Negosiasi Plastik: Negara Produsen Rundung Negara Berkembang
Penulis : Kennial Laia
Lingkungan
Jumat, 15 Agustus 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Perundingan global plastik dinilai tidak menunjukkan komitmen para pemimpin negara-negara untuk membatasi produksi plastik dan bahan kimiawi yang mencemari lingkungan dan kesehatan manusia.
Dalam perundingan global yang sedang berlangsung di Jenewa, Chair Intergovernmental Negotiating Committee (INC) untuk Perjanjian Global Plastik mengeluarkan teks kesepakatan terbaru pada 13 Agustus 2025. Teks tersebut mencerminkan kepentingan negara penghasil plastik yang seringkali merundung delegasi negara berkembang dalam proses negosiasi, menurut Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) yang mengikuti konferensi tersebut.
Co-founder Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati mengatakan, pasal perjanjian dalam teks tersebut tidak memuat masalah utama, termasuk pembatasan dan pengurangan produksi plastik serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membuat plastik yang dampaknya tidak terpulihkan.
“Delegasi harus menolak teks ini sebagai dasar negosiasi. Teks terbaru tidak ada ambisi yang tinggi yang dapat dinegosiasikan dan meremehkan masukan-masukan delegasi dari lebih 170 negara,” katanya.
Polusi plastik adalah masalah global yang sangat kritis dan telah terbukti secara ilmiah mencemari lingkungan dan kesehatan manusia. Mikroplastik, salah satunya, dalam berbagai studi disebut telah mengkontaminasi plasenta bayi yang belum dilahirkan, serta ditemukan di Palung Mariana dan puncak Gunung Everest.
Teks tersebut juga dinilai sangat lemah terkait aturan untuk solusi pencegahan polusi plastik di hulu, khususnya sistem guna ulang. Deputi Direktur Diestplastik Indonesia Rahyang Nusantara mengatakan delegasi pemerintah Indonesia dapat mendorong isu ini karena sesuai dengan kepentingan dalam negeri.
“Tidak ada target global reuse/refill, tidak ada pasal yang mewajibkan transisi sistemik, dan tidak ada pengurangan produksi plastik. Bahkan, ketentuan terkait bahan kimia berbahaya dan kesehatan publik dihapus, padahal ini krusial untuk keamanan sistem reuse. Indonesia sudah memiliki inisiatif reuse/refill di berbagai kota dan berpotensi memimpin agar reuse menjadi pilar utama perjanjian ini,” kata Rahyang.
Zero Waste Campaigner Greenpeace Indonesia Ibar Akbar menilai, teks tersebut menyerahkan masa depan planet kepada kepentingan petrostate dan indsutri, dan berisiko membiarkan produksi plasti terus meningkat tanpa batasan.
“Dalam chair draft text ini, telah menghapus artikel yang mengatur pengurangan produksi plastik dan ini hanya memuaskan industri bahan bakar fosil yang menikmati keuntungan atas meningkatnya produksi plastik. Chair draft text telah menghapus Pasal 19 mengenai kesehatan dan untuk itu sudah gagal memenuhi objektif pada artikel pertama untuk melindungi lingkungan dan kesehatan manusia“, katanya.
Dalam draf perjanjian tersebut, AZI menyoroti berbagai kelemahan, termasuk tiadanya kewajiban global yang mengikat untuk mengurangi produksi plastik dan penghapusan bahan kimia berbahaya. Hal ini kontras dengan delegasi dari 140 negara yang menyerukan larangan dan phase-out.
Teks tersebut juga tidak menyinggung ketentuan terkait emisi, desain produk plastik yang aman dan bebas zat racun, dan prinsip polluter pays. Pasal-pasal recycling dan circularity disinggung dalam jumlah minim.
“Dengan sisa waktu negosiasi, Chair Text ini gagal melindungi planet ini dari pencemaran plastik. Teks ini menjadi kemenangan bagi industri dan negara-negara penghasil minyak,” kata Co-Coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia Nindhita Proboretno.
“Posisi Indonesia yang menolak pembatasan produksi plastik dan memilih kepentingan industri justru memperkuat teks lemah ini. Kami mendesak keras seluruh negara untuk menolak teks ini, dan memperjuangkan perjanjian yang kuat, mengikat, dan melindungi generasi sekarang dan yang akan datang” kata Nindhita.
AZWI menyerukan agar pemerintah Indonesia menolak teks tersebut sebagai basis negosiasi untuk teks akhir, serta mendukung dikembalikannya pasal dan paragraf terkait pengurangan produksi plastik, prinsip pencemar membayar, kesehatan, bahan kimia dalam plastik, dan pengurangan produksi plastik ke dalam teks.
SHARE