Menteri Raja Disurati soal Perambah Rumah Gajah di Bengkulu
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Senin, 03 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Laju kerusakan hutan bentang alam Seblat yang merupakan habitat terakhir gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Bengkulu, dipertontonkan secara terbuka. Lebih dari 2 ribu hektare hutan alam di kawasan hutan produksi di bentang alam Seblat hilang dalam rentang waktu Januari 2024 hingga Oktober 2025.
Melihat situasi tersebut, Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu menyurati Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni agar segera bertindak dan mengambil langkah tegas untuk memastikan keselamatan rumah terakhir gajah sumatera yang ada di Bengkulu tersebut.
Forum KEE menganggap, dalam 2 tahun terakhir, tidak ada tindakan yang berarti yang dilakukan terhadap kasus perambahan dan perusakan habitat gajah ini, baik dari Pemerintah Provinsi Bengkulu selaku pemangku wilayah maupun dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung yang bertugas memastikan keselamatan rumah gajah tersisa di Bengkulu ini selamat.
Desakan itu disampaikan melalui surat kepada Menteri Kehutanan yang dilayangkan pada Kamis 30 Oktober 2025, sebagai keprihatinan atas praktik-praktik perusakan hutan yang terus terjadi di bentang alam Seblat selama bertahun-tahun tanpa ada tindakan tegas, terutama upaya penegakan hukum kehutanan.
Forum KEE menyoroti program konservasi kehutanan yang saat ini berlangsung di bentang alam Seblat yang dikelola oleh Menteri Kehutanan melalui program Conserve (Catalyzing Optimum Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and Viability of Endangered Wildlife Species), yang tujuan utamanya melestarikan habitat gajah sumatera di Bengkulu.
Mestinya keberadaan program ini dapat memberikan dampak nyata dalam perlindungan ekosistem bentang Seblat, terutama wilayah koridor gajah seluas 80.987 hektare yang sudah ditetapkan pada 2020. Tapi yang terjadi tidak demikian.
Ali Akbar, anggota Forum KEE mengatakan, bila bercermin dari situasi sekarang, yang mana laju kerusakan kawasan hutan dilakukan secara terang-terangan, kawanan gajah yang semakin jarang ditemui, maka program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, program ini agenda utamanya adalah menyelamatkan satwa kunci seperti harimau dan gajah.
“Kawanan gajah yang semakin sulit ditemui menunjukkan bahwa populasi ini terancam,” kata kata Ali dalam keterangan pers, Jumat (31/10/2025).
Dari analisis citra sentinel, lanjut Ali, per 28 Oktober 2025 ditemukan perambahan secara masif dan besar-besaran, bahkan menggunakan alat berat sedang terjadi di bentang alam Seblat. Data menunjukkan areal hutan alam yang hilang dalam kurun 2024-2025 mencapai lebih dari 2 ribu hektare.
Ali bilang, perambahan secara masif itu terjadi dalam Hutan Produksi (HP) Air Rami dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis seluas 1.585 ha yang masuk dalam konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) dan dalam HPT Air Ipuh 1 dan HP Air Teramang seluas lebih 500 ha yang masuk dalam konsesi PT Bentara Arga Timber (BAT).
“Pembukaan hutan menggunakan alat berat sudah tentu dilakukan oleh orang atau kelompok orang bermodal. Informasi yang kami dapat sampai dengan sekarang tindakan membuka lahan ini masih terus berlangsung,” kata Ali.
Forum KEE yang dibentuk pada 2017 telah berulang kali mendesak Menhut untuk mengevaluasi perizinan kedua perusahaan kehutanan di Bentang Seblat yaitu PT API dan PT BAT karena terbukti gagal menyelamatkan wilayah kerjanya dari aktivitas pembalakan hutan.
Bahkan Gubernur Bengkulu pada 2022 juga telah melayangkan surat kepada Menhut meminta hal yang sama agar mengevaluasi keberadaan kedua perusahaan ini, apalagi aktivitas keduanya di lokasi sudah tidak optimal.
“PT BAT dan PT API berulang kali gagal mengamankan wilayah kerjanya yang dibuktikan dengan perubahan tutupan hutan di wilayah itu, ribuan hektar sudah jadi kebun sawit,” ucap Ali.
