Titik Api di Lahan Gambut Juni-Juli naik 5x Lipat

Penulis : Gilang Helindro

Gambut

Selasa, 12 Agustus 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pantau Gambut mencatat lonjakan signifikan titik panas (hotspot) di Indonesia dalam satu bulan terakhir. Dari Juni hingga Juli 2025, jumlah hotspot meningkat lebih dari lima kali lipat, dengan tambahan 11.287 titik panas yang tersebar di 303 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Titik panas terbanyak terpantau di Provinsi Riau, Kalimantan Barat, dan Aceh. Asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bahkan telah melintasi batas negara, mencapai wilayah Malaysia dan Singapura.

Wahyu Perdana, Manajer Advokasi, Kampanye, dan Komunikasi Pantau Gambut dalam siaran persnya menyebut, kondisi ini terjadi menjelang perayaan hari kemerdekaan di ketiga negara tersebut, yang kini dibayangi ancaman asap karhutla. Menurut Pantau Gambut, situasi ini menandakan belum dewasanya penanganan karhutla oleh pemerintah Indonesia.

“Krisis akibat kerusakan ekosistem gambut kerap hanya ditangani dengan pendekatan reaktif,” ujar Wahyu, dikutip Kamis, 7 Agustus 2025.

Menurut Wahyu, Pemerintah masih fokus pada pemadaman dan operasi darurat, alih-alih melakukan pengawasan terhadap praktik pembukaan lahan dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran, termasuk korporasi.

Citra satelit PT Sumbertama Nusa Pertiwi (kanan atas) potongan peta PT SNP 20 Juli 2025. Dok: Pantau Gambut

Pantau Gambut juga menilai bahwa faktor cuaca ekstrem tidak lagi relevan untuk dijadikan alasan utama karhutla. Mereka mencatat, jumlah titik panas pada Juli 2025 empat kali lebih banyak dibandingkan Juli 2023 saat El Niño melanda, padahal kondisi cuaca tahun ini lebih bersahabat.

Indikasi kerusakan sistematis terlihat dari temuan 287 titik panas dalam satu hamparan gambut lindung di konsesi PT Sumbertama Nusa Pertiwi di Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Perusahaan tersebut diduga melakukan pembersihan lahan dengan pola bakar yang teratur di atas gambut lindung sedalam tujuh meter.

“Selama ekosistem gambut terus dikorbankan, dan hukum tak menyentuh pelaku korporasi, krisis karhutla akan terus menjadi luka ekologis bangsa ini,” kata Wahyu.

SHARE