Raja Ampat Jadi Cagar Biosfer Dunia

Penulis : Kennial Laia

Konservasi

Minggu, 28 September 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Organisasi Pendidikan, Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan Raja Ampat sebagai cagar biosfer dunia. Pengumuman tersebut muncul di tengah masifnya ancaman terhadap terumbu karang dan hutan alam akibat pertambangan nikel di kawasan tersebut. 

Dalam keterangan resminya, Sabtu, 27 September 2024, UNESCO mengumumkan 30 cagar biosfer baru di seluruh dunia, termasuk Raja Ampat di Tanah Papua, yang diakui sebagai ekosistem laut dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. 

Pengakuan tersebut menjadikan Raja Ampat masuk ke jajaran sangat terbatas kawasan dunia yang meraih pengakuan ganda dari UNESCO, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai UNESCO Global Park pada 2023. 

“Dengan status ganda sebagai Global Geopark dan cagar biosfer, Raja Ampat diakui atas warisan geologi yang luar biasa sekaligus kekayaan keanekaragaman hayatinya. Kawasan ini menjadi contoh bagaimana konservasi, sains, pengetahuan lokal, dan pembangunan berkelanjutan dapat berjalan berdampingan demi kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup,” kata UNESCO dalam sebuah pernyataan tertulis. 

Pesisir dan koral terlihat jelas di abwah air jerbih Pulau Batang Pele. Keindahan ini terancam oleh demam nikel. Foto: Auriga Nusantara. Fajar Sandika Negara

Cagar Biosfer Raja Ampat mencakup sekitar 610 pulau dengan area seluas 135.000 kilometer persegi. Terletak di jantung Segitiga Terumbu Karang, Cagar Biosfer Raja Ampat menempati posisi istimewa sebagai pusat keanekaragaman laut dunia, di antaranya karena 75% spesies karang yang dikenal di bumi berada di kawasan tersebut. 

Raja Ampat juga merupakan habitat bagi lebih dari 1.320 spesies ikan terumbu karang, serta lima jenis penyu langka atau terancam punah, termasuk penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Sementara itu sekitar 60% terumbu karang di Raja Ampat berada dalam kondisi baik hingga sangat baik.

Namun Raja Ampat tengah menghadapi ancaman besar dari pertambangan nikel. Laporan terbaru dari Auriga Nusantara mencatat, konsesi pertambangan nikel di kepulauan tersebut mencapai 22.000 hektare, di mana konsesinya turut mencakup wilayah perairan.

Auriga bersama Earth Insight juga menemukan, aktivitas sejumlah perusahaan tambang nikel, termasuk PT Gag Nikel milik Pertamina, diduga telah merusak 2.700 terumbu karang serta menghilangkan tutupan hutan alam di Raja Ampat. Adapun 2.470 hektare terumbu karang dan habitat spesies terancam punah berada dalam bahaya jika ekstraksi nikel terus dilakukan. 

Selain ekosistem laut, penambangan nikel juga mengancam 7.200 hektare tutupan hutan yang masuk dalam konsesi pertambangan, yang akan berdampak pada mata pencaharian lebih dari 64.000 anggota masyarakat adat. 

UNESCO mengatakan, status Raja Ampat sebagai cagar biosfer dapat menjadi model global untuk upaya konservasi ekosistem laut. 

“Dengan memadukan perlindungan laut dan darat serta kehidupan berkelanjutan, Raja Ampat dapat menjadi model global untuk konservasi laut yang menopang kelangsungan keanekaragaman hayati dan warisan budaya, serta ketahanan iklim di salah satu bentang laut terpenting di dunia,” kata UNESCO. 

“Di tengah krisis iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati yang kian mengkhawatirkan, cagar biosfer menawarkan solusi yang sering luput dari sorotan publik. Berbeda dengan taman nasional, cagar biosfer berfungsi sebagai 'laboratorium hidup' di mana masyarakat, ilmuwan, dan pemerintah bekerja sama melalui tiga peran utama yakni konservasi, pembangunan, dan pemahaman,” kata UNESCO. 

Saat ini terdapat lebih dari 700 Cagar Biosfer di 130 negara, mencakup lebih dari 5% daratan bumi dan menjadi rumah bagi 275 juta penduduknya.

SHARE