Belajar Menghindari Obesitas dari Orangutan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Biodiversitas
Sabtu, 06 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Manusia bisa belajar banyak dari orangutan dalam menjaga pola makan seimbang dan kaya protein. Kera besar yang menghuni hutan hujan di Sumatera dan Kalimantan ini dianggap memiliki keajaiban adaptasi terhadap keanehan ketersediaan makanan di alam liar. Demikian menurut hasil penelitian tim internasional yang dipimpin oleh pakar dari Rutgers University-New Brunswick.
Para peneliti menyimpulkan bahwa primata terancam punah ini mengungguli manusia modern dalam hal menghindari obesitas, melalui pilihan makanan dan olahraga yang seimbang. Temuan peneliti ini didasarkan pada 15 tahun pengamatan langsung terhadap orangutan liar di hutan Kalimantan. Hasil penelitian ini dipublikasikan di Science Advances.
"Temuan ini menunjukkan bagaimana orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) liar beradaptasi terhadap perubahan lingkungan mereka dengan menyesuaikan asupan nutrisi, perilaku, dan penggunaan energi," kata Erin Vogel, Profesor Henry Rutgers Term Chair di Departemen Antropologi di Sekolah Seni dan Sains, yang memimpin penelitian tersebut, seperti dikutip dari artikel Phys yang terbit pada 27 Agustus 2025.
Vogel mengatakan, penelitian ini menyoroti pentingnya memahami pola makan alami dan dampaknya terhadap kesehatan, baik bagi orangutan maupun manusia. Apalagi orangutan adalah salah satu kerabat terdekat manusia yang masih hidup, dan memiliki nenek moyang yang sama.

Hubungan evolusioner ini berarti orangutan dan manusia memiliki proses fisiologis dan metabolisme, kebutuhan nutrisi, dan adaptasi perilaku yang serupa. Dengan demikian, mempelajari orangutan dapat memberikan wawasan tentang adaptasi evolusioner yang mungkin juga relevan bagi manusia.
“Manusia juga menunjukkan fleksibilitas metabolisme, tetapi pola makan modern yang tinggi makanan olahan dapat mengganggu keseimbangan ini, yang menyebabkan gangguan metabolisme seperti diabetes,” ujar Vogel.
Sementara orangutan mengurangi aktivitas fisik selama periode buah rendah untuk menghemat energi, imbuh Vogel, manusia terutama mereka yang memiliki gaya hidup tidak banyak bergerak, mungkin tidak menyesuaikan pengeluaran energi mereka agar sesuai dengan asupan kalori mereka, yang menyebabkan penambahan berat badan dan masalah kesehatan terkait.
"Memahami adaptasi ini dapat membantu kita mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana manusia dapat mengelola pola makan dan kesehatan mereka. Hal ini juga menyoroti pentingnya melestarikan habitat orangutan untuk memastikan kelangsungan hidup mereka,” ujar Vogel.
Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penelitian Orangutan Tuanan di Kawasan Konservasi Mawas di Kalimantan Tengah, Indonesia.
Kawasan konservasi ini, sebuah hutan rawa gambut, melindungi sekitar 764.000 hektare, sebuah area yang kira-kira seluas Rhode Island.
Hutan gambut merupakan ekosistem purba yang kaya akan keanekaragaman hayati, dengan lanskap yang didominasi oleh pepohonan tergenang air yang tumbuh di atas lapisan daun dan tumbuhan mati.
Memahami strategi diet orangutan dapat memberikan informasi praktik nutrisi yang lebih baik bagi manusia, kata Vogel, yang juga merupakan Direktur Pusat Studi Evolusi Manusia di Rutgers.
"Intinya, penelitian tentang orangutan menggarisbawahi pentingnya keseimbangan pola makan dan fleksibilitas metabolisme, yang krusial untuk menjaga kesehatan orangutan dan manusia," ujar Vogel.
"Penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan modern, yang ditandai dengan tingginya konsumsi makanan olahan yang kaya gula dan lemak, dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme dan masalah kesehatan,” imbuhnya.
