Perkebunan Sawit Ancam Belasan Ribu Ha Hutan di Sorong Selatan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Rabu, 29 Oktober 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Belasan ribu hektare hutan alam nan hijau di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, terancam hilang oleh keberadaan izin usaha perkebunan (IUP) yang dipegang perusahaan sawit swasta. Hal tersebut memicu penolakan yang cukup besar masyarakat adat pemilik hak ulayat.
Penolakan dimaksud salah satunya disuarakan lewat aksi damai yang dilakukan oleh puluhan masyarakat dan gabungan sejumlah organisasi kepemudaan di Sorsel, dengan melakukan long march, dan orasi penyampaian pendapat di Kantor Pertanahan Sorsel, Selasa (28/10/2025).
Penolakan masyarakat adat ini bukan tidak beralasan. Lokasi areal IUP milik PT Anugerah Sakti Internusa yang berlokasi di wilayah Distrik Konda dan Distrik Teminabuan ini bukan tanah kosong dan masih memiliki kekayaan alam yang besar yang sangat berarti bagi masyarakat adat suku besar Tehit, sub suku Mlaqya, sub suku Gemna, sub suku Afsya, sub suku Nakna, dan suku Yaben.
Ketua Relawan Pemuda Tolak Sawit dan Peduli Lingkungan Sorong Selatan, Holland Abago, mengatakan, di hutan itu masyarakat setempat masih melakukan aktivitas tradisional seperti berburu, meramu, berkebun, untuk sekedar menyambung hidup. Hutan tersebut juga berisi banyak tempat pemali (terlarang atau pantangan), keramat untuk upacara adat serta sumber obat-obatan tradisional.
Holland menguraikan, sampai saat ini pemerintah dan perusahaan belum pernah secara terbuka bertemu dengan masyarakat dan meminta persetujuan sebagai tuan dan pemilik tanah ulayat. Holland bilang, pihaknya tidak akan pernah pernah memberikan sejengkal tanah adat dan hutan adat mereka kepada perusahaan dan pemodal untuk bisnis perkebunan kelap sawit dan bisnis komoditas lainnya.
“Perizinan dan rencana operasi perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah adat kami akan menghancurkan dan menghilangkan hak kami masyarakat adat atas tanah dan hutan adat, menghilangkan mata pencaharian dan pekerjaan tradisional, yang telah menghidupkan kami turun temurun,” kata Holland, dalam sebuah keterangan tertulis, Selasa (28/10/2025).
Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya pada Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, (23 September 2025), lanjut Holland, menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015 dan menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada 2025 atau lebih cepat, melalui pengurangan kerusakan hutan dan memberdayakan masyarakat.
Holland bilang, perizinan dan rencana operasi perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Anugerah Sakti Internusa bertentangan dengan komitmen negara yang disampaikan Presiden Prabowo. Selain itu juga bertentangan dengan konstitusi dan peraturan-perundangan, serta tujuan prinsip pembangunan berkelanjutan, yang seharusnya menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan lingkungan hidup.
Dalam orasinya, pada aksi damai, masyarakat menyatakan dan mendesak kepada pejabat Bupati Kabupaten Sorong Selatan untuk mengeluarkan pernyataan dan rekomendasi bahwa pemerintah punya kewajiban menghormati dan melindungi hak dan keputusan masyarakat adat dengan tidak mengeluarkan izin usaha perkebunan dan pemanfaatan sumber daya apapun di atas tanah adat dan wilayah adat.
Masyarakat adat menyatakan dan meminta pejabat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sorong Selatan untuk mengeluarkan pernyataan kepada publik bahwa pemerintah tidak akan menerima dan memproses penerbitan Hak Guna Usaha di atas tanah adat milik masyarakat adat kepada perusahaan PT Anugerah Sakti Internusa.