Supintri Yohar, anggota Forum KEE lainnya, menjelaskan, berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) SK No: 3/1/IUPHHK-PB/PMDN/2017 tertanggal 3 April 2017, PT API memiliki konsesi seluas 41.988 hektare. Namun, berdasarkan pemantauan lapangan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat pada 2024, kerusakan hutan di areal konsesi PT API telah mencapai 14.183 hektare.
Area tersebut terdiri dari semak belukar 6.577 hektare, perkebunan sawit dalam hutan 5.432 hektare, dan lahan terbuka 2.173 hektare. Kondisi ini, imbuh Supin, menunjukkan bahwa tidak ada pelaksanaan kewajiban reboisasi (penanaman) pada lahan terbuka dan tidak ada kegiatan pengamanan areal oleh perusahaan, sehingga lebih dari 5.000 hektare lahannya digarap masyarakat jadi kebun sawit.
“Areal konsesi PT BAT yang rusak sudah bertambah 1.585 hektare, berarti saat ini kerusakan hutan areal PT API sudah mencapai 15.768 hektare, artinya tidak ada upaya sama sekali untuk mempertahankan hutan,” katanya.
Supin menyebut, kondisi di konsesi PT BAT juga sama. Dengan IUPHHK_HA SK No. 529/MENLHK/SETJEN/HPL.0/8/2021, perusahaan tersebut memiliki konsesi seluas 22.020 hektare. Dari luasan tersebut, kerusakan kawasan yang terjadi luasnya sekitar 6.862 hektare, yang terdiri dari area non-hutan seluas 3.043 hektare, kebun sawit seluas 2.162 hektare dan areal pertanian lainnya seluas 1.658 hektare.
Sementara dalam HPT Air Ipuh 1 dan HP Air Teramang, yang masuk dalam konsesi PT BAT, ditemukan pembukaan baru dalam kawasan hutan dengan cara tebang habis lebih dari 500 hektare, dan hingga akhir Oktober 2025 pembukaan lahan itu terpantau masih terjadi.
Supin mengatakan, perusakan kawasan hutan di bentang alam Seblat ini diduga kuat disebabkan oleh adanya jual beli lahan. Dugaan jual beli di dua areal konsesi ini juga menguat, seperti yang pernah diinvestigasi dan diungkap oleh Konsorsium Bentang Seblat dalam berbagai kesempatan pada 2022.
“Ini adalah praktik kejahatan mafia kehutanan dengan tujuan mendapatkan keuntungan dengan cara memperjualbelikan kawasan hutan. Mereka harus diproses secara hukum karena kejahatan kehutanan termasuk dałam kejahatan luar biasa,” kata Supin.
Forum KEE dalam surat yang dilayangkan kepada Menteri Raja Juli pada 30 Oktober 2025 menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, lakukan valuasi cepat dan pencabutan izin konsesi PT API dan PT BAT. Berdasarkan isi Pasal 32 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.
Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Pasal 156 menyebutkan bahwa setiap pemegang PBPH pada hutan produksi wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerjanya, melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya, bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, serta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.
Berikutnya evaluasi dan tata ulang implementasi proyek Conserve di Bengkulu, sehingga sejalan dengan tujuan utama program ini yaitu pelestarian keanekaragaman hayati, utamanya satwa terancam punah gajah sumatera dan memperkuat pengelolaan lanskap prioritas baik di dalam dan di luar kawasan konservasi, serta berkontribusi terhadap pencapaian Global Environmental Benefit dan secara spesifik mendukung program-program nasional, antara lain Forestry and Other Land Uses (Folu) Net Sink 2030, dan Enhanced Nationally Determined Contribution, khususnya untuk sektor kehutanan.
Selain itu, perlu dilakukan peningkatan status kawasan bentang alam Seblat, khususnya areal koridor gajah seluas 80.987 hektare, menjadi kawasan suaka margasatwa, sebagai upaya perlindungan dua satwa kharismatik Sumatera yaitu harimau sumatera dan gajah sumatera yang tersisa di Bengkulu.
Rekomendasi terakhir adalah menindak secara hukum seluruh pelaku kejahatan kehutanan di wilayah bentang alam Seblat sebagai wujud penegakan hukum serta memberikan efek jera sekaligus sebagai upaya melindungi kawasan hutan negara yang tersisa.
“Kami tidak rela gajah dan rimba Sumatera tinggal cerita!” ucap Ali Akbar.
SHARE

Share

