Perempuan Sukatani Tolak Proyek Geotermal Gunung Gede Pangrango
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Energi
Sabtu, 13 Desember 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Ratusan warga dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat melakukan Aksi Solidaritas Tolak Proyek Geotermal di Gunung Gede Pangrango pada Rabu, 10 Desember 2025 di depan Pendopo Bupati Cianjur, Jawa Barat. Melalui aksi tersebut, para perempuan menyuarakan kekhawatiran mereka atas pembangunan proyek geotermal di Gunung Gede Pangrango yang berpotensi meningkatkan risiko bencana di daerah tempat tinggal mereka.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 2778 Tahun 2014 menetapkan 92.790 hektare kawasan Gunung Gede Pangrango di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur termasuk dalam wilayah kerja panas bumi Gunung Gede Pangrango. Di dalam luasan tersebut termasuk hutan produksi 9.459,249 hektare, hutan produksi terbatas 1.826,294 hektare, dan hutan konservasi 25.380,49 hektare.
Padahal seharusnya, kawasan konservasi adalah ruang untuk perlindungan ekosistem, terlebih kawasan Gunung Gede Pangrango termasuk dalam cagar biosfer dunia yang masuk dalam daftar UNESCO sejak 1977. Rencana pembangunan proyek geothermal berpotensi membawa dampak ekologis bagi ekosistem di sekitarnya, salah satunya yakni mengancam sumber air bagi penduduk di beberapa wilayah di Jawa Barat dan di Jakarta.
Proyek geotermal merupakan proyek yang rakus air karena kebutuhan air untuk aktivitas panas bumi berkisar 40 liter/detik atau sekitar 6.500-15.000 liter air untuk menghasilkan 1 MWe listrik. Namun bagi warga Desa Sukatani yang kesehariannya menjadi bertani dan berkebun, rencana proyek ini mengancam sumber mata pencaharian mereka.
“Kami hadir di Pendopo Bupati Cianjur untuk menagih janji saat kampanye yang menyebut akan menolak geotermal, tapi kenyataannya mana? Bupati malah membantu perusahaan,” ujar Ulis Safitri, warga Kecamatan Pacet, Sukatani, Kabupaten Cianjur, dalam sebuah keterangan tertulis, Rabu (10/12/2025).
“Kami tidak ingin gunung kami rusak karena di situ ada mata pencaharian kami sebagai petani. Kami tidak ingin dicemari, kami ingin menyelamatkan Gunung Gede Pangrango. Kalau proyek geotermal dilakukan, tidak ada lagi air jernih bersih, tidak ada lagi pegunungan sejuk yang nyaman untuk ditinggali,” imbuhnya.
Selain berdampak pada hilangnya sumber air, warga juga khawatir keberadaan proyek geotermal di Gunung Gede Pangrango akan mengancam keselamatan warga akibat bencana. Jarak antara proyek pengeboran geothermal dan pemukiman warga tak lebih dari 1000 meter.
Selain itu, Gunung Gede Pangrango merupakan gunung berapi aktif dan berada di sesar aktif Cigenang. Pengeboran geotermal memiliki risiko terkait kegempaan karena injeksi fluida yang memicu pergerakan sesar minor di kawasan aktif tektonik. Warga khawatir penambangan ini akan meningkatkan risiko bahaya bagi warga ketika terjadi bencana.
“Waktu beberapa tahun lalu gempa Cugenang, dampaknya bisa sampai ke Gunung Gede Pangrango. Apalagi gunung ini mau dibor. Kami warga di sini trauma dengan gempa yang lalu, yang mengakibatkan rumah dan sekolah hancur. Kami tidak bisa membayangkan apabila gunung ini ditambang dan akan memperburuk kondisi warga ketika gempa,” kata Sarah, mahasiswa dan warga Sukatani, Kabupaten Cianjur, yang juga ikut dalam aksi tersebut.
“Dalam Islam, gunung merupakan pakunya bumi. Pakunya bumi adalah penguat bumi, lalu kalau dibor, kita mau makan apa? Gunung Gede Pangrango terkenal dengan keindahannya, tempat warga Jabodetabek berwisata. Flora dan fauna di sana sangat dijaga kelestariannya,” ujarnya.
Penggunaan geothermal sebagai salah satu alternatif transisi energi merupakan solusi palsu, sebab proyek geothermal telah tercatat memicu kerusakan di beberapa kawasan gunung di Indonesia, di antaranya perubahan kualitas air tanah, penurunan debit air, dan semburan lumpur panas beracun di Sorik Marapi, Sumatera Utara yang telah banyak menewaskan warga.
Kasus serupa juga yang terjadi di Mataloko, Flores dan Dieng, Wonosobo. Selain itu, ada juga kasus perubahan warna air sumur dan bau belerang di Lahendong, Sulawesi Utara; kasus longsor yang menewaskan enam orang dan menghilangkan 32 rumah di dekat PLTP Wayang Windu, Pangalengan, Jawa Barat dan lain sebagainya.
Pengampanye Renewable Energy Trend Asia, Beyrra Triasdian, mengatakan, pada peringatan Hari HAM Sedunia ini, warga Gunung Gede Pangrango dan aliansi masyarakat sipil berdiri di depan Pendopo Bupati Cianjur untuk menuntut janji penyelamatan Gunung Gede Pangrango. Ia mengatakan, di berbagai wilayah di Indonesia, masyarakat yang menolak proyek geothermal mengalami intimidasi, padahal masyarakat merasa terancam dengan keberadaan proyek tersebut.
“Kami menolak segala bentuk perampasan hak hidup masyarakat atas nama proyek energi terbarukan. Kami menolak segala bentuk solusi palsu transisi energi yang pada akhirnya hanya merenggut kehidupan masyarakat,” kata Beyrra.
Beyrra bilang, pemerintah harus benar-benar serius mencari sumber energi alternatif yang tidak merusak ekonomi rakyat, tidak membahayakan keselamatan warga, dan tidak merusak ekosistem di tengah ancaman krisis iklim yang semakin nyata.
SHARE

Share
