Pemerintah akan Susun PP Konservasi dalam Setahun
Penulis : Gilang Helindro
Hukum
Jumat, 25 Juli 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pemerintah segera menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE), menyusul ditolaknya permohonan uji formil atas undang-undang tersebut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko, menyatakan bahwa keputusan MK membuka jalan bagi pemerintah untuk merampungkan aturan turunan dalam waktu satu tahun ke depan. “Ini adalah penguatan yang kita lakukan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990,” ujar Satyawan dalam keterangan tertulis, Kamis, 24 Juli 2025.
Ia menjelaskan, penguatan regulasi ini ditujukan untuk menjawab tantangan konservasi yang semakin kompleks, termasuk merespons konvensi internasional, pembagian peran pemerintah daerah dan masyarakat, penegakan hukum pidana, serta pendanaan konservasi.
Sebelumnya, gugatan uji formil atas UU 32/2024 diajukan oleh empat pihak, yakni Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Yayasan WALHI, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan perseorangan Mikael Ane. Namun, pada 17 Juli lalu, MK menolak seluruh permohonan tersebut.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pembentukan UU 32/2024 telah sesuai prosedur perundang-undangan, dilakukan secara partisipatif, dan memenuhi asas kejelasan tujuan. Partisipasi publik, menurut MK, telah difasilitasi melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan konsultasi publik yang melibatkan akademisi, LSM, pelaku usaha, serta perwakilan masyarakat hukum adat.
Menanggapi kekhawatiran soal norma yang dinilai tidak jelas, MK menegaskan bahwa hal tersebut merupakan materi pengujian materiil, bukan formil. Meski begitu, Mahkamah mencatat bahwa pengakuan terhadap masyarakat hukum adat sudah tercantum dalam Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU 32/2024 serta dalam bagian Penjelasan Umum. Istilah “masyarakat” dalam UU tersebut juga mencakup masyarakat hukum adat, yang pengaturannya lebih lanjut akan dibahas dalam RUU Masyarakat Hukum Adat yang telah masuk Prolegnas Prioritas.
Satyawan menyebut, proses persidangan di MK menjadi bahan pembelajaran penting bagi Kementerian Kehutanan dalam menyusun regulasi ke depan. Ia merujuk pada dissenting opinion yang disampaikan Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Saldi Isra, yang mengkritik proses pembahasan UU 32/2024 karena dinilai tertutup dan mengabaikan asas keterbukaan serta keterlibatan publik secara bermakna. “Ini menjadi catatan penting bagi kami, terutama dalam proses revisi UU Nomor 41 Tahun 1999 yang saat ini juga sedang berlangsung,” kata Satyawan.
SHARE