Dalam studi sebelumnya, Vogel dan tim rekannya dari berbagai negara menetapkan pola makan orangutan. Orangutan lebih suka makan buah karena kaya karbohidrat, tetapi ketika buah langka, mereka beralih ke daun, kulit kayu, dan makanan lain yang dapat menyediakan lebih banyak protein tetapi lebih sedikit karbohidrat manis.
Pada saat ketersediaan buah tinggi, orangutan tetap mengonsumsi protein tetapi mendapatkan sebagian besar energinya dari karbohidrat dan lemak dalam buah.
"Kami ingin mengetahui bagaimana tubuh mereka menangani perubahan ini," ujar Vogel.
Para peneliti menguji bagaimana ketersediaan buah memengaruhi pola makan orangutan dan bagaimana tubuh mereka beradaptasi untuk menghindari ketidakseimbangan energi. Tim mengamati bagaimana orangutan beralih di antara berbagai jenis bahan bakar—seperti lemak dan protein—ketika ketersediaan makanan yang disukai berubah.
Untuk melakukan penelitian ini, Vogel, rekan peneliti, mahasiswa, dan seorang anggota staf yang sebagian besar terdiri dari teknisi lapangan asli pulau Kalimantan, mengumpulkan data selama lebih dari satu dekade tentang apa yang dimakan orangutan setiap hari dan menganalisis urin mereka untuk melihat bagaimana tubuh mereka merespons setiap perubahan nutrisi. Hal ini mengharuskan mereka untuk tetap berada di dekat kera tersebut di hutan khatulistiwa yang lembap, dari fajar hingga malam.
Para ilmuwan membuat sejumlah temuan utama, yakni:
- Orangutan menghindari obesitas sebagai bagian dari respons terhadap fluktuasi signifikan—baik dalam skala maupun durasi—ketersediaan buah di habitat alami mereka. Tidak seperti manusia di budaya Barat, yang memiliki akses konstan terhadap makanan berkalori tinggi, orangutan mengalami periode kelimpahan sekaligus kekurangan. Periode kekurangan dan rendahnya asupan kalori yang diakibatkannya, serupa dengan puasa intermiten pada manusia, dapat membantu menjaga kesehatan mereka dengan mengurangi stres oksidatif.
- Selama periode kekurangan buah, orangutan menunjukkan fleksibilitas metabolisme, beralih menggunakan lemak tubuh dan protein otot yang tersimpan untuk energi. Hal ini memungkinkan mereka bertahan hidup saat makanan langka.
- Selama periode kekurangan buah, orangutan menunjukkan kemampuan adaptasi perilaku, mengandalkan berkurangnya aktivitas fisik serta energi dan otot yang tersimpan untuk menghemat energi. Mereka lebih banyak beristirahat, tidur lebih awal, lebih jarang bepergian, dan menghabiskan lebih sedikit waktu dengan orangutan lain. Fleksibilitas ini memungkinkan mereka menggunakan lemak tubuh dan protein sebagai bahan bakar saat dibutuhkan. Mereka membangun kembali cadangan lemak dan otot ketika ketersediaan buah tinggi.
- Pola makan orangutan juga mengutamakan tingkat protein yang konsisten, berbeda dengan pola makan Barat modern yang seringkali kaya akan makanan murah, padat energi, dan rendah protein. Pilihan-pilihan tersebut berkontribusi terhadap obesitas dan penyakit metabolik pada manusia.
Penelitian ini didasarkan pada laporan yang diterbitkan dalam The American Journal of Biological Anthropology, yang dipimpin oleh mahasiswa doktoral Will Aguado, sebagai penulis pertama. Studi ini menemukan bahwa orangutan di Tuanan mendapatkan sebagian besar protein mereka dari daun dan biji hanya satu dari hampir 200 spesies yang menjadi makanan mereka—sejenis tanaman merambat bernama Bowringia callicarpa.
Protein dalam tanaman ini menjadi bahan bakar bagi orangutan selama musim kekurangan buah dan kemungkinan memungkinkan orangutan di Tuanan untuk bertahan hidup dan populasinya tumbuh.
SHARE