Doa Bersama Petani - Masyarakat Adat Lawan TPL di Tugu Proklamasi

Penulis : Kennial Laia

Agraria

Selasa, 19 Agustus 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Ratusan petani, masyarakat adat, dan masyarakat sipil dari berbagai daerah menggelar aksi protes atas dugaan perampasan tanah dan pengrusakan lingkungan oleh PT Toba Pulp Lestari di Tano Batak, Sumatra Utara. Mereka menggelar doa bersama dan deklarasi perjuangan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin, 18 Agustus 2025. 

“Hari ini… Kami nyatakan sikap iman dan keprihatinan atas luka yang mengoyak tanah Batak, atas aktivitas PT Toba Pulp Lestari yang telah meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang nyata,” ujar perwakilan dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) saat memulai doa. 

Konflik antara PT Toba Pulp Lestari dan masyarakat adat Tano Batak bersumber dari tumpang tindih tanah adat dan lahan yang dikuasai perusahaan. Perusahaan bubur kertas yang terkait konglomerat Sukanto Tanoto ini beroperasi di atas konsesi seluas 167.912 hektare yang membentang di 12 kabupaten, di antaranya merupakan tanah hak ulayat masyarakat adat. 

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, aksi hari itu adalah bentuk dukungan dan solidaritas gerakan tani terhadap perjuangan masyarakat adat mengembalikan tanah dan wilayahnya dari ancaman korporasi. Dia mengatakan kehadiran perusahaan telah menyebabkan konflik agraria dan kerusakan lingkungan di Indonesia, khususnya di wilayah Toba dan Samosir. 

Petani dan masyarakat adat membentangkan spanduk protes terhadap aktivitas PT Toba Pulp Lestari yang dituduh merampas lahan masyarakat adat Tano Batak di Sumatra Utara, dalam aksi di Jakarta, Senin, 18 Agustus 2025. Dok. Istimewa

"Dalam Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA), tercitra teologi tanah dan lingkungan, bahwa tanah tidak sekedar komoditas ekonomi, harus menghormati hak asal-usul tanah (masyarakat adat), menolak monopoli tanah dan penghisapan manusia di atas manusia lain," kata Dewi. 

“Dengan kembali pada UUPA, memaksimalkan Putusan MK 35/2012, dan Perpres Reforma Agraria, maka Pemerintah harus segera melaksanakan Reforma Agraria sebagai jalan pemulihan dan pemenuhan keadilan dan kesejahteraan bagi Masyarakat Tano Batak, termasuk pekerja PT Toba Pulp Lestari, yang selama ini hak-haknya tidak dipenuhi oleh PT Toba Pulp Lestari," katanya. 

Masyarakat Adat Tano Batak tidak sendiri. KPA mencatat, dalam satu dekade terakhir, terdapat lebih dari 1,8 juta petani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, dan masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan yang menjadi korban perampasan tanah. 

Dewi mengatakan, pemulihan hak atas tanah menjadi kunci dari penyelesaian konflik agraria di Indonesia. “Perjuangan bersama ini tidak sekedar menjabarkan krisis multidimensi akibat operasi PT Toba Pulp Lestari. Lebih jauh adalah cara mengembalikan konstitusionalitas Masyarakat Tano Batak dan tanah untuk rakyat lainnya,” ujarnya.

Enam seruan aksi 

Dalam aksi ini, Gereja bersama Gerakan Rakyat menyatakan lima pelanggaran konstitusi yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari: 

  1. PT Toba Pulp Lestari telah merampas tanah adat 23 komunitas masyarakat adat di 12 kabupaten, dengan total luasan 33.422,37 hektare yang selama ini menjadi sumber penafkahan dan ruang hidup masyarakat adat, petani, perempuan, dan masyarakat sekitar,
  2. PT Toba Pulp Lestari melakukan berbagai tindak kekerasan yang semakin kejam dan tidak terkendali, hingga mengorbankan masyarakat adat yang mempertahankan hak atas tanahnya,
  3. PT Toba Pulp Lestari telah menghancurkan wilayah adat untuk hutan tanaman industri eukaliptus, termasuk hutan dan areal pertanian, yang selanjutnya menyebabkan bencana ekologis,
  4. PT Toba Pulp Lestari telah melakukan praktik-praktik perbudakan modern kepada para pekerjanya, yang melanggar hak-hak pekerja,
  5. PT Toba Pulp Lestari mengadu domba masyarakat adat dengan pekerja TPL, yang saat ini sedang memperjuangkan hak-hak atas penghidupan dan hak konstitusionalitasnya
  6. PT Toba Pulp Lestari beroperasi secara ilegal dan difasilitasi oleh pemerintah: cacat hukum, maladministrasi kehutanan, manipulasi proses dan penyalahgunaan kewenangan

Aksi ini diselenggarakan oleh Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Distrik Jakarta, Bekasi, Deboskab, Banten; dan Koalisi Rakyat Tutup TPL yang terdiri dari Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM); Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA); Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN); Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) dan Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS). Adapun ratusan petani tergabung dalam Serikat Petani Pasundan dari lima kabupaten, Pemersatu Petani Cianjur, dan Pergerakan Petani Banten. 

SHARE