Biarkan Perambah Hutan, Izin Kehutanan di Seblat Diminta Dicabut

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Jumat, 14 November 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Dua perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang beroperasi di bentang alam Seblat, di Provinsi Bengkulu, yakni PT BAT dan PT API, dianggap mendapat perlakuan istimewa dan perlindungan dari pemerintah. Kedua perusahaan tersebut tidak dicabut izinnya meski telah membiarkan perusakan dan perambahan kawasan hutan terjadi di dalam konsesinya. Padahal hutan di sana menjadi habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).

Berdasarkan data kerusakan yang sudah dipaparkan Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat, pembalakan hutan secara masif dan besar-besaran terjadi dalam konsesi kedua perusahaan ini tanpa ada respons atau sanksi dari Kementerian Kehutanan sebagai pemberi PBPH.

Dari analisis citra Sentinel dalam kurun 2024 hingga Oktober 2025, ditemukan lebih dari 775 titik deforestasi dengan luas total mencapai 3.410 hektare di dalam dua konsesi tersebut. Dari jumlah itu, perambahan di dalam konsesi PT BAT sebanyak 262 titik seluas 1.239 hektare, sedangkan dalam konsesi PT API tercatat sebanyak 243 titik seluas 1.209 hektare.

“Hasil analisis citra satelit dan verifikasi lapangan menunjukkan kerusakan habitat meningkat signifikan sejak 2024 hingga 2025. Artinya tidak ada pengamanan wilayah kerja, dibiarkan rusak parah dan tidak ada tindakan dari Ditjen PHL Kementerian Kehutanan,” kata Egi Saputra, Direktur Genesis Bengkulu, salah satu anggota Forum KEE Koridor Gajah Seblat, di Bengkulu Kamis (13/112025).

Salah satu lokasi perambahan kawasan HPT Lebong Kandis di dalam konsesi PT API, didokumentasikan pada November 2025. Sumber: Forum KEE Koridor Gajah Seblat.

Sementara itu, data Konsorsium Bentang Alam Seblat pada 2023 mencatat, dari izin PBPH PT API seluas 41.988 hektare, yang telah beralih fungsi menjadi semak belukar 6.577 hektare, kebun sawit 5.432 hektare, dan lahan terbuka 2.173 hektare. Sedangkan pada konsesi PT BAT, yang memiliki luas izin sebesar 22.020 hektare, yang telah berubah fungsi menjadi tanaman sawit seluas 4.826 hektare.

Konversi kawasan hutan di dalam konsesi dua perusahaan ini adalah hal yang ironis. Sebab pemegang konsesi memiliki tanggung jawab atas keselamatan area yang berada dalam wilayah konsesinya sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menyebut pemegang izin berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.

Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, pada Pasal 156 menyebutkan bahwa setiap pemegang PBPH pada hutan produksi wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerjanya, melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya, bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, serta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.

Egi bilang, gambar pada citra satelit terbaru juga memperlihatkan pembukaan jalur baru dan aktivitas penebangan di blok hutan primer yang sebelumnya berstatus kawasan bernilai konservasi tinggi di wilayah konsesi PT API.

“Citra satelit terbaru memperlihatkan fragmentasi yang nyata, terutama di jalur lintasan gajah Seblat. Akibatnya, blok pakan alami gajah telah hilang dan aktivitas ini juga mengganggu tata air hulu DAS Seblat, dan meningkatkan konflik manusia-gajah. Kalau ini dibiarkan, gajah Seblat akan kehilangan habitat alami sepenuhnya dalam lima tahun ke depan,” kata Egi.

Bentang alam Seblat dikenal sebagai salah satu koridor alami penting yang menghubungkan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan hutan produksi di sekitarnya. Kawasan ini menjadi jalur jelajah dan sumber pakan utama bagi populasi gajah liar yang tersisa di Bengkulu.

Salah satu titik lokasi perambahan kawasan hutan di konsesi PT BAT, di bentang alam Seblat, Bengkulu. Didokumentasikan pada Februari 2024. Foto: Auriga Nusantara.

Koridor gajah ini juga penting untuk menghubungkan dua kantong gajah tersisa di Bengkulu yakni gajah di kantong Air Teramang dan gajah kantong Air Rami. Namun, dalam satu dekade terakhir, kawasan Seblat terus mengalami tekanan masif akibat ekspansi konsesi, pembukaan jalan, dan alih fungsi lahan yang tak terkendali dan terkesan dibiarkan oleh petugas negara.

