Walhi Yogya: Pengolahan Sampah untuk Energi Listrik Bukan Solusi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Polusi

Minggu, 02 November 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta menilai pembangunan Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL) masih belum menjadi solusi atas permasalahan sampah yang ada di di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alih-alih menyelesaikan permasalahan sampah, proyek ini berpotensi mengakibatkan pencemaran udara.

Proyek waste to energy di Indonesia ini dianggap masih menjadi program penyelesaian sampah menggunakan solusi palsu. Mengingat proyek waste to energy yang diterapkan di Indonesia masih menggunakan metode pembakaran (insenerasi) dan hasil energi yang dihasilkan juga tidak sebanding.

“Pembakaran sampah dapat menghasilkan zat-zat beracun seperti dioksin dan furan, yaitu zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Di tambah masih buruknya tata kelola TPA di Indonesia yang masih menggunakan open dumping dan pengelolaan TPA B3 khusus yang buruk,” tulis Walhi Yogyakarta, dalam siaran pers yang dipublikasikan pada Rabu (29/10/2025).

Walhi Yogyakarta menjelaskan, rendahnya angka pemilahan menambah bahaya proyek waste to energy melalui PSEL ini. Operasional PSEL di Bawuran memerlukan suplai air besar yang rencananya akan disuplai oleh PDAM dan mengambil air dari Sungai Oyo yang tentu saja akan memengaruhi kondisi air di wilayah tersebut.

Ilustrasi sampah kantung plastik (Pixhere.com)

Rencananya PSEL yang akan dibangun di Desa Bawuran, dekat TPST Piyungan ini tidak akan dikelola oleh pemerintah daerah, melainkan akan dikelola langsung oleh pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang dibentuk rezim Prabowo.

Rezim Prabowo berambisi untuk menyelesaikan sampah secara tuntas pada 2029 dengan target 100% sampah terkelola. Rencana ambisius tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2025-2029.

Guna mencapai target tersebut terdapat beberapa strategi. Salah satu strategi yang dilakukan dengan mendorong waste to energy, melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 109/2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Tidak tanggung-tanggung melalui BPI Danantara, anggaran yang diproyeksikan untuk menuju waste to energy adalah 2 sampai 3 triliun dengan target 33 lokasi PSEL di seluruh Indonesia. 

“Pelibatan Danantara semakin menambah risiko ini menjadi lebih kompleks, terdapat risiko kegagalan proyek yang sangat besar. Tercermin dari kegagalan protipe yang ada di Jakarta, Surabaya, dan Solo,” kata Walhi Yogyakarta.

Alih-alih memulihkan lingkungan yang rusak akibat kegagalan pengelolaan TPA Piyungan, lanjut Walhi, PSLE mempunyai potensi untuk memperparah degradasi lingkungan yang terjadi di wilayah tersebut. Sampah telah menjadi masalah laten di Yogyakarta, penyelesaian-penyelesaian dengan menggunakan mesin dan metode insenerasi, terbukti tidak efektif dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Yogyakarta menjadi salah satu target lokasi PSEL yang merupakan bagian dari Proyek Strategi Nasional (PSN) ini. Guna memperlancar persiapan tersebut pemerintah daerah harus menyiapkan lahan untuk proyek PSEL.

Pemerintah daerah juga mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan sampah dengan total volume 1000 ton/hari untuk operasional. Apabila tidak memenuhi kuota tersebut maka pemerintah daerah harus membayar kompensasi. Beban layanan (tipping fee) atau pengelolaan sampah yang selama ini diserahkan ke pemerintah daerah akan langsung diteruskan ke struktur tarif listrik dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). 

Apabila dilihat dari track record pengelolaan sampah di Yogyakarta hingga hari ini, proyek PSEL ini akan sangat riskan. Melihat bagaimana proyek-proyek pembangunan PLTSA di Surabaya dan Solo belum dapat menyelesaikan permasalahan sampah di wilayah urban maupun wilayah penyangga.

“Terlihat akan sangat dipaksakan dan terburu-buru apabila Yogyakarta menerima proyek PSEL yang rencananya akan di bangun di wilayah dekat TPST Piyungan. Mengingat proyek sebelumnya yaitu ITF Bawuran juga belum beroperasi secara optimal, karena hanya mampu mengolah 25-30 ton/hari yang tidak sesuai target,” ujar Walhi. 

Walhi merekomendasikan agar Pemerintah Daerah Yogyakarta menolak pembangunan PSLE di Yogyakarta dan solusi-solusi palsu yang masih menggunakan metode pembakaran (insenerasi), dan beralih ke solusi-solusi dengan menekankan pada prinsip-prinsip berkeadilan, dengan melibatkan berbagai pihak khususnya warga yang terdampak atas permasalahan darurat sampah di Yogyakarta.

Pemerintah daerah, lanjut Walhi, mestinya menawarkan solusi yang bersifat inklusif dan membangun pengelolaan sampah berbasis pada pengetahuan lokal, dan menawarkan solusi dengan menghormati batasan planet dengan bergerak menuju ketercukupan yaitu mengoptimalkan pengurangan di hulu atau sumber sampah, serta melakukan pemulihan di sekitar TPA Piyungan.

Sebelumnya, pada 21 Oktober 2025, Gubernur DIY mendatangi Dusun Ngablak, Bawuran, Kecamatan Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Gubernur DIY datang ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan bersama Wali Kota dan Bupati se-DIY guna melakukan peninjauan untuk kesiapan TPST.

Peninjauan itu terutama untuk persiapan proyek pembangunan pengolahan sampah menjadi bahan baku pembangkit listrik tenaga sampah. Pemerintah Yogyakarta menyebutnya dengan PSEL. Rencananya PSEL ini akan dibangun selama 18 bulan, sehingga akan beroperasi pada 2027.

SHARE