Jatam Serahkan Amicus Curiae Kriminalisasi Warga Maba Sangaji
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Jumat, 03 Oktober 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Jatam menyerahkan dokumen Amicus Curiae ke Pengadilan Negeri Soasio, Maluku Utara, atas persidangan terhadap 11 warga Masyarakat Adat Maba Sangaji. Mereka menyebutkan proses hukum ini merupakan upaya pembungkaman dan kriminalisasi.
Dokumen ini diserahkan oleh Dinamisator Jatam Maluku Utara, Julfikar Sangaji, kepada Ketua Majelis Hakim yang memimpin sidang atas terdakwa 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji, Asma Fandun, di Pengadilan Negeri Soasio, Kota Tidore Kepulauan pada Rabu (1/10/2025).
Dalam pernyataannya, Julfikar, menyebutkan dakwaan terhadap 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji didasarkan pada pasal-pasal hukum yang usang dan tidak relevan, serta digunakan untuk kriminalisasi tanpa dasar yang jelas.
“Oleh karena itu, JATAM secara tegas menyatakan bahwa dakwaan ini tidak hanya keliru secara hukum, tetapi juga melanggar hak konstitusional dan hak asasi manusia yang dijamin oleh negara,” ucapnya melalui rilis pers.

Dasar dakwaan pertama adalah UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Tajam. Pengenaan peraturan ini tidak relevan dan cacat hukum substantif. UU ini lahir di masa darurat 1950-an yang jelas berbeda situasi saat ini. Parang, tombak, dan pisau yang dibawa warga Maba Sangaji adalah alat tradisional dan alat kerja sehari-hari dalam pertanian dan pengelolaan hutan.
Pasal 2 ayat (2) UU tersebut secara eksplisit mengecualikan alat-alat seperti ini dari kategorisasi senjata kriminal.
“Penggunaan pasal ini, dalam menjerat warga adat adalah kriminalisasi tanpa dasar hukum yang sah dan bertentangan dengan asas legalitas yang mempersyaratkan kepastian dan kejelasan hukum,” kata dia.
Kedua, dakwaan pemerasan Pasal 368 KUHP. Faktanya, warga Maba Sangaji tidak berniat mencari keuntungan materi. Mereka hanya menuntut penghentian sementara operasi tambang dengan menyerahkan kunci alat berat secara sukarela dan di hadapan aparat kepolisian dan TNI sebagai saksi.
Tidak ada unsur paksaan, ancaman, atau permintaan uang.
Dakwaan ini, kata Julfikar, merupakan upaya kriminalisasi terhadap perlindungan hak hidup, tanah, dan lingkungan oleh masyarakat adat.
Ketiga, pasal 162 UU Minerba. Aturan ini dipakai sebagai alat pembungkaman Strategic Lawsuit Against Public Participation(SLAPP) terhadap warga yang menolak tambang ilegal. Penelusuran Jatam menunjukkan Izin PT Position, perusahaan tambang yang ditolak warga, terbukti cacat prosedural karena diterbitkan tanpa persetujuan masyarakat adat (FPIC).
“Ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/2012 yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara, sehingga warga Maba Sangaji sedang menjalankan hak konstitusionalnya mempertahankan hutan adat, bukan menghalangi tambang ilegal,” ujarnya.
Perjuangan Warga Maba Sangaji adalah perlindungan HAM dan konstitusi
Koordinator Jatam, Melky Nahar, menyebutkan konstitusi menjamin hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara jelas. Sedangkan Pasal 28H ayat (1) menegaskan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 18B ayat (2) mengakui dan melindungi masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Selain itu, Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 memberikan perlindungan Anti-SLAPP kepada orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup.
Secara internasional, Indonesia terikat pada Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), yang menjamin hak atas partisipasi publik, lingkungan hidup sehat, dan kebebasan berekspresi. Kriminalisasi terhadap warga Maba Sangaji sama dengan pelanggaran kewajiban internasional negara.
“Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soasio tengah menghadapi ujian sejarah penting. Putusan perkara ini akan menjadi preseden bersejarah yang menentukan apakah pengadilan berdiri bersama rakyat yang mempertahankan ruang hidup, atau menjadi alat legitimasi bagi perampasan dan kerusakan lingkungan oleh korporasi tambang,” ujarnya.
Menurutnya berpandangan perkara ini bukan sekadar soal 11 warga Maba Sangaji, tetapi tentang masa depan bangsa. Jika aksi damai mempertahankan lingkungan bisa dipidana, maka seluruh rakyat Indonesia akan terancam saat memperjuangkan hak hidupnya.
SHARE