“Tanah adat, hutan adat, dan kekayaan alam di wilayah adat kami, hanya diwariskan buat kesejahteraan dan keberlangsungan hidup generasi kami. Pengetahuan dan komitmen kami melindungi hutan adat telah memberikan sumbangan bagi kehidupan dan keselamatan masa depan bumi yang berkeadilan dan berkelanjutan,” ujar Holland.
“Apabila tuntutan kami tidak ditindaklanjuti, maka kami akan turun dengan kekuatan masa yang sangat besar,” imbuhnya.
Dalam aksi damai itu, Kepala Kantor Pertanahan Sorsel, Bambang Sabta Nugraha, menyebut Kantor Pertanahan Sorsel belum menerima permohonan pengajuan proses penerbitan Hak Guna Usaha dari perusahaan, di atas wilayah adat suku besar Tehit, sub suku Mlaqya, sub suku Gemna, sub suku Afsya, sub suku Nakna, dan Suku Yaben.
“Kalau bapak ibu menolak, kami tidak akan menandatangani surat. Tuntutan bapak ibu tadi kami terima. Kami mendukung bapak ibu semuanya,” katanya.
Izin PT Anugerah Sakti Internusa pernah dicabut
Berdasarkan informasi yang terhimpun, PT Anugerah Sakti Internusa diketahui telah mendapatkan IUP yang tertera dalam Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 522/82/BSS/2014 tertanggal 25 Februari 2014 dan Izin Lokasi (ILOK) Nomor 522/184/BSS/XII/2013 tertanggal 16 Desember 2013. Izin lokasi yang diberikan kepada perusahaan tersebut luasnya sekitar 37 ribu hektare, berada di Distrik Konda dan Distrik Teminabuan, Sorsel.
Perusahaan tersebut juga telah mendapat Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan seluas 14.677 hektare dari Menteri LHK melalui SK.Nomor 896/MenLHK/Setjen/PLA.2/10/2019. Dari luasan tersebut, sekitar 13.542 hektare di antaranya berupa tutupan hutan alam, dan sebesar 7.416 merupakan lahan bergambut.
Peta kondisi tutupan lahan di areal konsesi PT Anugerah Sakti Internusa. Sumber: Mapbiomas Indonesia.
Namun, SK Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan untuk PT Anugerah Sakti Internusa itu masuk dalam daftar izin yang dievaluasi oleh pemerintah, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. SK tersebut ditetapkan pada 5 Januari 2022.
Pada 2021, Bupati Sorsel pernah melakukan pencabutan terhadap IUP dan Izin Lokasi yang penah diberikan kepada PT Anugerah Sakti Internusa. Pencabutan izin itu melalui Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 025/102/BSS/V/2021, dan Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 025/104/BSS/V/2021
Tak terima perizinan perkebunannya dicabut, PT Anugerah Sakti Internusa kemudian menggugat Bupati Sorsel ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, dalam perkara nomor 45/G/2021/PTUN.JPR. Dalam gugatan itu, perusahaan meminta agar majelis hakim memerintahkan Bupati Sorsel menunda pencabutan izin, dan menyatakan tidak sah keputusan pencabutan izin.
Dalam perjalanannya, Majelis Hakim PTUN Jayapura dalam putusannya menyatakan gugatan PT Anugerah Sakti Internusa tidak diterima. Tak puas, perusahaan tersebut kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar dan majelis hakim melalui putusannya nomor 110/B/2022/PT.TUN.MKS memutuskan membatalkan putusan PTUN Jayapura.
Upaya hukum kasasi yang dilakukan oleh Bupati Sorsel ke Mahkamah Agung (MA), berbuah pahit. Dalam putusan nomor 576 K/TUN/2022, Majelis Hakim MA dalam amar putusannya, menolak permohonan kasasi Bupati Sorsel.
Menurut data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum, Togap Gurning dan Herry Sen tercatat sebagai pemilik manfaat PT Anugerah Sakti Internusa. Perusahaan ini diketahui merupakan anak usaha Grup Indonusa Agromulia milik Rosna Tjuatja.
SHARE

Share

