Kabar Gembira Sekaligus Waspada: Gajah di Bukit Tigapuluh

Penulis : Aryo Bhawono

Satwa

Kamis, 04 Desember 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Seekor bayi gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) terdeteksi bersama satu rombongan kecil di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, Jambi. Temuan ini menjadi kabar gembira karena gajah masih mampu beregenerasi di bentang alam itu. Namun yang membuat khawatir, perlintasan yang mereka lalui berada di APL dan berdekatan dengan bekas tambang batu bara. 

Tim lapangan Geopix berhasil mendokumentasikan seekor bayi gajah liar bersama 4 (empat) ekor gajah dewasa ini bergerak dalam satu kelompok di wilayah areal penggunaan lain (APL). Mereka membentuk formasi waspada untuk melindungi bayi gajah tersebut, sebuah kelompok yang relatif kecil dan rentan. 

Kelompok ini terlihat berada di tepian tambang batubara yang terbengkalai dan tidak terlihat pergerakan ke lokasi lainnya. Selain itu juga teramati aktivitas pembersihan lahan untuk membuka perkebunan sawit. 

Deteksi ini menjadi kabar gembira di tengah kabar kematian beruntun bayi-bayi gajah Tari, Panton dan Nurlaila (Lela) serta dua ekor gajah betina yaitu Suli dan Dona di berbagai Pusat Konservasi Gajah

Kelompok gajah sumatera yang terpantau di bentang alam Bukit Tigapuluh, Jambi. Foto: Geopix

“Kami bertemu dengan bayi gajah liar bersama kelompoknya, total sekitar lima ekor di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, salah satu kantong populasi penting bagi Gajah Sumatera,” ujar Senior Wildlife Campaigner Geopix, Annisa Rahmawati, melalui rilis pers.  

Keberadaan bayi gajah liar ini makin memperkuat bahwa populasi gajah di Bukit Tigapuluh masih mampu beregenerasi secara alami. 

Namun temuan ini sekaligus membuka fakta lapangan yang jauh lebih mengkhawatirkan. 

Seperti kantong-kantong populasi gajah lainnya di seluruh Sumatera, kondisi Bentang Alam Bukit Tigapuluh cukup memprihatinkan. Habitat gajah telah terfragmentasi perambahan masif, pemberian izin tambang, perkebunan sawit dan kegiatan-kegiatan perhutanan sosial di perlintasan/koridor gajah. Kondisi ini masih diperburuk dengan pemasangan pagar-pagar listrik tak standar yang sangat membahayakan dan juga mematikan tidak hanya bagi gajah tetapi juga masyarakat itu sendiri.

Fragmentasi ini memaksa gajah kehilangan habitat aman dan terpaksa menjelajah di areal yang tidak sesuai. Jejak alat berat, jalan logging, dan pembukaan lahan baru ditemukan pada lokasi dokumentasi gajah. Fragmentasi ini pun mengancam koridor jelajah bagi induk dan bayi gajah beserta kelompoknya, serta mengganggu perilaku alami kelompok gajah tersebut.

“Penampakan bayi gajah liar bersama kelompoknya di Bentang Alam Bukit Tigapuluh adalah harapan di tengah situasi yang sangat genting bagi Gajah Sumatera,” ucap Annisa.

Anak gajah yang ada dalam kelompok kecil di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, Jambi. Foto: Geopix

Geopix mendesak kepada pihak terkait membongkar pagar-pagar listrik di areal konservasi satwa liar (WCA) PT LAJ/ PT RLU/ Michelin Group yang menjadi koridor gajah di Bentang Alam Bukit Tigapuluh. Pemerintah juga harus melakukan moratorium pemberian izin baru di dalam koridor gajah di Bentang Alam Bukit Tigapuluh.

Diperlukan juga penegakan hukum yang tegas terhadap pembukaan perkebunan liar dan perambahan hutan agar restorasi koridor memberikan perlindungan habitat jangka panjang. Aksi konservasi gajah di seluruh lanskap Sumatera itu harus dilakukan menyeluruh dan terpadu.

“Ini adalah cercah harapan, bahwa alam masih berjuang memberi kesempatan. Namun kesempatan ini sangat rentan dan terlalu berharga untuk disia-siakan. Tanpa perlindungan habitat secara utuh yang nyata dan tegas, harapan kecil ini bisa hilang dan tidak akan kembali lagi,” ucap Annisa.

Jika Indonesia ingin gajah sumatra tetap ada, kata dia, maka habitatnya harus segera dilindungi secara keseluruhan sebelum semuanya terlambat.

SHARE