Delegasi Plastik Global 5.2 Jangan Vokal di Dalam, Pasif di Luar

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Kamis, 31 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Sejumlah negara di dunia akan kembali berkumpul dalam perundingan perjanjian plastik global melalui forum Intergovernmental Negotiating Committee (INC 5.2) yang akan berlangsung di Jenewa, Swiss, pada 5 Agustus 2025. Para pakar lingkungan berharap isu dampak kesehatan dari plastik bisa menjadi perhatian utama.

Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, menekankan bahwa perjanjian ini seharusnya memperkuat transparansi terkait bahan kimia beracun dalam plastik dan menjadikan aspek kesehatan sebagai prioritas. Namun, menurutnya, proses negosiasi perjanjian ini masih berjalan lambat dan mengalami banyak keterlambatan.

“Idealnya, text draft mengenai isu kesehatan sudah ada sejak INC ketiga. Namun, karena strategi beberapa negara produsen seperti Saudi Arabia yang lebih memilih fokus pada perubahan iklim, maka diskusi tentang kesehatan tertunda hingga INC keempat,” tegas Yuyun dalam keterangan resminya, dikutip Selasa, 29 Juli 2025.

Yuyun juga memprediksi peristiwa ini akan terjadi juga di INC 5.2. Menurutnya, ada tantangan berat para observer. Terlebih, saat ini diskusi pra negosiasi skala regional khususnya Asia Pasific hanya berlangsung via daring. Bahkan, rencananya akan ada ministerial meeting selama tiga hari  penuh di tengah-tengah pertemuan negosiasi.

Ilustrasi - Pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) keempat di Ottawa, Kanada. Foto: webtv.un.org

“Meskipun kita punya waktu sepuluh hari tapi akan terpotong tiga hari untuk ministerial meeting. Sebetulnya agenda tersebut tidak akan berpengaruh pada teks negosiasi, sebagai observer kita juga tidak boleh masuk. Bahkan hanya untuk mendengarkan,” tambah Yuyun.

Lebih jauh lagi, Yuyun menyoroti pentingnya beberapa pasal dalam chair text yang akan jadi pertimbangan dalam proses negosiasi. Di antaranya Pasal 5 (sektor prioritas bebas zat berbahaya), Pasal 6 (produk berkelanjutan), Pasal 7 (emisi dan pelepasan), hingga Pasal 19 (aspek kesehatan). Seluruh pasal tersebut harus diperjuangkan agar tak kehilangan substansi dalam dokumen akhir perjanjian.

Sikap Indonesia

Sementara itu, sikap Indonesia dalam proses negosiasi INC 5.2 masih dikhawatirkan. Zero Waste Campaigner Greenpeace Indonesia, Ibar Akbar menyoroti ketidakselarasan antara pernyataan pemerintah dalam negeri yang terkesan vokal menyuarakan pengurangan produksi plastik. Sementara, sikap delegasi Indonesia di INC-5 dan UN Ocean Summit terlihat netral bahkan pasif.

“Indonesia terlihat netral bahkan pasif dalam forum seperti INC-5 di Busan dan UN Ocean Summit. Padahal semangat Menteri LH di dalam negeri sangat kuat menyoroti pengurangan produksi plastik,” ungkap Ibar.

Ibar juga menyayangkan sikap Indonesia yang belum menunjukan komitmen nyata terhadap sistem Extended Producer Responsibility (EPR). “Apabila Indonesia serius menangani pengurangan plastik, peta jalan dan regulasi bisa lebih menyasar pengurangan dari sumber. Bukan hanya daur ulang,” tambahnya.

Di sisi lain, isu pengurangan sampah plastik dengan sistem guna ulang (reuse) masih minim dalam perundingan sebelumnya. Deputy Director Dietpastik Indonesia, Rahyang Nusantara mengatakan bahwa negara-negara seperti Filipina dan Bangladesh yang mulai dorong isu reuse dukungannya masih lemah.

SHARE