Janji Belem 4x Tak Guna bila Hutan Terus Dieksploitasi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Sabtu, 22 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Janji Belém 4x atau Belém 4x Pledge, sebuah inisiatif untuk melipatgandakan produksi bahan bakar berkelanjutan (biofuel) hingga empat kali lipat dalam satu dekade mendatang (2035), dianggap hanya akan jadi ikrar yang tak berguna atau sia-sia, bila hutan masih saja dieksploitasi. Walhasil ikrar yang muncul pada pra-COP30 di Belém tersebut mendapat penolakan dari banyak organisasi masyarakat sipil.
Dalam sebuah siaran pers yang dirilis Justice Coalition for Our Planet (JustCOP), Kepala Kampanye Solusi untuk Hutan Global Greenpeace, Syahrul Fitra, mengatakan peningkatan biofuel akan mengancam wilayah adat dan masyarakat adat, selain memperparah potensi kebakaran hutan dan lahan gambut atas nama energi hijau.
“Tanpa Belém 4x Pledge pun, Pemerintah Indonesia sudah berniat mengorbankan hutan dan masyarakat adat demi memuluskan proyek biodiesel dan bioetanol yang jelas-jelas solusi iklim palsu,” katanya pada 15 November 2025.
Salah satu proyek bioetanol dimaksud berada di Merauke, Provinsi Papua Selatan. Bioetanol bersumber dari perkebunan tebu. Tercakup dalam daftar Proyek Strategis Nasional, pembukaan perkebunan tebu Merauke membabat 4.912 hektare hutan adat Suku Yei hingga Agustus 2025, menurut catatan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.
Secara keseluruhan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pangan menargetkan pembukaan lahan seluas 633 ribu hektare untuk dijadikan perkebunan tebu di Papua Selatan. Sedangkan 382.759 hektare hutan di Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel, dialih-fungsikan sebagai perkebunan sawit yang menjadi sumber produksi biodiesel.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Refki Saputra, menuturkan bahwa lanskap di Papua Selatan tersebut akan melepaskan emisi setara 162 juta ton karbondioksida (CO2) ke atmosfer bila dikonversi.
Sementara di Kalimantan, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) disertai pembukaan lahan seluas 560 ribu hektare. Greenpeace memprediksi pembukaan ratusan ribu hektare lahan itu akan menghasilkan emisi setara 221 juta ton CO2 atau setara 48 juta emisi CO2 yang dihasilkan kendaraan mobil dalam setahun.
“Pembukaan lahan secara besar-besaran demi ambisi transisi energi kontradiktif dengan target iklim yang digaungkan pemerintah dalam COP30. Target itu mustahil tercapai bila perampasan hutan terus terjadi,” ujar Refki.
Senior Partnership and Outreach Officer Asia, Oil Change International, Hikmat Soeratanuwijaya, menyebut Belém 4x Pledge yang menggunakan istilah “berkelanjutan” untuk membenarkan penggunaan bahan bakar fosil berkelanjutan, berkebalikan dengan gagasan transisi energi berkeadilan.
“Perlindungan hutan dan masyarakat adat harus menjadi subjek mitigasi tertinggi dalam transisi energi berkeadilan. Ambisi biofuel tak akan tercapai bila hutan terus dieksploitasi,” ucap Hikmat.
Kelompok masyarakat sipil berpendapat, Belém 4x Pledge akhirnya hanya akan mengorbankan hutan. Rencana itu juga akan merusak ekosistem mengubah bentang alam dan menyebabkan bencana lingkungan di banyak tempat, termasuk menenggelamkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia, Mufti Fathul Barri, menyebut bahwa pulau-pulau kecil memiliki daya tampung terbatas. bahkan sebelum proyek-proyek industri tak berkeadilan merangsek, pulau-pulau kecil telah sejak semula rentan terdampak krisis iklim. Terlebih lagi daya tampung dan daya dukung pulau-pulau kecil tak sebanding dengan daratan di pulau-pulau besar.
“Menenggelamkan pesisir dan pulau-pulau kecil sama saja menghilangkan manusia yang hidup di dalamnya,” kata Mufti.
Dalam pertemuan COP30, Pemerintah Indonesia mengatakan bakal menurunkan emisi yang tertuang dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC). Dalam dokumen tersebut, pemerintah menyasar penurunan emisi sebesar 1,258 GT CO2 (low) dan 1,489 GT CO2 (high) pada 2035. Target tersebut digadang-gadang sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
Target itu menyusul pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa Indonesia tegas beralih dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju energi terbarukan. Mulai 2026, kata Prabowo, sebagian besar kapasitas pembangkit listrik tambahan Indonesia akan bersumber dari energi terbarukan.
“Tujuan kami jelas untuk mengeluarkan semua warga negara kami dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi bagi ketahanan pangan, energi dan air,” kata Prabowo ketika berpidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB pada 24 September 2025.
Kelompok-kelompok masyarakat sipil tersebut mendesak pemerintah segera mengambil langkah korektif dalam kebijakan transisi energi. Tanpa itu, transisi energi Indonesia hanya akan dipandang dunia bukan sebagai solusi melainkan ilusi semata.
“Agar gagasan-gagasan yang tampak bagus seperti ini tidak jadi musang berbulu domba, saatnya Pemerintah Indonesia menerbitkan regulasi yang memastikan seluruh hutan alam tersisa sebagai area dan ekosistem dilindungi,” ucap Timer Manurung, Ketua Auriga Nusantara.
SHARE

Share
