Masyarakat Adat Poco Leok Gugat Bupati di PTUN Kupang
Penulis : Kennial Laia
Masyarakat Adat
Sabtu, 06 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Masyarakat adat di Pulau Flores menggugat bupati karena diduga melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat.
Gugatan tersebut dilayangkan Agustinus Tuju, warga kampung Poco Leok, Satar Mese, Manggarai, Nusa Tenggarai Timur, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang, Rabu, 3 September 2025. Nama Bupati Manggarai Herybertus Nabit terdaftar sebagai tergugat.
“Ini merupakan sebuah tahapan penting bagi klien kami untuk mendapatkan keadilan tidak hanya formil tetapi juga substantif atas dugaan pelanggaran hak asasi dirinya dan masyarakat adat di Poco Leok,” kata Judianto Simanjuntak, salah satu kuasa hukum dari Koalisi Advokasi Poco Leok.
Menurut Judianto, Agustinus menggugat Herybertus karena dugaan intimidasi, pengancaman, dan kekerasan kepada dirinya dan komunitas masyarakat adat Poco Leok saat aksi damai memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia Juni lalu. Peristiwa itu menyebabkan trauma psikologi bagi warga, katanya.

Adapun aksi tersebut dipicu oleh penolakan rencana pembangunan pembangkit panas bumi berkapasitas 2x20 megawatt di tanah adat Poco Leok. Ribuan masyarakat adat turun ke jalan untuk menyuarakan perlawanannya.
Judianto mengatakan, tindakan bupati tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak berekspresi dan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Bupati juga dituduh melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.
“Apa yang dilakukan bupati, di hari kerja dan jam kerja, tidak patut diperlihatkan oleh seorang pemimpin daerah kepada rakyatnya,” kata Judianto.
Kuasa hukum penggugat lainnya, Muh. Jamil mengatakan, langkah Agustinus harus mendapat penghormatan dari pihak tergugat maupun kelompok pendukungnya. Langkah gugatan tersebut sebagai upaya koreksi dan sesuai koridor hukum sebagaimana yang berlaku di Indonesia.
“Tergugat dan kelompok pendukungnya wajib menghormati langkah klien kami. Caranya, dengan tidak melakukan intimidasi lanjutan ke depan baik di dalam proses gugatan dan atau seterusnya. Penting kami sampaikan mengingat sejarah kekerasan yang sering diterima oleh klien kami dan atau komunitas di Poco Leok,” kata Jamil.
Gugatan terhadap bupati Manggarai diajukan ke PTUN Kupang setelah melalui beberapa tahapan formil. Penggugat sebelumnya telah melalui proses keberatan administratif ke bupati dan banding administratif ke presiden sebagai atasan bupati.
“Karena tergugat menyanggah adanya onrechmatige overheidsdaad atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan, maka untuk mendapat kepastian hukum, gugatan ini harus ditempuh,” ujar Jamil.
Gugatan yang terdaftar dengan nomor 26/G/TF/2025/PTUN.KPG. itu dinyatakan lolos secara administrasi atau proses dismissal yang ditetapkan hari ini melalui pengumuman daring.
Kekerasan terhadap masyarakat adat Poco Leok tidak hanya terjadi sekali. Maret lalu, lima pemuda adat mengalami kriminalisasi. Mereka dilaporkan pemerintah kabupaten Manggarai ke Polres Manggarai atas dugaan perusakan gerbang kantor bupati saat aksi damai.
Perluasan geotermal di Pulau Flores tidak hanya terjadi di Poco Leok, tetapi juga di sejumlah wilayah termasuk Ende, Nagekeo, dan Mataloko. Aksi penolakan masyarakat adat sendiri telah dimulai sejak 2011.
SHARE