Perang Tak Adil Gajah Sumatera dan Masyarakat di Seblat

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Rabu, 05 November 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Perambahan hutan ilegal dan konversi lahan di bentang alam Seblat, Bengkulu, tak hanya menghancurkan ingatan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) tentang rumahnya yang dulu aman dan bersahabat, tapi juga memperbesar potensi konflik antara satwa dilindungi tersebut dengan masyarakat. Penegakan hukum, rehabilitasi dan perlindungan hutan tersisa di habitat menjadi pekerjaan rumah menanti dilakukan.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Himawan Sasongko, menjelaskan gajah dan satwa liar lain pada umumnya memiliki jalur jelajah dan teritori yang sudah terekam dalam ingatan mereka. Ingatan tersebut terbentuk sejak satwa masih kecil dan diajak menjelajah hutan bersama induknya. Pengetahuan tentang jalur jelajah dan teritori itu akan terwariskan terus menerus dari generasi ke generasi dan terekam kuat dalam memori satwa. 

Tapi, imbuh Himawan, meski wilayahnya berubah, satwa tidak serta merta langsung beradaptasi atau mengubah jalur jelajah dan teritorinya. Perubahan itu akan membuat satwa mengalami disorientasi, karena fitur-fitur ekologi yang dia kenali sejak kecil tampak berbeda dan menimbulkan kebingungan.

“Pada fase ini adalah fase yang sangat rawan terjadinya interaksi negatif dengan manusia, karena satwa akan berusaha untuk tetap mengikuti nalurinya yang terbangun sejak kecil,” kata Himawan, Selasa (4/11/2025).

Salah satu lokasi perambahan hutan ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis. Tampak terdapat tanaman sawit yang ditanam di lahan tersebut, pada Selasa (4/11/2025). Foto: Istimewa.

Himawan melanjutkan, satwa liar, termasuk gajah, hanya akan menata ulang memorinya kembali ketika ia merasa sudah tidak memungkinkan lagi melewati fitur-fitur ekologi yang dulu terekam di memorinya. Namun demikian, hal tersebut tidak akan menghilangkan seluruhnya. Ketika dia menemukan kondisi yang bisa menguatkan kembali memori jelajah dan teritorinya, satwa akan mengulang apa yang dulu diajarkan oleh induk-induknya.

“Itulah mengapa rehabilitasi habitat sangat penting untuk mengembalikan memori satwa dan kembali ke jalur jelajahnya,” ujarnya.

Apa yang Himawan tuturkan tersebut terutama berlaku pada kasus perusakan hutan di habitat gajah sumatera di bentang alam Seblat. Himawan merasa kondisi hutan habitat yang sudah dirambah secara ilegal dan berubah menjadi perkebunan sawit, jelas membuka peluang interaksi negatif gajah dengan manusia.

Ia bilang, pada Selasa (4/11/2025) siang, Wakil Menteri Kehutanan beserta pejabat teras Kementerian Kehutanan telah melakukan peninjauan ke lokasi perambahan dan pembukaan lahan di habitat gajah bentang alam Seblat. Dalam kegiatan tersebut Wakil Menteri Kehutanan menyatakan komitmennya untuk menguatkan aspek perlindungan dan pemulihan lahan.

“Perlindungan terhadap yang masih bagus hutannya dan pemulihan pada areal yang telah terdegradasi,” katanya.

Himawan menganggap positif usulan kelompok masyarakat sipil untuk menaikkan status areal habitat gajah sumatera menjadi kawasan konservasi. Hanya saja, alasan untuk menaikkan status kawasan tersebut perlu diperkuat, baik aspek ekologi dan aspek-aspek lainnya.

“Tapi karena ini PBPH (perizinan berusaha pemanfaatan hutan) mestinya ada pertanggung-jawabannya dulu, setiap konsesi kan ada kewajiban yang harus ditunaikan. Tunaikan itu, baru kita bicarakan bagaimana proses berikutnya,” ucap Himawan.

Pasang papan larangan dan PPNS line

Spanduk berisi informasi tentang bentang alam Seblat yang dipasang di lokasi perambahan hutan secara ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis. Foto: Istimewa.

Terpisah, Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki, yang melakukan pemantauan via udara menggunakan helikopter, mengaku melihat secara langsung sebaran lahan kawasan hutan yang terindikasi dirambah, jalur akses ilegal, dan area hutan yang masih utuh di bentang alam Seblat. Ia mengatakan bahwa koridor Seblat adalah rumah bagi gajah sumatera, dan negara tidak akan membiarkan kawasan tersebut dirusak oleh aktivitas ilegal.

“Ini bukan hanya soal gajah, tapi tentang keberlanjutan ekosistem dan masa depan manusia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (4/11/2025).

