Komitmen Lemah Hingga Ujung COP30

Penulis : Aryo Bhawono

Iklim

Minggu, 23 November 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Menjelang hari terakhir konferensi iklim PBB COP 30, di Belém, Brasil, Pemerintah Indonesia dinilai belum menunjukkan niat memperkuat komitmen iklim. Komitmen iklim dan negosiasi Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara-negara kepulauan kecil.

Masyarakat sipil mencatat gelagat malas pemerintah Indonesia untuk memperkuat komitmen iklim. Saat lebih dari 80 negara mendorong kerangka kerja melalui upaya kolektif untuk keluar dari energi berbahan bakar fosil (fossil fuel phase out roadmap), Indonesia justru absen. Pada proses negosiasi di COP30, pemerintah Indonesia juga anyep bicara tentang rencana kerja kehutanan untuk menghentikan deforestasi. 

Padahal, dua langkah tersebut merupakan kunci utama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim dan melindungi keanekaragaman hayati.

Sikap ini berkebalikan dengan klaim Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol seusai bertemu dengan sejumlah perwakilan organisasi masyarakat sipil pada pekan lalu. Ia menyebutkan pertemuan itu menjadi momen penting yang menandai arah baru kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam memperkuat implementasi Second Nationally Determined Contribution (SNDC) serta memperluas aksi adaptasi iklim di tingkat komunitas.

Menjelang COP30, Greenpeace menyampaikan pesan kepada para delegasi di KTT Iklim PBB di Belem. Foto: Tuane Fernandes / Greenpeace

“Dukungan dan peran masyarakat sipil sangat penting untuk menjadi jembatan antara kebijakan pemerintah dengan operasional masyarakat di lapangan. Ke depan, KLH akan membentuk Forum CSO–KLH agar dialog seperti ini berlangsung rutin dan terkoordinasi,” ujar Menteri Hanif kala itu. 

Koordinator Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (Aruki), Torry Kuswardono, mengatakan komitmen iklim dan negosiasi Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara-negara kepulauan kecil dalam Alliance of Small Island States (AOSIS). Bahkan Kolombia, negara yang sebetulnya cukup tergantung dengan energi fosil, juga punya komitmen untuk mendorong transitioning away from fossil fuels. 

“Tak seperti mereka, Indonesia tidak punya proposal untuk menyelamatkan dunia dari krisis iklim. Yang keluar dari Indonesia justru proposal untuk menyelamatkan bisnis karbon dalam negeri yang cuma akan menguntungkan segelintir orang. Ini sungguh mengecewakan,” ucapnya melalui rilis pers yang diterima pada Kamis (20/5/2025). 

Ketua Tim Politik untuk Solusi Hutan Global Greenpeace, Rayhan Dudayev, menyebutkan beberapa hari lalu Indonesia aktif dalam negosiasi pasal terkait dengan skema tukar guling karbon. Negosiasi ini menunjukan Indonesia sebenarnya bisa berperan dalam negosiasi iklim. Namun sayang sekali peran itu tidak muncul dalam negosiasi untuk mendorong solusi nyata aksi iklim seperti rencana pensiun bahan bakar fosil dan rencana menghentikan deforestasi. 

“Hal-hal tersebut memang tidak mudah dalam negosiasi COP. Namun Indonesia bisa pula mengajak masyarakat sipil untuk bersama-sama mendorong aksi iklim yang nyata. Di waktu yang tersisa dua hari ini, kita akan melihat apakah Indonesia akan mengambil peran penting untuk aksi iklim atau hanya menjadi penonton,” ujarnya.

SHARE