Krisis Iklim Diduga Bikin Lumba-Lumba Jadi Pikun

Penulis : Aryo Bhawono

Iklim

Senin, 03 November 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Mungkinkah kerusakan otak terkait dengan Alzheimer, termasuk pikun, menjadi salah satu alasan lumba-lumba tersesat dan terdampar? Kemungkinan ini dieksplorasi dalam sebuah studi baru terhadap 20 lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) yang terdampar di Indian River Lagoon, Florida, pada rentang 2010 hingga 2019.

Para peneliti mengaitkan tanda-tanda kondisi kronis yang merusak dan menghancurkan bagian-bagian sistem saraf, terutama otak (neurodegenerasi) pada lumba-lumba dengan krisis iklim. 

Kondisi ini dipicu oleh ledakan alga dan bakteri beracun yang kian sering dan tersebar luas di perairan yang lebih hangat.

Analisis terhadap otak lumba-lumba yang terdampar mengungkapkan perubahan ekspresi gen yang terkait dengan Alzheimer pada manusia. Temuan ini disertai kerusakan khas penyakit tersebut, seperti protein yang menggumpal.

Lumba-lumba pelompat, yang diusulkan untuk segera disebut lumba-lumba hidung botol Tamanend, di sepanjang pesisir Georgia. Kredit: NOAA Fisheries

Studi kolaboratif ini melibatkan para ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Miller Universitas Miami, Hubbs-SeaWorld Research Institute (HSWRI), Laboratorium Kimia Otak, Fakultas Ilmu Kelautan, Atmosfer, dan Bumi Rosenstiel Universitas Miami, dan Institut Penelitian Blue World. 

Mereka menemukan bahwa lumba-lumba yang terpapar ledakan alga berbahaya membawa racun tingkat tinggi di otak mereka dan menunjukkan tanda-tanda peringatan neurodegenerasi.

Pada studi yang dimuat dalam Communication Biologi pada Jurnal Nature itu menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada lumba-lumba yang terdampar selama musim mekarnya alga. Otak mereka menunjukkan kadar neurotoksin asam 2,4- diaminobutirat (2,4-DAB) yang 2.900 kali lebih pekat dibandingkan lumba-lumba lain yang terdampar saat tidak ada mekarnya alga di sekitarnya.

Ahli toksikologi David Davis, dari Universitas Miami, menyebutkan temuan ini menjadi bukti efek berbahaya dari mekarnya alga yang dipenuhi sianobakteri, dan dapat menjelaskan sebagian hilangnya kemampuan navigasi dan memori yang menyebabkan lumba-lumba ini terdampar.

"Karena lumba-lumba dianggap sebagai penjaga lingkungan untuk paparan racun di lingkungan laut, terdapat kekhawatiran tentang masalah kesehatan manusia yang terkait dengan mekarnya sianobakteri," kata dia. 

Lumba-lumba sendiri biasanya mengalami masalah otak yang sangat mirip dengan Alzheimer seiring bertambahnya usia. Namun pengetahuan bahwa racun yang dilepaskan oleh sianobakteri dapat merusak neuron pada hewan dan manusia meskipun kaitannya dengan penyakit neurodegeneratif manusia masih dalam penyelidikan.

Tim peneliti menduga masalah ini mungkin dipercepat dan diperparah pada lumba-lumba oleh ledakan alga yang berbahaya. Studi ini menambahkan detail tentang neurotoksin yang menyebabkan kerusakan, konsekuensi utama pada otak lumba-lumba, dan variasi musiman.

"Kemunculan bersamaan perubahan neuropatologis penyakit Alzheimer dan akumulasi alami toksin alga yang diamati pada lumba-lumba memungkinkan kesempatan unik untuk mempelajari dampak dari dua peristiwa yang berkonvergensi ini pada otak," tulis para peneliti dalam makalah yang telah dipublikasikan.

Risiko ledakan alga tidak hanya terbatas pada lumba-lumba melainkan juga menyebabkan kerusakan pada banyak jenis kehidupan laut lainnya. Hal ini memiliki efek domino pada rantai makanan, yang akhirnya mengarah ke manusia.

Penelitian sebelumnya telah mengaitkan ledakan alga dengan toksin yang dapat menyebabkan hilangnya ingatan, karakteristik utama Alzheimer. Jika bahan kimia ini masuk ke dalam makanan manusia dalam jumlah cukup besar, hal itu bisa menjadi masalah serius.

Meski studi ini mengamati lumba-lumba, bukan manusia tetapi beberapa pergeseran mendasar yang mirip Alzheimer di otak adalah sama. Memang belum ada hubungan langsung dengan manusia tapi terdapat tanda-tanda dan setidaknya layak untuk diselidiki lebih lanjut.

Beberapa peneliti yang sama sebelumnya telah mengamati sianobakteri dan neurotoksin yang dihasilkannya pada pohon sikas. Mereka menemukan bahwa racun ini dapat bertahan di lingkungan dan terakumulasi dalam rantai makanan. Hal ini merupakan jalur potensial paparan racun dapat menyebabkan berbagai jenis neurodegenerasi pada manusia, termasuk demensia.

"Meskipun kemungkinan ada banyak jalur menuju penyakit Alzheimer, paparan sianobakteri tampaknya semakin menjadi faktor risiko," kata Davis.

SHARE