Sebelumnya, lanjut Rohmat, pada Minggu (2/112025), Kementerian Kehutanan melalui Balai Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) Sumatera bersama Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Dinas LHK Provinsi Bengkulu, KPH Bengkulu Utara, dan BKSDA Bengkulu melaksanakan operasi pengamanan di kawasan Hutan Produksi Air Rami, Kecamatan Air Rami, Kabupaten Mukomuko. Sebanyak 18 personel gabungan diterjunkan ke lapangan.

Operasi ini merupakan tindak lanjut laporan adanya aktivitas perambahan di kawasan bentang alam Seblat—koridor penting yang menjadi jalur alami migrasi gajah sumatera TWA Seblat-TNKS. Hasil pemetaan awal mengidentifikasi lima titik dugaan pembukaan hutan, meliputi kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan TNKS.

Pada 31 Oktober 2025 yang lalu, tim Resort TNKS telah memeriksa dan menemukan bukaan lahan baru sekitar 3-4 hektare yang diduga dilakukan pada September 2025. Fakta ini mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas perambahan dalam beberapa bulan terakhir.

Selanjutnya, dalam operasi 2 November 2025, tim gabungan melakukan pemasangan papan larangan, penandaan garis PPNS , serta pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) dan penyelidikan awal terhadap pihak yang diduga terlibat.

“Langkah cepat ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghentikan perusakan kawasan hutan serta menjaga fungsi ekologis bentang Seblat,” kata Rohmat.

Selain langkah penegakan hukum, masih kata Rohmat, pemerintah menyiapkan rencana pemulihan ekosistem melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, perusahaan yang beroperasi sah di sekitar kawasan, serta lembaga konservasi dan masyarakat. Fokus utama kolaborasi ini mencakup rehabilitasi area yang telah terbuka, penertiban akses masuk liar, dan penguatan sistem monitoring satwa kunci, khususnya gajah sumatera.

Upaya pemulihan akan dilakukan melalui penanaman kembali vegetasi alami, termasuk tanaman pakan gajah di sepanjang koridor, serta penanaman barrier tanaman yang tidak disukai gajah, seperti eucalyptus, di batas yang berdekatan dengan permukiman masyarakat.

“Kami membuka ruang kolaborasi seluas-luasnya. Mari kita jaga bersama bentang alam Seblat, bukan hanya untuk gajah, tetapi juga untuk masa depan manusia yang bergantung pada hutan yang sehat,” kata Rohmat.

Perambah hutan harus ditangkap

Salah satu pondok diduga milik perambah hutan, yang dibangun di kawasan Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis. Foto: Istimewa.

Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, berujar rencana rehabilitasi habitat gajah di bentang alam Seblat memungkinkan dilaksanakan bila para perambah hutan ditangkap lebih dulu, dan perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) yang dipegang sejumlah perusahaan dicabut.

“Tangkap pemainnya. Cabut PBPH-nya, baru bisa direhabilitasi. Karena kalau tidak begitu, maka akan terjadi tabrakan tanggung jawab namanya (rehabilitasi),” ujar Ali, Selasa (4/11/2025).

Sebelumnya, Ali yang juga sebagai anggota Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu, mengatakan bahwa pihaknya telah berulang kali mendesak Menhut untuk mengevaluasi perizinan kedua perusahaan kehutanan di Bentang Seblat yaitu PT API dan PT BAT karena terbukti gagal menyelamatkan wilayah kerjanya dari aktivitas pembalakan hutan.

Bahkan Gubernur Bengkulu pada 2022 juga telah melayangkan surat kepada Menhut meminta hal yang sama agar mengevaluasi keberadaan kedua perusahaan ini, apalagi aktivitas keduanya di lokasi sudah tidak optimal.

“PT BAT dan PT API berulang kali gagal mengamankan wilayah kerjanya yang dibuktikan dengan perubahan tutupan hutan di wilayah itu, ribuan hektare sudah jadi kebun sawit,” ucap Ali.

Ali juga menyoroti program konservasi kehutanan yang saat ini berlangsung di bentang alam Seblat yang dikelola oleh Menteri Kehutanan melalui program Conserve (Catalyzing Optimum Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and Viability of Endangered Wildlife Species), yang tujuan utamanya melestarikan habitat gajah sumatera di Bengkulu.

Forum KEE menganggap, mestinya keberadaan program tersebut dapat memberikan dampak nyata dalam perlindungan ekosistem bentang Seblat, terutama wilayah koridor gajah seluas 80.987 hektare yang sudah ditetapkan pada 2020. Tapi yang terjadi tidak demikian.

Sebelumnya, Koalisi Selamatkan Bentang Seblat mengungkap terjadinya kehilangan hutan alam di habitat gajah Seblat seluas lebih dari 2 ribu hektare, dalam rentang waktu Januari 2024 hingga Oktober 2025, yang diduga kuat akibat perambahan hutan secara ilegal untuk pembangunan perkebunan sawit. Itu terjadi di kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas dan taman nasional, dan di dalam konsesi PBPH Hutan Alam yang beroperasi di sana.

SHARE