengalir dari semua kekuatan demokratis secara nasional. Dukungan langsung juga berasal dari masyarakat terdampak yang tergabung dalam 7 serikat tani di Ketapang, serta dari perwakilan TBBR yang dengan setia terus memberikan dukungan dari luar ruangan pemeriksaan.

Pada saat yang bersamaan, di Pontianak juga berlangsung aksi solidaritas oleh Koalisi untuk Keadilan Fendy Sesupi di Polda Kalbar. Massa aksi menuntut agar proses hukum terhadap Tarsisius Fendy Sesupi dihentikan, dan Fendy dibebaskan dari semua tuduhan tindak pidana yang tidak berdasar.

Direktur Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, Ahmad Syukri mengatakan, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat melalui tim pengacara Koalisi Advokasi Masyarakat Adat akan segera mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan Fendy sebagai tersangka dalam perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 335 ayat (1) KUHP.

Pada saat yang bersamaan Koalisi juga akan melanjutkan upaya-upaya advokasi dan kampanye untuk memastikan PT Mayawana Persada menghentikan praktik bisnisnya. Sebab operasi perusahaan perkebunan kayu ini telah menimbulkan deforestasi, degradasi kawasan gambut, terancamnya habitat orangutan.

“Koalisi juga akan meminta PT Mayawana Persada melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk memulihkan semua kerusakan sumber daya hutan maupun kerusakan ekologi yang timbul, termasuk memulihkan kembali hak masyarakat atas tanah dan sumber daya hutannya serta menghentikan semua tindakan kriminalisasi yang mengorbankan masyarakat,” katanya.

Kasus Fendy bermula dari perjuangannya bersama masyarakat yang terdampak atas terjadinya perampasan lahan masyarakat adat, perampasan ruang hidup dan perampasan hak masyarakat adat oleh PT Mayawana Persada, sehingga Fendy dan masyarakat adat mengenakan sanksi adat kepada PT Mayawana Persada atas tindakannya. Pengenaan sanksi adat ini juga adalah tindakan lanjutan dari pengenaan sanksi adat sebelumnya yang belum pernah dibayar sama sekali oleh PT Mayawana Persada.

Selanjutnya, karena PT Mayawana harus membeli alat adat, tetapi karena ketidaksanggupan mencari alat-alat adat dimaksud, PT Mayawana Persada membayar adat dengan mentransfer sejumlah uang ke rekening Fendy, dengan maksud untuk meminta tolong dicarikan alat-alat adat yang tidak bisa dibeli langsung oleh pihak PT Mayawana. Hal inilah yang kemudian dijadikan dalih oleh PT Mayawana sebagai bentuk pemerasan. Padahal sebelum mentransfer uang tersebut, sudah ada kesepakatan bersama melalui berita acara.

Sebelumnya, Fendy diikuti dan berusaha ditangkap paksa oleh pihak Polres Ketapang dan Polda Kalbar, usai memberikan testimoni di media briefing Pemaparan Hasil Pemantauan Deforestasi, Degradasi Hutan, Lahan dan Kawasan Gambut oleh PT Mayawana Persada sepanjang 2025, di Kota Pontianak. Upaya penangkapan Fendy ini terjadi di kantor Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, Kalbar, pada Selasa (9/12/2025) sekitar pukul 15.00 WIB.

Namun upaya penangkapan terhadap Fendy tersebut akhirnya urung dilakukan, karena Link-AR Borneo membantu bernegosiasi dengan petugas kepolisian yang datang. Sebagai gantinya, Fendy diwajibkan mendatangi Polres Ketapang pada 15 Desember 2025, untuk dimintai keterangan.

SHARE