Deforestasi dan Pembangunan Ilegal di Rawa Tripa Diminta Disetop

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Senin, 13 Oktober 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Aktivitas pembukaan lahan dan deforestasi yang kian masif di kawasan Rawa Tripa, Nagan Raya, Provinsi Aceh, menuai kecaman dari Yayasan Apel Green Aceh. Berdasarkan hasil pemantauan lapangan, kegiatan tersebut diduga kuat dilakukan menggunakan alat berat seperti buldoser dan ekskavator.

Selain pembukaan lahan, tim Apel Green Aceh juga menemukan adanya pembangunan liar berupa pondok, posko, serta struktur semi permanen yang berdiri tanpa izin di kawasan lindung gambut dan wilayah yang termasuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB).

“Aktivitas ini memperparah degradasi ekosistem gambut serta membuka peluang konversi lahan secara ilegal. Dari dokumentasi foto dan video yang dikumpulkan, tampak jelas penggunaan alat berat untuk meratakan lahan dan membuat jalur akses baru,” kata Rahmad Syukur Direktur Apel Green Aceh, dalam sebuah pernyataan tertulis, Minggu (12/102/2025).

Syukur menuturkan, sejumlah titik menunjukkan indikasi pemanfaatan lahan secara permanen maupun semi permanen setelah pembukaan dilakukan. Kondisi ini berpotensi merusak fungsi hidrologi gambut, meningkatkan risiko kebakaran, mengancam habitat satwa, dan melanggar ketentuan perlindungan lingkungan hidup.

Tampak pembukaan lahan hutan diduga dilakukan secara ilegal di kawasan Rawa Tripa. Foto: Yayasan Apel Green Aceh.

Yayasan Apel Green Aceh, imbuh Syukur, mendesak Kepolisian Resor Nagan Raya, Kapolda Aceh, serta Balai Gakkum Sumatera segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana lingkungan tersebut. Alat berat yang digunakan harus segera disegel dan disita sebagai barang bukti, sedangkan bangunan liar di lokasi perlu didata, ditandai, dan diproses hukum, termasuk pembongkaran jika terbukti berdiri tanpa izin.

“Aparat penegak hukum juga diminta menelusuri keterlibatan pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab. Mulai dari pemilik alat berat, pemilik lahan, kontraktor, hingga pihak yang memerintahkan atau memfasilitasi kegiatan tersebut,” ujarnya.

Selain penegakan hukum, lanjut Syukur, Apel Green Aceh meminta pembentukan tim khusus untuk melakukan pemetaan cepat terhadap lokasi pembukaan lahan, titik pembangunan liar, jalur akses baru, serta luas area yang rusak. Data ini dinilai penting sebagai dasar penegakan hukum dan pemulihan ekosistem.

“Kerusakan di Rawa Tripa terus berulang. Kehadiran bangunan liar menandakan upaya permanenisasi yang harus segera dihentikan. Penegakan hukum harus cepat dan tegas agar tidak menjadi preseden bagi perusakan yang lebih luas,” kata Syukur.

Syukur bilang, tim Apel Green Aceh telah mengumpulkan bukti berupa foto, video, serta koordinat lokasi untuk diserahkan kepada kepolisian dan Gakkum Kehutanan sebagai bahan pendukung dalam proses penyidikan.

SHARE