Dari Terserempet Alat Berat, Menguak Dugaan Tambang Ilegal 

Penulis : aryo bhawono

Tambang

Selasa, 14 Oktober 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Warga Desa Sagea-Kiya, memblokade jalur operasional perusahaan tambang nikel PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining di kawasan karst Sagea di Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Mereka menduga perusahaan itu, melalui kontraktornya, telah melakukan pertambangan ilegal. 

Blokade ini bermula dari lalu lalang alat berat milik kontraktor tambang PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining, PT Mining Abadi Indonesia, merusak dua unit kendaraan warga pada Minggu lalu (12/10/2025). Warga menganggap insiden ini sebagai salah satu tindakan intimidatif karena mereka menolak pertambangan di kampungnya.

Mereka pun lantas melakukan blokade pada hari itu juga dan bertahan hingga Senin (13/10/2025). 

“Sejumlah karyawan PT MAI diduga telah merusak dua unit mobil milik warga dengan menggunakan alat berat milik perusahaan. Tindakan ini memperburuk situasi dan memicu kemarahan warga yang hingga kini masih terus melakukan aksi Ωblokade,” tegas Mardani Legayelol, Juru Bicara Koalisi Save Sagea.

Warga Sagea memblokade tambang mnikel yang dioperasikan PT MAI di Halmahera. Foto: Jatam

Mardani menyebutkan tekad warga menolak tambang sudah bulat. Mereka khawatir tambang akan merusak kawasan Sagea-Kiya, khususnya terhadap ekosistem Karst Sagea dan Telaga Yonelo atau yang dikenal sebagai Talaga Legaye Lol. Kedua ekosistem ini bukan hanya penting dari sisi ekologis, namun juga memiliki nilai kultural dan spiritual yang mendalam bagi warga Sagea-Kiya.

“Karst Sagea itu adalah benteng kami, tempat hidup kami, dan sumber air kami. Kami tidak akan menerima jika tempat ini dirusak. Begitu juga dengan TalagaLagaelol yang tidak hanya menjadi sumber kehidupan warga, tetapi juga tempat yang menyimpan nilai budaya dan ritus-ritus leluhur kami yang masih kami jaga hingga hari ini,” ujar Lada Ridwan, Warga Sagea-Kiya.

Warga menduga pertambangan yang dilakukan PT MAI melanggar sejumlah regulasi. Pertama, Perpres 12/2025 tentang RPJMN 2025 – 2029. Pada Lampiran IV halaman 264 peraturan itu menyebutkan Kawasan Karst Boki Moruru (Sagea) merupakan satu dari tiga kawasan prioritas konservasi di Maluku Utara untuk perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan kawasan konservasi.

Kedua, Perda No. 3 Tahun 2024 tentang RTRW Kab. Halmahera Tengah tahun 2024 - 2043 yang menyebutkan  mana wilayah Sagea ditetapkan sebagai zona Kawasan Karst Kelas I dan diperuntukkan untuk konservasi dan penelitian. Wilayah operasi PT MAI berada di zona penyangga Kawasan Karst Sagea, sehingga keberadaannya sangat berpengaruh pada ekosistem karst.

Ketiga, PT MAI diduga tidak memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), bahkan ditengarai pembangunan Jetty PT MAI tidak mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Serta tidak memiliki dokumen persetujuan lingkungan dari Pemerintah.

“Maka dari itu kami menuntut penghentian tambang dan pertanggungjawaban perusahaan atas kerusakan lahan warga dan dua unit kendaraan yang dirusak pada 12 Oktober 2025,” aktivis #SaveSagea, Adlun Fikri. 

Ia pun mendesak pencabutan  izin operasi PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining di wilayah Sagea-Kiya. Aparat hukum, kata dia, juga harus menindak kegiatan ilegal yang dilakukan oleh PT MAI.

SHARE