Warga Bobo Tolak Ekspansi Nikel Harita Group 

Penulis : Kennial Laia

Tambang

Jumat, 15 Agustus 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Puluhan warga yang tergabung dalam Koalisi Gerakan #SaveBobo menggelar aksi penolakan tambang nikel di Halmahera Selatan, Maluku Utara. 

Warga menggelar aksi saat acara sosialisasi perusahaan tambang PT Karya Tambang Sentosa tengah berlangsung di Balai Desa Bobo, Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Kamis, 14 Agustus 2025. Perusahaan itu disebut terafiliasi dengan raksasa nikel Harita Group. Sebagian besar peserta aksi adalah perempuan dan pemuda, berdiri memegang spanduk yang menyerukan penolakan terhadap ekspansi tambang di desanya.  

Pendeta Gereja Protestan Maluku Mersye Pattipuluhu mengatakan, warga desa Bobo khawatir aktivitas tambang akan merusak lingkungan, hutan, serta sumber mata air, dan laut. “Kehidupan, tanah, air, udara, dan masa depan generasi kami tidak dapat ditukar dan dinegosiasikan dengan alasan sempit maupun iming-iming kosong sekaligus menyesatkan atas nama pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan omong kosong,” kata Mersye. 

Menurut Mersye, warga telah melihat pengalaman dari desa sebelah di Pulau Obi. Aktivitas tambang dikhawatirkan akan mencemari laut, sehingga menghilangkan ruang tangkap nelayan. “Itu bisa membuat aktivitas melaut menjadi semakin jauh hingga mengakibatkan biaya produksi membengkak, pun bersamaan dengan hasil tangkapan yang menurun drastis. Sementara di sisi lain, keuntungan dari operasi tambang yang dijalankan justru hanya dinikmati oleh segelintir elit dan korporasi,” katanya. 

Warga di Desa Bobo, Pulau Obi, Maluku Utara, membentangkan spanduk berisi penolakan terhadap ekspansi perusahaan tambang nikel yang terafiliasi dengan Harita Group, Kamis, 14 Agustus 2025. Dok. Istimewa

Ketua Gerakan #SaveBobo Vecky Kumaniren mengatakan, penelusuran Koalisi menemukan keterkaitan PT Karya Tambang Sentosa yang mengarah ke jaringan korporasi yang sudah lama bercokol di Pulau Obi yaitu, PT Intim Mining Sentosa (IMS). Perusahaan ini disebut memiliki 49% saham atas perusahaan tersebut. 

Adapun PT Trimegah Bangun Persada Tbk menguasai 36% saham, dan PT Banyu Bumi Makmur memegang 15% saham. “Semuanya itu terhubung dengan konglomerasi Harita Nickel,” kata Vecky. 

“Atas itu, maka kami menyatakan secara tegas dan bulat: menolak kehadiran PT Intim Mining Sentosa ataupun Karya Tambang Sentosa di Desa Bobo. Kami menyerukan kepada seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, untuk menghormati hak-hak warga di Desa Bobo dan menghentikan seluruh upaya pemaksaan operasi pertambangan di wilayah kami,” ujar Vecky. 

Sementara itu Pendeta Esrom Lakoruhut yang merupakan Ketua Klasis Pulau-Pulau Obi mengatakan, pihaknya telah melihat dampak tambang seperti yang terjadi di Kawasi, yang terletak di bagian selatan Pulau Obi. Desa tersebut dikelilingi perusahaan tambang. Esrom mengatakan, warga mengalami dampak termasuk kesehatan, kekerasan serta kriminalisasi yang meningkat. Warga bahkan dipaksa meninggalkan rumahnya. 

Menurut Esrom, perusahaan tambang memperparah kemiskinan masyarakat lokal di Maluku Utara. Pasalnya aktivitas tambang merusak dan menghilangkan sumber penghidupan tradisiona, seperti berkebun, menangkap ikan, dan memanfaatkan hasil hutan.  

“Kawasi hingga hari ini telah menjadi bukti nyata dari kehancuran ekologi akibat tambang nikel. Hutan dirusak, pesisir dan ruang tangkap nelayan tercemar, kebun-kebun rakyat dihancurkan, sumber mata air dirampas dan tercemar,” katanya. 

“Tragedi ekologi dan sosial di Kawasi adalah peringatan keras bagi warga Desa Bobo. Oleh karena itu, Gerakan #SaveBobo secara tegas menolak menjadi korban berikutnya dari ekspansi tambang nikel. Penolakan ini jelas bersifat total, tanpa syarat, dan tidak dapat dinegosiasikan,” kata Esrom. 

SHARE