Sumpah Pemuda 7 Masyarakat Adat Papua
Penulis : Muhammad Ikbal Asra, PAPUA
Masyarakat Adat
Minggu, 10 Agustus 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Suara tepuk tangan membahana di akhir Konferensi I Pemuda Adat Papua, Sabtu, 9 Agustus 2025, di Sentani, Papua. Setelah tiga hari berdiskusi, puluhan pemuda adat dari tujuh wilayah adat di Tanah Papua sepakat mengeluarkan seruan aksi bersama, yaitu memperkuat peran generasi muda adat dalam menjaga tanah ulayat, melindungi lingkungan, dan mempertahankan hak-hak masyarakat adat.
Mengusung tema “Selamatkan Manusia, Tanah, dan Sumber Daya Alam Papua”, pertemuan ini menjadi yang pertama diadakan di Tanah Papua.
Agenda forum meliputi pembahasan ancaman terhadap sumber daya alam, dampak kerusakan lingkungan bagi kehidupan masyarakat, dan strategi advokasi yang bisa dijalankan dari tingkat tapak.
Dari hasil musyawarah Para-para Adat, para pemuda memilih Yunus Sarumi sebagai Ketua Pemuda Adat Papua periode 2025–2028. Adapun Sekretaris Jenderal diangkat Nikolas Laurens Imbiri.

Ketua Pemuda Adat terpilih, Yunus Sarumi, mengatakan pemuda adat baik di Papua maupun yang berada di luar daerah harus menyadari bahwa tanah dan air adalah sumber kehidupan yang wajib dijaga. “Tanah dan air harus dijaga agar terus mengeluarkan mata air, bukan air mata. Makna pemuda sebagai garda terdepan adalah menjaga nilai-nilai luhur dan lingkungan, sekaligus memberi kontribusi positif bagi pembangunan di tujuh wilayah adat.” ujar Yunus.
Ia menegaskan ancaman terbesar saat ini datang dari pembangunan yang kerap tidak melibatkan pemilik hak ulayat. “Seringkali hanya segelintir orang yang diajak bicara, lalu tanah digunakan untuk pembangunan tanpa persetujuan masyarakat adat,” katanya.
Menurut Yunus, pembangunan akan berjalan baik jika menjadikan masyarakat adat sebagai subjek, bukan objek. Yunus mengatakan perlunya persatuan pemuda adat untuk mencegah keretakan antarwilayah. “Papua sangat luas, sehingga konsolidasi penting agar semua tahu peran masing-masing,” ujarnya.
Sebagai langkah awal masa kepemimpinannya, Yunus berencana menggelar rapat pengurus untuk menetapkan agenda kerja jangka pendek, menengah, dan panjang. “Waktu tiga tahun ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin karena pekerjaan pemuda adat sangat banyak dan kompleks,” katanya.
Salah satu pendiri Dewan Adat Papua, Titus Hamadi, mengatakan forum ini lahir dari kesadaran bahwa persoalan di atas tanah Papua membutuhkan dukungan dari semua unsur masyarakat adat, termasuk pemuda. “Konferensi Dewan Adat Pemuda Papua adalah bagian yang dilahirkan oleh Dewan Adat untuk menjalankan kebutuhan masyarakat, khususnya terkait tema yang telah ditetapkan,” ujarnya
Konferensi I Pemuda Adat Papua (M. Ikbal Asra)
Menurut Titus, peran pemuda menjadi sangat penting karena Dewan Adat memiliki keterbatasan sumber daya. Keterlibatan mereka diharapkan mampu memperkuat penanganan berbagai masalah di wilayah masing-masing, mulai dari ancaman terhadap nilai-nilai adat hingga pelanggaran hak-hak ulayat. “Pemuda adalah tulang punggung yang akan membantu menangani berbagai hal yang ada di depan mata,” kata Titus.
Ia mencontohkan, isu “selamatkan manusia” juga mencakup ancaman sosial seperti peredaran minuman keras yang telah memakan korban di kalangan pemuda adat. Selain itu, Titus menyoroti minimnya perhatian terhadap masyarakat adat di bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, baik dari pemerintah maupun pihak lain yang seharusnya peduli.
Masalah tanah, kata Titus lagi, menjadi persoalan paling menonjol yang membutuhkan advokasi kuat. Ia menegaskan perlunya pembelaan dari orang Papua sendiri untuk menyelamatkan hak-hak atas tanah dan sumber daya alam. “Ini hal yang sangat krusial, dan memerlukan kerja keras bukan hanya dari Dewan Adat tetapi juga dari pemuda adat,” ujarnya.
Peserta dari Wilayah Adat Bomberay, Alfa Rohrohmana, menilai konferensi ini menjadi langkah awal persatuan pemuda dari tujuh wilayah adat Papua. “Teman-teman datang dari latar belakang berbeda, tapi semua punya kerinduan yang sama yaitu bagaimana kita bisa bersatu,” kata Alfa.
Menurut dia, hasil konferensi harus diikuti langkah strategis dan program kerja yang jelas, termasuk pendidikan dan pelatihan bagi pemuda adat. “Tantangan terbesar adalah banyak pemuda mulai jauh dari nilai adat. Kalau mereka kembali ke wilayahnya masing-masing, mereka harus mengenalkan kembali tanah adat, hutan, sumber air, dan batu keramat yang ada,” ujarnya.
Alfa mengingatkan banyak wilayah adat di Papua berada di jalur sasaran investasi besar. Tanpa catatan dan perlindungan hak-hak adat yang kuat, masyarakat bisa menjadi korban. “Kita perlu mendeteksi dan mengoreksi kebijakan nasional yang berdampak pada masyarakat adat,” kata dia lagi.
SHARE