Jalan Pulang Perempuan Adat
Penulis : Gilang Helindro
Hukum
Selasa, 22 Juli 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Peneliti dari Center for Restoration and Regeneration Studies (CRRS), Laksmi Adriani Savitri, menyatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat sangat penting untuk memastikan perlindungan hak-hak perempuan adat di tengah berbagai tekanan sosial dan ekologis.
“RUU Masyarakat Adat ini sangat penting agar tidak ada perempuan adat yang tertinggal dan agar hak-haknya atas reproduksi sosial terlindungi,” ujar Laksmi dalam diskusi publik bertajuk “Pengesahan UU Masyarakat Adat dan Jalan Pulang Daulat Pangan”, yang diselenggarakan daring, dikutip Senin, 21 Juli 2025.
Laksmi menyebut, wilayah adat tidak hanya berkaitan dengan tanah, tetapi juga mencakup hak atas tubuh, ruang spiritual, pengetahuan lokal, serta sumber pangan. Di dalam ruang-ruang tersebut, perempuan adat memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan komunitas dan ekosistem.
Ia menilai bahwa perkembangan sistem pasar bebas dan ekspansi industri pangan telah menyebabkan perempuan adat kehilangan banyak hak atas wilayah dan sumber daya di tanah leluhur mereka.
“Tidak mengherankan jika Vandana Shiva, seorang cendekiawan dan aktivis asal India, menyebut perempuan sebagai penjaga keanekaragaman hayati dan kedaulatan pangan. Mereka juga mampu melawan kerusakan ekologi yang terjadi saat ini karena mereka memiliki pengetahuan tentang cara melakukan regenerasi ekologis,” kata Laksmi.
Laksmi menegaskan bahwa pengesahan undang-undang ini dapat menjadi jalan pulang bagi masyarakat adat untuk mendapatkan kembali kedaulatan atas pangan dan pengakuan atas pengetahuan lokal yang selama ini dijaga oleh para perempuan adat. Undang-undang ini dinilai penting untuk mencegah tergerusnya pengetahuan tradisional yang berperan besar dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
Sebelumnya dalam diskusi pakar untuk penyusunan naskah akademik RUU MHA, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Ahmad Iman Syukri, menyampaikan bahwa RUU Masyarakat Hukum Adat merupakan salah satu agenda legislasi prioritas yang terus diperjuangkan di parlemen.
“Kami secara konsisten menempatkan RUU tentang Masyarakat Hukum Adat sebagai salah satu prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” ujarnya.
Iman menjelaskan bahwa landasan hukum penyusunan RUU ini mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3), yang secara eksplisit mengakui keberadaan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisional mereka.
Ia menilai belum adanya payung hukum yang spesifik dan kuat telah menyebabkan pengakuan serta perlindungan terhadap masyarakat adat menjadi lemah, yang pada akhirnya menjadi akar dari berbagai konflik agraria dan permasalahan sosial di lapangan.
“Oleh karena itu, perlindungan terhadap kelompok rentan seperti masyarakat adat merupakan kewajiban moral yang tidak dapat dipisahkan dari amanat konstitusi dan nilai-nilai agama,” tegasnya.
Perempuan adat hingga kini masih menjadi kelompok paling rentan terhadap berbagai bentuk marginalisasi dan eksploitasi, khususnya di tengah gempuran sistem ekonomi pasar dan industri ekstraktif. Pengesahan RUU ini diharapkan menjadi langkah konkret dalam menjamin hak dan martabat perempuan adat di tanah air.
SHARE