Data Forum KEE Koridor Gajah Seblat merilis dari seluas 112.504 hektare areal hutan dalam lanskap Seblat, seluas 30.017 hektare telah rusak, yang didominasi menjadi kebun sawit. Kepemilikan kebun sawit dalam hutan di wilayah ini juga didominasi para pemilik modal mulai dari politisi, mantan pejabat, bahkan aparat penegak hukum dengan luasan kepemilikan perorangan mencapai ratusan hektare.

“Pertumbuhan sawit di dalam izin PBPH menunjukkan bahwa pengawasan Ditjen PHL praktis tidak berjalan. Padahal, setiap perubahan tutupan lahan wajib dilaporkan dan dievaluasi setiap tahun,” kata Egi.

Egi menyampaikan, dua perusahaan ini juga tidak memiliki catatan evaluasi kinerja ekologis dan sosial dari Ditjen PHL sejak mekanisme PBPH diberlakukan pada 2021. Padahal, sesuai Permen LHK No. 8 Tahun 2021 dan Permen LHK No. 15 Tahun 2021, Ditjen PHL memiliki mandat untuk membina, mengawasi, dan menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelanggaran prinsip kelestarian.

Pada Februari 2025, Kemenhut melalui Ditjen PHL telah mencabut 18 izin PBPH di seluruh Indonesia karena tidak aktif dan melanggar prinsip perlindungan kawasan. Namun, dua perusahaan di Seblat ini, dengan pola pelanggaran serupa tidak tersentuh sanksi.

Sementara, dari hasil pantauan lapangan, beberapa area di dalam konsesi diketahui terbengkalai dan tidak menunjukkan kegiatan pengelolaan hutan lestari. Justru ditemukan aktivitas logging dan penanaman sawit baru oleh pihak ketiga tanpa pengendalian.

Tampak aktivitas diduga pembakaran untuk membersihkan lahan yang dilakukan secara ilegal di dalam konsesi PT BAT. Didokumentasikan apda November 2025. Foto: Forum KEE Koridor Gajah Seblat.

Ketua Kanopi Hijau Indonesia, yang juga Sekretaris Forum KEE Koridor Gajah Seblat, Ali Akbar juga mempertanyakan kredibilitas Ditjen PHL atas pembiaran kerusakan hutan produksi di wilayah kerja PT API dan PT BAT.

“Patut dipertanyakan kredibilitas Ditjen PHL ini karena sudah berulangkali disuarakan untuk cabut izin PT API dan BAT, bahkan Pemda Provinsi Bengkulu pada tahun 2023 juga sudah bersurat ke Menteri dan beberapa kali menegur PT API tapi Ditjen PHL tidak bergeming, ini menjadi tanda tanya,” kata Ali.

Atas kondisi ini Forum KEE Koridor Gajah Seblat merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan, di antaranya segera menyetop sementara operasi PT API dan PT BAT sebagai langkah awal untuk menghentikan total aktivitas perusahaan dan mencabut izin PBPH keduanya berdasarkan audit gabungan oleh Kemenhut, Balai KSDAE, dan lembaga akademik independen.

Kemudian Forum KEE juga mendorong agar wilayah tersebut direstorasi secara partisipatif, bersama masyarakat lokal untuk memulihkan koridor gajah yang rusak, agar dapat mengembalikan fungsi ekologis Seblat sekaligus melibatkan warga sebagai penjaga hutan.

Tak hanya itu, Kemenhut juga dianggap perlu segera meningkatkan status koridor gajah di bentang alam Seblat seluas 80.987 hektare areal menjadi kawasan konservasi berstatus suaka margasatwa, demi melindungi dua satwa kunci terancam punah yaitu gajah dan harimau sumatera yang tersisa di Provinsi Bengkulu.

Terakhir, kemenhut juga harus menegakkan hukum dengan tegas. Seluruh pelaku kejahatan kehutanan di bentang Seblat harus ditindak tegas untuk memberikan efek jera dan memastikan perlindungan menyeluruh terhadap hutan negara yang tersisa.

Sementara itu, berdasarkan perkembangan terbaru Kementerian Kehutanan melalui Ditjen Gakkum Kehutanan dan tim gabungan dari berbagai instansi pemerintah melaksanakan operasi lanjutan di bentang alam Seblat untuk menghentikan perambahan dan mengamankan habitat gajah sumatera.

Hasilnya sebanyak 28 pondok yang diduga dibangun para perambah dibongkar, seluas 4.000 hektare kawasan hutan yang dirambah telah dikuasai kembali, seluas 2.100 hektare kebun sawit yang ditanam di kawasan hutan tersebut dibongkar, dan 8 pelaku perambahan dan 1 pemilik lahan ditetapkan sebagai tersangka.

SHARE