Menjadi Tetangga Baik Harimau - Hari Harimau Sedunia

Penulis : Gilang Helindro

Biodiversitas

Kamis, 24 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Menjelang peringatan Hari Harimau Sedunia pada 29 Juli 2025, berbagai organisasi dan masyarakat adat di Indonesia menyerukan pentingnya hidup berdampingan secara harmonis antara manusia dan harimau sumatra. Tema global tahun ini adalah “Harmonious Coexistence between Humans and Tigers”, yang menyoroti perlunya saling menghormati dan berbagi ruang hidup antara manusia dan satwa kunci tersebut.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna, dalam keterangan tertulisnya mengingatkan bahwa harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) saat ini berstatus Kritis atau Critically Endangered dalam Daftar Merah IUCN.

“Masa depan harimau sumatra sangat bergantung pada luas dan kualitas habitat yang terus menyusut. Konservasi harus bisa diterima masyarakat, salah satunya melalui penguatan kearifan lokal,” ujar Dolly, dikutip Rabu, 23 Juli 2025.

Harimau sumatra merupakan satu-satunya subspesies harimau yang masih bertahan di Indonesia, setelah harimau bali dan harimau jawa dinyatakan punah. Pemerintah telah melindungi satwa ini secara hukum melalui Peraturan Menteri LHK No. P.106/2018. Upaya pelestarian pun dilakukan lewat pembentukan Tim Respon Cepat konflik satwa, patroli habitat, hingga pendekatan berbasis budaya lokal.

Harimau Sumatra, Harimau Indonesia, HarimauKita: Aksi Nyata Pelestarian Harimau Bersama Masyarakat, Pemerintah, dan Pelaku Usaha. Foto: Istimewa

Ketua Forum HarimauKita, Iding Achmad Haidir, menyatakan bahwa tema nasional peringatan tahun ini adalah “Harimau Sumatra, Harimau Indonesia, HarimauKita: Aksi Nyata Pelestarian Harimau Bersama Masyarakat, Pemerintah, dan Pelaku Usaha.” Menurutnya, pelestarian harimau tidak hanya menyangkut aspek ekologis, namun juga pemberdayaan ekonomi dan keterlibatan sektor swasta.

Sebagai bagian dari peringatan Global Tiger Day 2025, Belantara Foundation aktif menyebarluaskan edukasi tentang pentingnya kearifan lokal dalam menjaga kelestarian harimau sumatra. Di berbagai daerah di Sumatra, harimau tidak hanya dipandang sebagai satwa liar, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya dan spiritual masyarakat.

Di Aceh, harimau disebut “Rimueng” dan dipercaya sebagai penjaga makam tokoh keramat. Di Sumatera Utara, disebut “Ompung”, harimau diyakini sebagai leluhur penjaga hutan, dan masyarakat terbiasa meminta izin sebelum memasuki hutan. Di Sumatera Barat, sebutan “Datuak” atau “Inyiak” menjadi simbol harimau sebagai roh leluhur, dan menginspirasi bela diri silek harimau.

Kepercayaan serupa ditemukan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, hingga Lampung. Di Jambi, misalnya, masyarakat menyebut harimau sebagai Imaw Srabat, sosok pelindung hutan dan manusia. Jika harimau terlihat di kampung, masyarakat akan melakukan ritual adat seperti Ngagah Harimau untuk menjaga harmoni. Di Bengkulu, legenda “Tujuh Manusia Harimau” mencerminkan penghormatan mendalam terhadap satwa ini, sementara di Lampung terdapat tradisi ngarak harimau, permintaan izin sebelum memasuki hutan.

“Harimau sumatra bukan sekadar simbol konservasi, tetapi juga bagian dari memori kolektif dan nilai-nilai budaya masyarakat adat,” tutur Dolly. “Pelestarian harimau sumatra tidak cukup dengan penegakan hukum, tetapi juga harus mengakar pada penghargaan terhadap kearifan lokal.”

Dengan mengedepankan pendekatan budaya dan partisipasi lintas sektor, peringatan Hari Harimau Sedunia 2025 diharapkan dapat memperkuat sinergi konservasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. 

SHARE